expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 6 )



Part 6

.

.

.

“Siapa?”

Bi Sari nggak menjawab. Wanita yang kira-kira berusia tiga puluhan tahun itu menyuruh Agni untuk keluar kamar dan pergi ke ruang tamu. Agni sedikit heran. Siapa tamu itu? Kok kayak penting gitu ya?

Setelah sampai di ruang tamu, Agni melihat seorang cewek yang duduk manis di sofanya. Sepertinya ia nggak asing lagi dengan cewek itu. Bukannya... Bukannya cewek itu teman Sivia?

Cewek itu menyapa Agni. “Hai kak!”

“Mau apa lo datang kesini?” Tanya Agni sedikit ketus.

Cewek yang ternyata adalah Shilla itu berusaha menguasai keadaan. Agni memang begitu. Suka cepat marah dan ketus. Maklum, ia kan sahabat Sivia, pantas saja Agni membentkanya.

“Aku cuma ingin daftar ekskul cheers aja.” Jawab Shilla.

Mendengar jawaban Shilla, Agni tertawa ngakak. Nggak salah dengar tuh? Mana mungkin Shilla bisa menjadi anggota cheers! Walau badannya oke juga, tapi Agni nggak yakin tubuh Shilla itu lentur dan dapat bebas bergerak dengan cepat.

“Lo mau gabung?” Tanya Agni akhirnya.

Shilla mengangguk sangat yakin.

“Oke. Gue terima kedatangan lo di ekskul cheers asalkan lo mampu dan bisa menguasai aneka gerakan dan teknik pada cheers. Deal?”

Giliran Shilla yang ingin sekali tertawa lepas, tapi ia usahakan agar tawanya nggak sekeras tawa Agni. Hanya cukup dengan senyuman saja. Siapa takut?

***

Jam dinding di kamarnya menunjukkan hampir pukul sebelas malam, dan Ayahnya belum juga pulang. Sedikit ia merasakan kegelisahan. Tapi, karena kebencian dan ketidaksukaannya dengan Ayahnya, rasa gelisah itu menghilang. Ify biarkan saja malam ini ia bebas sendirian di rumah.

Terserah jika lelaki sok pelit itu nggak mau pulang. Gue nggak peduli! Batin Ify. Kedua matanya tertuju pada sebuah hanphone lamanya yang sudah tidak dapat berfungsi lagi. Ify mengambil handphone malang itu sembari memakinya.

“Hello HP jadul! Lo sekongkol ya dengan Papa gue? Hahaha... Lebih baik gue buang aja lo!”

Dan, HP jadul itu ia lempar keluar jendela dan nggak tau sekarang ada dimana. Perlahan, air matanya menetes membasahi pipinya. Sebenarnya, ia sangat membutuhkan HP itu. Dengan HP itu, ia bisa berkomunikasi dengan Sivia dari jarak manapun.

“Hiks.. Papa jahat! Papa jahat! Mama... Temani Ify ma.. Ify sendirian disini ma.. Hiks.. Apa lebih baik Ify menyusul Mama?”

Pikiran negatif itu sering membuatnya hilang kesadaran. Pernah ia memegang pisau tajam dan akan ia tusukkan pisau itu di dadanya. Namun, bayangan Ayahnya yang sedih dan pucat mengacaukan segalanya.

Kini, hanya sahabatlah yang ia butuhkan. Bukan Ayah atau yang lainnya. Apalagi pacar! Namun, wajah tampan Cakka membuatnya tidak bisa berhenti mengejar cowok itu walau dalam diam. Seandainya Cakka menyukainya.. Ia berjanji nggak akan sedih lagi dan hidup bahagia selama-lamanya.

Sebuah suara mesin motor terdengar jelas ditelinganya. Ify mendengus kesal. Cepat-cepat ia tidur agar Ayahnya tau kalo ia sudah tidur sejak tadi. Ini kan sudah malam. Biasanya Ify tidur sekitar pukul sembilanan.

Tiba-tiba, ia merasa ada yang menyentuh pipinya. Tangannya begitu lembut. Bahkan sangat-sangat lembut. Ify yakin sekali itu bukan tangan Ayahnya. Melainkan tangan orang lain. Ingin sekali ia membuka mata, tapi ia nggak berani. Lalu, sentuhan tangan itu berakhir dengan kecupan manis dikeningnya.

Gue mencintai lo, Fy... Batin cowok yang tadi menyentuh pipinya dan mengecup keningnya. Lalu, cowok itu pergi meninggalkan Ify dan berjalan menuju ruang tamu yang sedikit kotor.

“Bagaimana keadaan om?” Tanya cowok itu penuh perhatian.

***

Gadis itu berlari-lari ketakutan. Nafasnya tersengal-sengal. Keringatnya mengucur deras membasahi wajahnya. Dibelakangnya, ada makhluk aneh menyeramkan yang siap memakan tubuh kecilnya. Ify berteriak sekencang-kencangnya. Ia berusaha mencari tempat persembunyian yang aman. Namun, tidak ata satupun tempat yang bisa melindunginya dari kejaran makhluk aneh itu.

“HUAAA!! TOLONG IFY!! TOLONG IFY!!” Teriak cewek itu ketakutan.

Makhluk itu tertawa devil mendengar teriakan mangsanya yang ketakutan. Sebentar lagi, kau akan menjadi santapan malamku gadis manis.. Ucap makhluk itu dalam hati.

Sementara Ify, ia terus berlari dan berlari tanpa memerhatikan jalan dan... BUUKK!! Kepalanya menghantam tubuh seseorang yang hampir mau jatuh. Mendadak Ify lega karena ia yakin cowok itu dapat melindunginya dari kejaran makhluk aneh itu, walau ia nggak tau siapa cowok itu.

“Eh, ada apa ini?” Tanya cowok itu heran melihat seorang gadis yang sedang bersembunyi dibelakang punggungnya.

“Itu.. Ada.. Ada..”

Ify membuka matanya dan menyadari bahwa makhluk itu sudah tidak ada. Hah? Kok bisa? Kemana makhluk itu? Kini, hanya ia dan cowok asing saja yang berada di tempat aneh ini. Ini aneh. Apa sebenarnya yang terjadi denganku?

“Lho? Ify? Kenapa ada disini?” Tanya cowok itu.

Sepertinya, ia mengenali suara itu. Bukannya suara itu....

“Hah? E.. Elo?” Tanya Ify kaget sambil menunjuk ke arah cowok itu.

Ternyata, cowok itu tak lain adalah Rio. Kakak kelasnya yang sangat menyebalkan. Mengapa Rio bisa ada disini? Ify melihat Rio yang sedang tersenyum yang membuatnya semakin kesal. Sok manis! Sok cakep! Dia kira, gue klepek-klepek apa liat senyumannya?

Tiba-tiba Rio menggenggam tangannya, membuat Ify kaget. “Fy, lo mau kan jadi cewek gue?” Tembaknya.

Tentu saja Ify kaget. “Hah? Jadi cowok lo? Hahaha... Ngaca dong! Cowok kayak lo nggak cocok jadi pacar gue yang cantik ini!” Ucapnya sambil menghilangkan kekagetannya.

“Nggak cocok? Cocok nggak cocok, yang penting lo harus jadi pacar gue! Harus!”

Rio keras kepala juga. Wajah Ify pun memerah menahan amarah dan kekesalannya. Kenapa sih tuh cowok? Gue kan nggak mau! Kenapa dia maksa juga?

“Gue nggak mau jadi pacar lo! Nggak mau!” Kata Ify.

“Pokoknya lo harus mau!” Balas Rio.

“Nggak!”

Keduanya sama-sama kukuh dengan pendirian masing-masing. Karena nggak tahan juga, akhirnya Ify memutuskan pergi menjauhi Rio. Malas tau nyari ribut sama cowok ngeselin itu. Tapi, tak sebegitu mudah ia meninggalkan tempat itu karena Rio sudah mencengkram erat tangannya. Membuat Ify nggak bisa mencari celah buat kabur.

“Lepasin gue!” Bentak Ify.

“Kamu nggak bisa lepas begitu saja dari aku, sayang..” Kata Rio seraya memeluk Ify dengan erat.

***

“Fy, bangun Fy! Nanti kamu terlambat sekolah!”

Suara khas Ayahnya membuat Ify membelakakan mata. Cepat-cepat ia bangun, lalu ia tak sengaja melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Apa? Kenapa bisa setelat ini? Tiba-tiba ia teringat dengan mimpinya. Sialan! Desisnya.

Ify menatap Ayahnya tajam. Lalu ia bergegas turun dan menyambar handuknya. Kalo ia nggak cepat-cepat, jangan harap pintu gerbang masih dibuka. Sementara Ayahnya menggeleng-geleng melihat tingkah putrinya.

Cukup tiga menit Ify mandi walau nggak yakin bersih ato nggak, Ify memakai seragam sekolah dan mengambil roti bakar yang ada di meja makan. Kayaknya nggak bisa ini sarapan, lebih baik langung berangkat aja.

“Pa, ayo berangkat!” Kata Ify.

“Oh, ayo!” Kata Anwar.

Sayangnya, jalan raya mulai macet. Kayak nggak tau Jakarta aja, motor pun lambat juga. Ya jelaslah, motor buntut sial itu selalu saja membuatnya sebal. Gawat ini! Motor buntut sialan itu nggak bisa ngebut! Bakal mati gue!

“Pa, Ify telat Pa!” Kata Ify panik sementara jarak sekolahnya lumayan jauh dari rumahnya.

Anwar berusaha menjalankan motornya dengan cepat sambil menahan rasa nyeri di dadanya. Rasa nyeri yang setiap harinya selalu menghantuinya. Namun, Anwar nggak akan membiarkan putrinya menderita. Dan motor itu pun bisa ngebut juga berkat kerja kerasnya.

Sial! Pintu gerbang sudah ditutp rapat!

Ketika motor buntut itu tiba di depan gerbang, wajah Ify menjadi pucat. Lapangan utama yang bisa sedikit ia lihat tampak sepi. Pasti sudah bel sejak tadi. Ify mendengus kesal. Semua ini bukan salah motor buntut itu, bukan juga kesalahannya karena terlambat bangun. Melainkan kesalahan cowok sialan yang bernama Rio.

Gara-gara mimpiin cowok itu, Ify jadi terlambat bangun. Mimipinya itu memang aneh. Aneh sekali. Perasaan, ia sudah baca do’a tuh sebelum tidur. Terekam jelas di otaknya ketika ia dipaksa Rio menjadi kekasihnya. Hueeek!! Terkahir, Rio memeluknya dengan erat. Apa maksudnya ini?

“Fy, maaf.” Kata Anwar pelan.

Ify nggak mempedulikan Ayahnya dan memilih mendekati gerbang. Siapa tau ada keajaiban disana. Ya, semoga satpam itu mau membukakannya pintu.

***

Hampir jam tujuh! Sivia jadi panik sendiri. Ify mana? Kenapa sahabatnya itu belum juga datang? Sivia yakin sekali di luar sana, gerbang sudah ditutup rapat dan Ify nggak bisa masuk ke dalam sekolah sebelum berhadapan dengan satpam yang dikenal galak dan bertubuh besar serta kekar itu.

Beberapa menit kemudian, Sivia melihat kedatangan Shilla dari kantin. Buktinya, Shilla membawa dua beng-beng dan tiga permen lolipop. Banyak banget. Untuk siapa itu? Sivia pun menyapa Shilla. Namun, Shilla cuek dengannya seakan-akan ia dan Shilla nggak saling mengenal.

Shilla kenapa? Batin Sivia bingung.

“Shilla! Boleh minta loliponya?” Kata Sivia.

Baru Shilla mau menengok ke belakang. Diam-diam, Shilla memerhatikan Sivia yang menurutnya nggak cantik sama sekali. Hah! Mana mungkin kak Alvin naksir sama dia? Lagipula, kak Alvin sudah punya pacar. Shilla tersenyum miris. Susah sekali mendapatkan kakak kelasnya itu. Musuh utamanya adalah Zevana yang adalah kekasih Alvin saat ini.

Shilla ingat saat ia mengunjungi rumah Agni. Sampai sekarang, Shilla ingin saja tersenyum mengingat kejadian kemarin. Agni begitu terpesona melihat gerakannya yang lincah dan pada akhirnya Agni menerimanya sebagai anggota cheers pengganti Dea. Hebat bukan! Padahal Shilla nggak ikut tes.

“Gue kagum. Lo hebat banget Shill, bahkan lo lebih hebat dari Dea.” Puji Agni.

Inilah diri gue yang sebenarnya. Gue hanya pura-pura diam dan bertindak kalem. Asal lo tau, sewaktu SMP gue itu Most Wanted Girl dan tentu saja gue mengikuti ekskul cheers dan gue pernah dijadikan kapten. Lihat saja besok, Shilla bakal berubah menjadi bidadari cantik yang akan menguasai sekolah ini, lihat saja!

“Vi, lo naksir nggak sama Alvin?” Tanya Shilla tiba-tiba yang membuat Sivia kaget.

Syukurlah, seorang guru masuk ke dalam kelasnya dan Shilla bisa kembali ke asalnya dan nggak menanyainya lagi. Ada apa dengan Shilla? Dan.. Mana Ify?

***

Satpam yang biasanya menjaga di pos dekat pintu gerbang nggak kelihatan batang hidungnya. Kemana satpam itu? Ify bertanya-tanya dalam hati. Tapi, pintu gerbang di gembok dan ia nggak akan bisa masuk sebelum menemukan kuncinya. Kecuali...

“Kalo gue manjat gerbang!” Seru Ify.

Memanjat pintu gerbang adalah hal gila. Mana mungkin gadis seperti Ify bisa melakukannya? Lagipula, dia make rok dan bukan pake celana. Jadinya, Ify sedikit ragu.

“Gila! Apa jadinya nanti kalo gue mati sewaktu gue jatuh dari gerbang?” Tanya Ify.

Dari arah belakang, sebuah tangan menyentuh pundaknya. Mendadak Ify kaget dan membalikkan badan. Dan.. Ify nggak tau apakah ia kesal atau tidak. Yang jelas, wajahnya sedikit gugup dan nggak tau harus berbuat apa.

Mimpi itu...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar