expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 3 )



Part 3

.

.

.

Drdrtdrt...

1 Message From: 0878xxxxxxxx

Hay ganteng! Lagi apa? :*

Rio mendengus kesal mendapat pesan dari nomor tak dikenalinya. Pasti tuh nomer punyanya cewek yang sudah terlalu ngefa sama dia. Tapi, darimana cewek itu dapet nomornya? Selama ini Rio selalu menjaga nomornya agar nggak kesebar.

Di sampingnya, Dea melihat perubahan wajah kekasihnya. Sore hari yang cerah ini, udara dingin menyelimuti Kota Bandung. Karena itulah Dea memakai jaket tebalnya. Sama halnya dengan Rio.

“Kenapa Yo?” Tanya Dea. Masih dengan wajah yang pucat.

“Oh, ngg.. Cuma sms dari orang nggak jelas.” Jawab Rio dan kembali merangkul Dea.

Keduanya pun terdiam. Menikmati angin dingin yang berlalu di hadapan mereka. Perlahan, Dea menatap wajah Rio yang manis. Gue yakin kalo lo sama sekali nggak mencintai gue.. Batin Dea sedih. Ia memang yakin kalo Rio nggak benar-benar mencintainya.

“Ng.. Yo.. Ng..” Kata Dea sedikit ragu.

Rio menoleh ke arah Dea. “Apa?” Tanyanya.

“Sebenarnya.. Sebenarnya Rio cinta nggak sih sama Dea?” Tanya Dea.

Yang ditanya terdiam. Ingin sekali ia memberitahu alasan mengapa ia memilih Dea sebagai kekasihnya. Intinya, ia harus berada dekat di samping Dea. Biar nggak ada gosip atau apa, makanya lebih baik ia menembak Dea agar nggak ada gosip yang mengatakan kalo ia dan Dea pacaran padahal sebenarnya ia nggak pacaran sama Dea. Lagipula, Dea mencintainya dan dia nggak tega menolak cinta gadis yang rapuh itu.

Apa gue harus jujur? Tapi gue nggak tega. Batin Rio bingung.

“Rio cinta kok sama kamu.” Jawabnya.

Dea tersenyum. “Bohong! Dea tau kamu lagi suka sama cewek lain. Plis Yo, jangan bohongin hati kamu..” Ucapnya yang membuat wajah Rio menjadi pucat.

“Ma.. Maaf De.. Rio..”

“Nggak apa-apa. Dea tau ada yang Rio sembunyiin dari Dea. Kalo boleh tau, hal apa yang Rio rahasiain dari Dea?” Tanya Dea.

“Rio.. Rio nggak bisa cerita. Sebaiknya kamu tanya aja sama Ibumu. Pasti Ibumu tau. Yang jelas, ini ada hubungannya dengan kejadian kecelakaan yang menimpamu beberapa bulan yang lalu.. Yang membuatmu kenal denganku..” Jelas Rio.

Sekuat mungkin Dea mengingat musibah kecelakaan yang menimpanya. Tapi ia lupa. Kepalanya sakit jika berusaha mengingat kejadian itu. Yang jelas...

“Yang jelas, Dea ingat sewaktu Mama bingung nyari darah. Nggak tau untuk apa..” Kata Dea.

***

Makan malam terasa sepi dan membosankan. Ify melihat Ayah yang sedang melahap tempe goreng berikut sambal pedas. Tempe goreng, hmm.. Makanan membosankan itu selalu saja ditemuinya, baik pagi, siang maupun malam. Dan Ayah membeli ayam atau daging seminggu sekali. Kata Ayah, ini demi menghemat pengeluaran.

Sekali lagi, Ify memperhatikan Ayahnya makan. Sementara di piringnya belum ia sentuh sama sekali. Jujur, Ify enek makan tempe terus.

“Lho Fy? Kenapa nggak dimakan?” Tanya Anwar tatkala melihat makanan Ify yang masih utuh.

Ify menatap kesal ayahnya. “Pa, kenapa sih Papa nggak beli makanan di luar sana? Ify bosan pa makan tempe terus. Papa pernah bilang kalo Papa melakukan ini demi menghemat pengeluaran. Maksudnya apa pa? Kita itu kaya Pa! Nggak seharusnya kita jadi orang miskin kayak gini!”

Lega rasanya mengungkapkan segala isi hatinya kepada Ayah. Dan semoga Ayahnya sadar dan mau mengubah hidupnya yang membosankan ini. Sementara Anwar, laki-laki itu terdiam sambil menahan sesuatu. Ia tau, putri satu-satunya itu sangat menderita dengan hidupnya. Tapi apa boleh buat?

“Pa..” Kata Ify melihat ayahnya diam.

“Fy.. Papa melakukan ini semua karena ada alasan.” Jawab Anwar.

“Alasan apa? Apa karena demi pengemis dan panti asuhan itu?”

Anwar berusaha menahan agar amarahnya nggak keluar. Kalo ia marah, tentu dapat berakibat fatal. Dan Anwar berjanji untuk tidak marah. Memarahi siapapun.

“Fy, hidup kita sudah cukup. Papa mampu membiayai kamu sekolah. Coba kamu perhatikan anak yatim piatu di luar sana. Kamu masih beruntung punya Papa..” Jelas Anwar.

Nasehat itu sudah sering ia dengar dan lama-lama Ify bosan mendengarnya. Awalnya saja terasa menyesakkan, tapi sekarang tidak.

“Pa, beliin Ify HP baru dong. Tadi Ify sudah senang bisa sms pake HP jadul itu. Terus tiba-tiba, HPnya mati dan nggak bisa dibuka.” Kata Ify mengganti topik.

Anwar tersenyum. “Kan ada telepon rumah Fy..” Jawabnya.

Sudah! Ify sudah muak. Gadis itu malas berbicara dengan Ayahnya. Ify pun bangkit sambil menatap wajah Ayahnya yang baginya sangat pelit. Bahkan terlalu pelit.

“Papa emang pelit! PELIT!!” Bentaknya lalu pergi memasuki kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.

Ada rasa bersalah ia membentak satu-satunya anggota keluarganya yang masih ada. Namun, Ify nggak bisa menahan kekesalan yang menumpuk di hatinya. Lalu, ia melihat HP jadulnya yang pecah karena tadi ia banting. Ify tersenyum hambar memandangi HP sialan itu.

Sementara, Anwar berusaha menahan kesedihannya. Jujur, ia teramat sedih melihat putrinya yang mungkin sangat membencinya dan mengatainya sebagai manusia terpelit yang pernah ada.

Maafkan Papa, Fy...

***

Di malam yang sama...

Gadis itu memperhatikan kedua orangtuanya yang sedang serius membicarakan sesuatu. Sesuatu yang sepertinya sangat rahasia. Dea yakin sekali, orangtuanya menyembunyikan sesuatu darinya.

Setelah pembicaraan mereka selesai, Dea sengaja duduk tak jauh dari tempat orangtuanya berbicara. Dan pada akhirnya Mamanya mendekatinya seraya membelai halus rambutnya.

“Kamu sama sekali tidak ingat sayang?” Tanya Mama.

Dea menatap tak paham pada wajah Ibunya yang amat cantik. “Dea nggak ngerti pertanyaan mama.” Jawabnya.

Mama tersenyum. “Intinya, kamu harus jaga dirimu. Mulai dari sekarang, kamu akan dijaga ketat oleh Rio. Mama yakin sekali anak itu mampu menjagamu, dan kamu harus menuruti apa yang dia katakan. Ohya, kemanapun kamu pergi, Rio akan selalu mengikutimu. Jadi, kamu jangan membantah sediktpun.” Jelasnya.

Tentu saja Dea tidak terima. Ia senang dijaga oleh Rio, tapi tidak sampai segitunya. Ia adalah manusia yang bebas, bukan manusia yang berada di dalam kurungan terus. Ia juga bukan seorang putri Raja yang kemanapun ia pergi selalu dijaga ketat oleh pengawal.

“Tapi ma..”

“Jangan membantah!” Potong Mama.

Dea cemberut. “Memangnya ada apa sih dengan Dea? Kenapa Dea harus dijaga? Dea udah besar Ma, Dea bukan anak kecil lagi!” Bantahnya.

“Maaf.. Mama nggak bisa kasih tau kamu..” Jawab Mamanya sedih.

Tiba-tiba Dea teringat sesuatu. “Tapi ma, apakah ini ada hubungannya dengan musibah kecelakaan yang dialami Dea beberapa bulan yang lalu?”

“Kamu tau darimana?” Mama balik nanya.

“Dari Rio.” Jawabnya.

Mau nggak mau, secepat mungkin Maylaf-Mama Dea-mengatakan yang sejujur-jujurnya pada anaknya. Tapi, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengatakan. Ia takut dapat membuat hati putrinya sedih.

***

Pagi yang sama. Pagi yang sangat mengesalkan baginya. Ify memutuskan berangkat sekolah menggunakan angkutan umum. Tapi, Ayahnya melarangnya. Dan Ify harus bisa menerima ia berangkat sekolah bersama motor buntut Ayahnya. Selama waktu sarapannya bersama Ayah, Ify sama sekali nggak bicara seperti biasa. Gadis itu sudah terlalu benci bicara dengan Ayahnya.

Akhirnya, Ayahnya yang memulai pembicaraan karena nggak enak jika suasananya sepi. Walau tau putrinya itu mencuekkan ucapannya, ia tetap bicara.

“Nanti di sekolah, jangan nakal ya. Papa takut kamu terbawa pergaulan yang nggak baik.” Tutur Anwar.

Karena nggak enak juga, Ify pun mengangguk. Tepat jam setengah tujuh, mereka bersiap-siap berangkat. Untungnya, motor buntut Ayahnya itu bisa dinyalakan mesinnya. Kalo tidak, Ify harus bersabar sampai mesinnya menyala dan terlambat datang ke sekolah.

Dan seperti biasa, ketika ia sampai di depan pintu gerbang, gelak tawa mulai terdengar. Ify berusaha sabar dan sabar menghadapi tawa ngakak dari cowok-cowok itu. Tiba-tiba, pandangan matanya tertuju ke arah seorang cowok yang juga sedang tertawa melihat kedatangannya. Tapi, ada satu hal yang membuat hatinya berbunga-bunga.

Kak Cakka! Dia sedang ngeliat gue! Batin Ify girang. Cakka berada diantara dua sahabatnya, yaitu Rio dan Alvin. Setaunya, Alvin adalah kekasih Zevana. Sementara Rio adalah kekasih Dea. Dan Cakka... Seratus persen jomblo!

“Papa pergi dulu ya.. Jaga dirimu baik-baik..” Kata Anwar meninggalkan Ify.

Ify berjalan dengan jantung berdebar-debar ketika melewati Cakka, Rio, dan Alvin. Tawa Rio yang dapat membuatnya kesal dihiraukannya. Dipikirannya hanya ada satu, yaitu Cakka.

“Hei culun! Hidung lo nggak pesek kan?” Ejek Rio yang membuat langkah Ify terhenti.

Gadis itu pun menatap Rio dengan tajam. Di balik kacamatanya, tersimpan aura kengerian di matanya yang dapat membuat siapapun takut.

“Pesek? Nggak salah dengar? Bukannya hidung kak Rio yang pesek?” Balas Ify yang memang sangat yakin kalo Rio itu pesek.

Rio tertawa. Membuat Cakka dan Alvin menggeleng-gelengkan kepala. “Hahaha.. Pis.. Eh, motor papi lo keren juga! Beli dimana? Gue nitip dong!”

Wajah Ify merah padam. Rio! Satu-satunya cowok yang dapat membuat hatinya jengkel stadium akhir. Padahal, baru saja ia bertemu dengan Rio. Kok seperti akrab gitu ya? Apa iya dia pernah bertemu Rio sebelumnya?

Shit! Umpat Ify lalu pergi meninggalkan Rio. Tapi sebelumnya ia menyempatkan diri melihat Cakka yang sedang tersenyum menahan tawanya. Kak Cakka ganteng banget.. Batin Ify dan sampai di kelasnya.

Di kelas, sudah ada Sivia dan Shilla. Ify duduk di samping Sivia, sementara Shilla duduk dengan Febby yang juga termasuk sahabatnya seperti Ify. Tapi Ify dan Sivia nggak akrab dengan Febby yang bagi mereka sedikit sombong dan suka mengejek orang yang berada dibawahnya.

“Vi, nomernya siapa kemarin yang masuk di HP gue?” Tanya Sivia.

Hampir saja Ify menjawab kalo yang punya nomor itu adalah Rio. Tapi Ify memilih mengangkat bahu. Gawat kalo Sivia tau tuh nomer punyanya Rio.

“Sewaktu gue hubungi tuh nomer, di tolak-tolak aja. Eh.. Tunggu..”

Otak Sivia mulai connect. Sepertinya gadis itu telah mendapatkan suatu kesimpulan yang sangat mengejutkan, yang ada hubungannya dengan nomor itu.

“Kak Rio!” Teriak Sivia.

Ify menutup telinganya. “Lo kenapa sih Vi? Santai aja kali!” Kata Ify kesal.

“Gue tau! Gue tau! Itu nomer punyanya kak Rio kan? Soalnya pas gue baca, lo bilang lo ada di UKS. Dan lo sendiri yang bilang kalo lo hanya berdua di UKS sama kak Rio. Jadi...”

“Iya.. Itu nomer kak Rio. Puas lo? Kemarin aja gue kerjain tuh nomer. Tapi sayangnya, HP jadul gue nggak berfungsi lagi.” Kata Ify sedih teringat kejadian kemarin.

Wajah Sivia terlihat ceria. “Wah! Nggak nyangka gue dapet nomor HP kakak kelas kece. Aaaa.. Thanks banget ya Fy! Muach! Gue doain lo jadian sama kak Rio.. Amiin..”

Mendengar ucapan Sivia, Ify serasa mau muntah. Jadian sama Rio? Never! Mana mungkin dia bisa jatuh cinta dengan cowok ngeselin kayak Rio? Tapi eh, bukannya cinta berawal dari sebuah kebencian? Ah, tauk ah!

***

Tiga cowok ganteng nan keren itu berjalan memasuki kelas 2IPA-3. Aneh bukan, kelas mereka sama. Alhasil, kelas 2IPA-3 adalah kelas yang paling beruntung. Di kelas itu ada tiga pangeran tampan yang menjadi penyemangat belajar mereka.

Sayangnya, Rio duduk di bangku belakang dan sendiri. Di depannya ada Cakka dan Alvin. Rio berharap ada murid baru di kelas ini agar ia nggak duduk sendiri.

“Yo, siapa cewek tadi?” Tanya Cakka.

Rio yang sedang melamun di buat kaget oleh pertanyaan Cakka. “Eh.. Siapa Kka?” Tanyanya.

“Lo mikirin siapa sih?” Tanya Cakka heran.

Yang ditanya nggak menjawab. Sebenarnya Rio sedang memikirkan Dea. Apa yang dilakukan Dea sekarang? Bagaimana kabarnya? Apakah Dea baik-baik saja?

***

Jam istirahat pun tiba. Ify, Shilla dan Sivia langsung lari menuju kantin. Rasa haus dan lapar menghantui mereka, membuat mereka nggak sabaran menikmati santapan yang dapat menenangkan perut yang sedaritadi dangdutan nggak jelas.

“Kalian pesen apa? Biar gue yang pesenin.” Kata Sivia.

“Gue nasi goreng sama jus jeruk.” Jawab Ify.

“Lo Shill?” Tanya Sivia menatap Shilla.

“Ng.. Sama aja deh kayak Ify.” Jawab Sivia.

Sivia menggeleng-gelengkan kepala. “Tuh cewek nggak punya pendirian.” Ucapnya lalu pergi memesan pesanan. Eh, tapi kok Sivia pengen beli nasi goreng juga ya? Hayooo...

Sayangnya, nasi goreng langganannya ramai banget. Sivia kebagian antre paling belakang. Karena sesak, akibatnya Sivia mengeluarkan keringat. Wajahnya pun basah. Kalo gini caranya, lebih baik Ify yang mesen dan bukan gue.. Batinnya.

“Hei cewek! Butuh bantuan?” Tanya seseorang yang mendekatinya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar