Part 3
.
.
.
Drdrtdrt...
1 Message From:
0878xxxxxxxx
Hay ganteng! Lagi apa? :*
Rio mendengus kesal
mendapat pesan dari nomor tak dikenalinya. Pasti tuh nomer punyanya cewek yang
sudah terlalu ngefa sama dia. Tapi, darimana cewek itu dapet nomornya? Selama
ini Rio selalu menjaga nomornya agar nggak kesebar.
Di sampingnya, Dea
melihat perubahan wajah kekasihnya. Sore hari yang cerah ini, udara dingin
menyelimuti Kota Bandung. Karena itulah Dea memakai jaket tebalnya. Sama halnya
dengan Rio.
“Kenapa Yo?” Tanya
Dea. Masih dengan wajah yang pucat.
“Oh, ngg.. Cuma sms
dari orang nggak jelas.” Jawab Rio dan kembali merangkul Dea.
Keduanya pun
terdiam. Menikmati angin dingin yang berlalu di hadapan mereka. Perlahan, Dea
menatap wajah Rio yang manis. Gue yakin
kalo lo sama sekali nggak mencintai gue.. Batin Dea sedih. Ia memang yakin
kalo Rio nggak benar-benar mencintainya.
“Ng.. Yo.. Ng..”
Kata Dea sedikit ragu.
Rio menoleh ke arah
Dea. “Apa?” Tanyanya.
“Sebenarnya.. Sebenarnya
Rio cinta nggak sih sama Dea?” Tanya Dea.
Yang ditanya
terdiam. Ingin sekali ia memberitahu alasan mengapa ia memilih Dea sebagai
kekasihnya. Intinya, ia harus berada dekat di samping Dea. Biar nggak ada gosip
atau apa, makanya lebih baik ia menembak Dea agar nggak ada gosip yang
mengatakan kalo ia dan Dea pacaran padahal sebenarnya ia nggak pacaran sama
Dea. Lagipula, Dea mencintainya dan dia nggak tega menolak cinta gadis yang
rapuh itu.
Apa gue harus jujur? Tapi gue nggak tega. Batin Rio bingung.
“Rio cinta kok sama
kamu.” Jawabnya.
Dea tersenyum.
“Bohong! Dea tau kamu lagi suka sama cewek lain. Plis Yo, jangan bohongin hati
kamu..” Ucapnya yang membuat wajah Rio menjadi pucat.
“Ma.. Maaf De..
Rio..”
“Nggak apa-apa. Dea
tau ada yang Rio sembunyiin dari Dea. Kalo boleh tau, hal apa yang Rio
rahasiain dari Dea?” Tanya Dea.
“Rio.. Rio nggak
bisa cerita. Sebaiknya kamu tanya aja sama Ibumu. Pasti Ibumu tau. Yang jelas,
ini ada hubungannya dengan kejadian kecelakaan yang menimpamu beberapa bulan yang
lalu.. Yang membuatmu kenal denganku..” Jelas Rio.
Sekuat mungkin Dea
mengingat musibah kecelakaan yang menimpanya. Tapi ia lupa. Kepalanya sakit
jika berusaha mengingat kejadian itu. Yang jelas...
“Yang jelas, Dea
ingat sewaktu Mama bingung nyari darah. Nggak tau untuk apa..” Kata Dea.
***
Makan malam terasa
sepi dan membosankan. Ify melihat Ayah yang sedang melahap tempe goreng berikut
sambal pedas. Tempe goreng, hmm.. Makanan membosankan itu selalu saja
ditemuinya, baik pagi, siang maupun malam. Dan Ayah membeli ayam atau daging
seminggu sekali. Kata Ayah, ini demi menghemat pengeluaran.
Sekali lagi, Ify
memperhatikan Ayahnya makan. Sementara di piringnya belum ia sentuh sama
sekali. Jujur, Ify enek makan tempe terus.
“Lho Fy? Kenapa
nggak dimakan?” Tanya Anwar tatkala melihat makanan Ify yang masih utuh.
Ify menatap kesal
ayahnya. “Pa, kenapa sih Papa nggak beli makanan di luar sana? Ify bosan pa
makan tempe terus. Papa pernah bilang kalo Papa melakukan ini demi menghemat
pengeluaran. Maksudnya apa pa? Kita itu kaya Pa! Nggak seharusnya kita jadi
orang miskin kayak gini!”
Lega rasanya
mengungkapkan segala isi hatinya kepada Ayah. Dan semoga Ayahnya sadar dan mau
mengubah hidupnya yang membosankan ini. Sementara Anwar, laki-laki itu terdiam
sambil menahan sesuatu. Ia tau, putri satu-satunya itu sangat menderita dengan
hidupnya. Tapi apa boleh buat?
“Pa..” Kata Ify
melihat ayahnya diam.
“Fy.. Papa
melakukan ini semua karena ada alasan.” Jawab Anwar.
“Alasan apa? Apa
karena demi pengemis dan panti asuhan itu?”
Anwar berusaha
menahan agar amarahnya nggak keluar. Kalo ia marah, tentu dapat berakibat
fatal. Dan Anwar berjanji untuk tidak marah. Memarahi siapapun.
“Fy, hidup kita
sudah cukup. Papa mampu membiayai kamu sekolah. Coba kamu perhatikan anak yatim
piatu di luar sana. Kamu masih beruntung punya Papa..” Jelas Anwar.
Nasehat itu sudah
sering ia dengar dan lama-lama Ify bosan mendengarnya. Awalnya saja terasa
menyesakkan, tapi sekarang tidak.
“Pa, beliin Ify HP
baru dong. Tadi Ify sudah senang bisa sms pake HP jadul itu. Terus tiba-tiba,
HPnya mati dan nggak bisa dibuka.” Kata Ify mengganti topik.
Anwar tersenyum.
“Kan ada telepon rumah Fy..” Jawabnya.
Sudah! Ify sudah
muak. Gadis itu malas berbicara dengan Ayahnya. Ify pun bangkit sambil menatap
wajah Ayahnya yang baginya sangat pelit. Bahkan terlalu pelit.
“Papa emang pelit!
PELIT!!” Bentaknya lalu pergi memasuki kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.
Ada rasa bersalah
ia membentak satu-satunya anggota keluarganya yang masih ada. Namun, Ify nggak
bisa menahan kekesalan yang menumpuk di hatinya. Lalu, ia melihat HP jadulnya
yang pecah karena tadi ia banting. Ify tersenyum hambar memandangi HP sialan
itu.
Sementara, Anwar
berusaha menahan kesedihannya. Jujur, ia teramat sedih melihat putrinya yang
mungkin sangat membencinya dan mengatainya sebagai manusia terpelit yang pernah
ada.
Maafkan Papa, Fy...
***
Di malam yang sama...
Gadis itu
memperhatikan kedua orangtuanya yang sedang serius membicarakan sesuatu.
Sesuatu yang sepertinya sangat rahasia. Dea yakin sekali, orangtuanya
menyembunyikan sesuatu darinya.
Setelah pembicaraan
mereka selesai, Dea sengaja duduk tak jauh dari tempat orangtuanya berbicara.
Dan pada akhirnya Mamanya mendekatinya seraya membelai halus rambutnya.
“Kamu sama sekali
tidak ingat sayang?” Tanya Mama.
Dea menatap tak
paham pada wajah Ibunya yang amat cantik. “Dea nggak ngerti pertanyaan mama.”
Jawabnya.
Mama tersenyum.
“Intinya, kamu harus jaga dirimu. Mulai dari sekarang, kamu akan dijaga ketat
oleh Rio. Mama yakin sekali anak itu mampu menjagamu, dan kamu harus menuruti
apa yang dia katakan. Ohya, kemanapun kamu pergi, Rio akan selalu mengikutimu.
Jadi, kamu jangan membantah sediktpun.” Jelasnya.
Tentu saja Dea
tidak terima. Ia senang dijaga oleh Rio, tapi tidak sampai segitunya. Ia adalah
manusia yang bebas, bukan manusia yang berada di dalam kurungan terus. Ia juga
bukan seorang putri Raja yang kemanapun ia pergi selalu dijaga ketat oleh
pengawal.
“Tapi ma..”
“Jangan membantah!”
Potong Mama.
Dea cemberut.
“Memangnya ada apa sih dengan Dea? Kenapa Dea harus dijaga? Dea udah besar Ma,
Dea bukan anak kecil lagi!” Bantahnya.
“Maaf.. Mama nggak
bisa kasih tau kamu..” Jawab Mamanya sedih.
Tiba-tiba Dea
teringat sesuatu. “Tapi ma, apakah ini ada hubungannya dengan musibah
kecelakaan yang dialami Dea beberapa bulan yang lalu?”
“Kamu tau
darimana?” Mama balik nanya.
“Dari Rio.”
Jawabnya.
Mau nggak mau,
secepat mungkin Maylaf-Mama Dea-mengatakan yang sejujur-jujurnya pada anaknya.
Tapi, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengatakan. Ia takut dapat
membuat hati putrinya sedih.
***
Pagi yang sama.
Pagi yang sangat mengesalkan baginya. Ify memutuskan berangkat sekolah
menggunakan angkutan umum. Tapi, Ayahnya melarangnya. Dan Ify harus bisa
menerima ia berangkat sekolah bersama motor buntut Ayahnya. Selama waktu
sarapannya bersama Ayah, Ify sama sekali nggak bicara seperti biasa. Gadis itu
sudah terlalu benci bicara dengan Ayahnya.
Akhirnya, Ayahnya
yang memulai pembicaraan karena nggak enak jika suasananya sepi. Walau tau
putrinya itu mencuekkan ucapannya, ia tetap bicara.
“Nanti di sekolah,
jangan nakal ya. Papa takut kamu terbawa pergaulan yang nggak baik.” Tutur
Anwar.
Karena nggak enak
juga, Ify pun mengangguk. Tepat jam setengah tujuh, mereka bersiap-siap
berangkat. Untungnya, motor buntut Ayahnya itu bisa dinyalakan mesinnya. Kalo
tidak, Ify harus bersabar sampai mesinnya menyala dan terlambat datang ke
sekolah.
Dan seperti biasa,
ketika ia sampai di depan pintu gerbang, gelak tawa mulai terdengar. Ify
berusaha sabar dan sabar menghadapi tawa ngakak dari cowok-cowok itu.
Tiba-tiba, pandangan matanya tertuju ke arah seorang cowok yang juga sedang
tertawa melihat kedatangannya. Tapi, ada satu hal yang membuat hatinya
berbunga-bunga.
Kak Cakka! Dia sedang ngeliat gue! Batin Ify girang. Cakka berada diantara dua sahabatnya,
yaitu Rio dan Alvin. Setaunya, Alvin adalah kekasih Zevana. Sementara Rio
adalah kekasih Dea. Dan Cakka... Seratus persen jomblo!
“Papa pergi dulu
ya.. Jaga dirimu baik-baik..” Kata Anwar meninggalkan Ify.
Ify berjalan dengan
jantung berdebar-debar ketika melewati Cakka, Rio, dan Alvin. Tawa Rio yang
dapat membuatnya kesal dihiraukannya. Dipikirannya hanya ada satu, yaitu Cakka.
“Hei culun! Hidung
lo nggak pesek kan?” Ejek Rio yang membuat langkah Ify terhenti.
Gadis itu pun
menatap Rio dengan tajam. Di balik kacamatanya, tersimpan aura kengerian di
matanya yang dapat membuat siapapun takut.
“Pesek? Nggak salah
dengar? Bukannya hidung kak Rio yang pesek?” Balas Ify yang memang sangat yakin
kalo Rio itu pesek.
Rio tertawa.
Membuat Cakka dan Alvin menggeleng-gelengkan kepala. “Hahaha.. Pis.. Eh, motor
papi lo keren juga! Beli dimana? Gue nitip dong!”
Wajah Ify merah
padam. Rio! Satu-satunya cowok yang dapat membuat hatinya jengkel stadium
akhir. Padahal, baru saja ia bertemu dengan Rio. Kok seperti akrab gitu ya? Apa
iya dia pernah bertemu Rio sebelumnya?
Shit! Umpat
Ify lalu pergi meninggalkan Rio. Tapi sebelumnya ia menyempatkan diri melihat
Cakka yang sedang tersenyum menahan tawanya. Kak Cakka ganteng banget.. Batin Ify dan sampai di kelasnya.
Di kelas, sudah ada
Sivia dan Shilla. Ify duduk di samping Sivia, sementara Shilla duduk dengan
Febby yang juga termasuk sahabatnya seperti Ify. Tapi Ify dan Sivia nggak akrab
dengan Febby yang bagi mereka sedikit sombong dan suka mengejek orang yang
berada dibawahnya.
“Vi, nomernya siapa
kemarin yang masuk di HP gue?” Tanya Sivia.
Hampir saja Ify
menjawab kalo yang punya nomor itu adalah Rio. Tapi Ify memilih mengangkat
bahu. Gawat kalo Sivia tau tuh nomer punyanya Rio.
“Sewaktu gue
hubungi tuh nomer, di tolak-tolak aja. Eh.. Tunggu..”
Otak Sivia mulai
connect. Sepertinya gadis itu telah mendapatkan suatu kesimpulan yang sangat
mengejutkan, yang ada hubungannya dengan nomor itu.
“Kak Rio!” Teriak
Sivia.
Ify menutup
telinganya. “Lo kenapa sih Vi? Santai aja kali!” Kata Ify kesal.
“Gue tau! Gue tau!
Itu nomer punyanya kak Rio kan? Soalnya pas gue baca, lo bilang lo ada di UKS.
Dan lo sendiri yang bilang kalo lo hanya berdua di UKS sama kak Rio. Jadi...”
“Iya.. Itu nomer
kak Rio. Puas lo? Kemarin aja gue kerjain tuh nomer. Tapi sayangnya, HP jadul
gue nggak berfungsi lagi.” Kata Ify sedih teringat kejadian kemarin.
Wajah Sivia
terlihat ceria. “Wah! Nggak nyangka gue dapet nomor HP kakak kelas kece. Aaaa..
Thanks banget ya Fy! Muach! Gue doain lo jadian sama kak Rio.. Amiin..”
Mendengar ucapan
Sivia, Ify serasa mau muntah. Jadian sama Rio? Never! Mana mungkin dia bisa
jatuh cinta dengan cowok ngeselin kayak Rio? Tapi eh, bukannya cinta berawal
dari sebuah kebencian? Ah, tauk ah!
***
Tiga cowok ganteng
nan keren itu berjalan memasuki kelas 2IPA-3. Aneh bukan, kelas mereka sama.
Alhasil, kelas 2IPA-3 adalah kelas yang paling beruntung. Di kelas itu ada tiga
pangeran tampan yang menjadi penyemangat belajar mereka.
Sayangnya, Rio
duduk di bangku belakang dan sendiri. Di depannya ada Cakka dan Alvin. Rio
berharap ada murid baru di kelas ini agar ia nggak duduk sendiri.
“Yo, siapa cewek
tadi?” Tanya Cakka.
Rio yang sedang
melamun di buat kaget oleh pertanyaan Cakka. “Eh.. Siapa Kka?” Tanyanya.
“Lo mikirin siapa
sih?” Tanya Cakka heran.
Yang ditanya nggak
menjawab. Sebenarnya Rio sedang memikirkan Dea. Apa yang dilakukan Dea
sekarang? Bagaimana kabarnya? Apakah Dea baik-baik saja?
***
Jam istirahat pun
tiba. Ify, Shilla dan Sivia langsung lari menuju kantin. Rasa haus dan lapar
menghantui mereka, membuat mereka nggak sabaran menikmati santapan yang dapat
menenangkan perut yang sedaritadi dangdutan nggak jelas.
“Kalian pesen apa?
Biar gue yang pesenin.” Kata Sivia.
“Gue nasi goreng
sama jus jeruk.” Jawab Ify.
“Lo Shill?” Tanya
Sivia menatap Shilla.
“Ng.. Sama aja deh
kayak Ify.” Jawab Sivia.
Sivia
menggeleng-gelengkan kepala. “Tuh cewek nggak punya pendirian.” Ucapnya lalu
pergi memesan pesanan. Eh, tapi kok Sivia pengen beli nasi goreng juga ya?
Hayooo...
Sayangnya, nasi
goreng langganannya ramai banget. Sivia kebagian antre paling belakang. Karena
sesak, akibatnya Sivia mengeluarkan keringat. Wajahnya pun basah. Kalo gini caranya, lebih baik Ify yang mesen
dan bukan gue.. Batinnya.
“Hei cewek! Butuh
bantuan?” Tanya seseorang yang mendekatinya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar