Part 6
.
.
.
“Siapa?”
Bi Sari nggak
menjawab. Wanita yang kira-kira berusia tiga puluhan tahun itu menyuruh Agni
untuk keluar kamar dan pergi ke ruang tamu. Agni sedikit heran. Siapa tamu itu? Kok kayak penting gitu ya?
Setelah sampai di
ruang tamu, Agni melihat seorang cewek yang duduk manis di sofanya. Sepertinya
ia nggak asing lagi dengan cewek itu. Bukannya...
Bukannya cewek itu teman Sivia?
Cewek itu menyapa
Agni. “Hai kak!”
“Mau apa lo datang
kesini?” Tanya Agni sedikit ketus.
Cewek yang ternyata
adalah Shilla itu berusaha menguasai keadaan. Agni memang begitu. Suka cepat
marah dan ketus. Maklum, ia kan sahabat Sivia, pantas saja Agni membentkanya.
“Aku cuma ingin
daftar ekskul cheers aja.” Jawab Shilla.
Mendengar jawaban
Shilla, Agni tertawa ngakak. Nggak salah dengar tuh? Mana mungkin Shilla bisa
menjadi anggota cheers! Walau badannya oke juga, tapi Agni nggak yakin tubuh
Shilla itu lentur dan dapat bebas bergerak dengan cepat.
“Lo mau gabung?”
Tanya Agni akhirnya.
Shilla mengangguk
sangat yakin.
“Oke. Gue terima
kedatangan lo di ekskul cheers asalkan lo mampu dan bisa menguasai aneka
gerakan dan teknik pada cheers. Deal?”
Giliran Shilla yang
ingin sekali tertawa lepas, tapi ia usahakan agar tawanya nggak sekeras tawa
Agni. Hanya cukup dengan senyuman saja. Siapa
takut?
***
Jam dinding di
kamarnya menunjukkan hampir pukul sebelas malam, dan Ayahnya belum juga pulang.
Sedikit ia merasakan kegelisahan. Tapi, karena kebencian dan ketidaksukaannya
dengan Ayahnya, rasa gelisah itu menghilang. Ify biarkan saja malam ini ia
bebas sendirian di rumah.
Terserah jika lelaki sok pelit itu nggak mau pulang. Gue
nggak peduli! Batin Ify.
Kedua matanya tertuju pada sebuah hanphone lamanya yang sudah tidak dapat
berfungsi lagi. Ify mengambil handphone malang itu sembari memakinya.
“Hello HP jadul! Lo
sekongkol ya dengan Papa gue? Hahaha... Lebih baik gue buang aja lo!”
Dan, HP jadul itu
ia lempar keluar jendela dan nggak tau sekarang ada dimana. Perlahan, air
matanya menetes membasahi pipinya. Sebenarnya, ia sangat membutuhkan HP itu.
Dengan HP itu, ia bisa berkomunikasi dengan Sivia dari jarak manapun.
“Hiks.. Papa jahat!
Papa jahat! Mama... Temani Ify ma.. Ify sendirian disini ma.. Hiks.. Apa lebih
baik Ify menyusul Mama?”
Pikiran negatif itu
sering membuatnya hilang kesadaran. Pernah ia memegang pisau tajam dan akan ia
tusukkan pisau itu di dadanya. Namun, bayangan Ayahnya yang sedih dan pucat
mengacaukan segalanya.
Kini, hanya
sahabatlah yang ia butuhkan. Bukan Ayah atau yang lainnya. Apalagi pacar!
Namun, wajah tampan Cakka membuatnya tidak bisa berhenti mengejar cowok itu
walau dalam diam. Seandainya Cakka menyukainya.. Ia berjanji nggak akan sedih
lagi dan hidup bahagia selama-lamanya.
Sebuah suara mesin
motor terdengar jelas ditelinganya. Ify mendengus kesal. Cepat-cepat ia tidur
agar Ayahnya tau kalo ia sudah tidur sejak tadi. Ini kan sudah malam. Biasanya
Ify tidur sekitar pukul sembilanan.
Tiba-tiba, ia
merasa ada yang menyentuh pipinya. Tangannya begitu lembut. Bahkan
sangat-sangat lembut. Ify yakin sekali itu bukan tangan Ayahnya. Melainkan
tangan orang lain. Ingin sekali ia membuka mata, tapi ia nggak berani. Lalu,
sentuhan tangan itu berakhir dengan kecupan manis dikeningnya.
Gue mencintai lo, Fy... Batin cowok yang tadi menyentuh pipinya dan mengecup
keningnya. Lalu, cowok itu pergi meninggalkan Ify dan berjalan menuju ruang
tamu yang sedikit kotor.
“Bagaimana keadaan
om?” Tanya cowok itu penuh perhatian.
***
Gadis itu
berlari-lari ketakutan. Nafasnya tersengal-sengal. Keringatnya mengucur deras
membasahi wajahnya. Dibelakangnya, ada makhluk aneh menyeramkan yang siap
memakan tubuh kecilnya. Ify berteriak sekencang-kencangnya. Ia berusaha mencari
tempat persembunyian yang aman. Namun, tidak ata satupun tempat yang bisa
melindunginya dari kejaran makhluk aneh itu.
“HUAAA!! TOLONG
IFY!! TOLONG IFY!!” Teriak cewek itu ketakutan.
Makhluk itu tertawa
devil mendengar teriakan mangsanya yang ketakutan. Sebentar lagi, kau akan menjadi santapan malamku gadis manis.. Ucap
makhluk itu dalam hati.
Sementara Ify, ia
terus berlari dan berlari tanpa memerhatikan jalan dan... BUUKK!! Kepalanya
menghantam tubuh seseorang yang hampir mau jatuh. Mendadak Ify lega karena ia
yakin cowok itu dapat melindunginya dari kejaran makhluk aneh itu, walau ia
nggak tau siapa cowok itu.
“Eh, ada apa ini?”
Tanya cowok itu heran melihat seorang gadis yang sedang bersembunyi dibelakang
punggungnya.
“Itu.. Ada.. Ada..”
Ify membuka matanya
dan menyadari bahwa makhluk itu sudah tidak ada. Hah? Kok bisa? Kemana makhluk itu? Kini, hanya ia dan cowok asing
saja yang berada di tempat aneh ini. Ini
aneh. Apa sebenarnya yang terjadi denganku?
“Lho? Ify? Kenapa
ada disini?” Tanya cowok itu.
Sepertinya, ia
mengenali suara itu. Bukannya suara itu....
“Hah? E.. Elo?”
Tanya Ify kaget sambil menunjuk ke arah cowok itu.
Ternyata, cowok itu
tak lain adalah Rio. Kakak kelasnya yang sangat menyebalkan. Mengapa Rio bisa
ada disini? Ify melihat Rio yang sedang tersenyum yang membuatnya semakin
kesal. Sok manis! Sok cakep! Dia kira,
gue klepek-klepek apa liat senyumannya?
Tiba-tiba Rio
menggenggam tangannya, membuat Ify kaget. “Fy, lo mau kan jadi cewek gue?”
Tembaknya.
Tentu saja Ify
kaget. “Hah? Jadi cowok lo? Hahaha... Ngaca dong! Cowok kayak lo nggak cocok
jadi pacar gue yang cantik ini!” Ucapnya sambil menghilangkan kekagetannya.
“Nggak cocok? Cocok
nggak cocok, yang penting lo harus jadi pacar gue! Harus!”
Rio keras kepala
juga. Wajah Ify pun memerah menahan amarah dan kekesalannya. Kenapa sih tuh cowok? Gue kan nggak mau!
Kenapa dia maksa juga?
“Gue nggak mau jadi
pacar lo! Nggak mau!” Kata Ify.
“Pokoknya lo harus
mau!” Balas Rio.
“Nggak!”
Keduanya sama-sama
kukuh dengan pendirian masing-masing. Karena nggak tahan juga, akhirnya Ify
memutuskan pergi menjauhi Rio. Malas tau nyari ribut sama cowok ngeselin itu.
Tapi, tak sebegitu mudah ia meninggalkan tempat itu karena Rio sudah
mencengkram erat tangannya. Membuat Ify nggak bisa mencari celah buat kabur.
“Lepasin gue!”
Bentak Ify.
“Kamu nggak bisa
lepas begitu saja
dari aku, sayang..” Kata Rio seraya memeluk Ify dengan erat.
***
“Fy, bangun Fy!
Nanti kamu terlambat sekolah!”
Suara khas Ayahnya
membuat Ify membelakakan mata. Cepat-cepat ia bangun, lalu ia tak sengaja
melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Apa? Kenapa bisa
setelat ini? Tiba-tiba ia teringat dengan mimpinya. Sialan! Desisnya.
Ify menatap Ayahnya
tajam. Lalu ia bergegas turun dan menyambar handuknya. Kalo ia nggak
cepat-cepat, jangan harap pintu gerbang masih dibuka. Sementara Ayahnya
menggeleng-geleng melihat tingkah putrinya.
Cukup tiga menit
Ify mandi walau nggak yakin bersih ato nggak, Ify memakai seragam sekolah dan
mengambil roti bakar yang ada di meja makan. Kayaknya nggak bisa ini sarapan,
lebih baik langung berangkat aja.
“Pa, ayo
berangkat!” Kata Ify.
“Oh, ayo!” Kata
Anwar.
Sayangnya, jalan
raya mulai macet. Kayak nggak tau Jakarta aja, motor pun lambat juga. Ya
jelaslah, motor buntut sial itu selalu saja membuatnya sebal. Gawat ini! Motor buntut sialan itu nggak
bisa ngebut! Bakal mati gue!
“Pa, Ify telat Pa!”
Kata Ify panik sementara jarak sekolahnya lumayan jauh dari rumahnya.
Anwar berusaha
menjalankan motornya dengan cepat sambil menahan rasa nyeri di dadanya. Rasa
nyeri yang setiap harinya selalu menghantuinya. Namun, Anwar nggak akan
membiarkan putrinya menderita. Dan motor itu pun bisa ngebut juga berkat kerja
kerasnya.
Sial! Pintu gerbang sudah ditutp rapat!
Ketika motor buntut
itu tiba di depan gerbang, wajah Ify menjadi pucat. Lapangan utama yang bisa
sedikit ia lihat tampak sepi. Pasti sudah bel sejak tadi. Ify mendengus kesal.
Semua ini bukan salah motor buntut itu, bukan juga kesalahannya karena
terlambat bangun. Melainkan kesalahan cowok sialan yang bernama Rio.
Gara-gara mimpiin
cowok itu, Ify jadi terlambat bangun. Mimipinya itu memang aneh. Aneh sekali.
Perasaan, ia sudah baca do’a tuh sebelum tidur. Terekam jelas di otaknya ketika
ia dipaksa Rio menjadi kekasihnya. Hueeek!! Terkahir, Rio memeluknya dengan
erat. Apa maksudnya ini?
“Fy, maaf.” Kata
Anwar pelan.
Ify nggak
mempedulikan Ayahnya dan memilih mendekati gerbang. Siapa tau ada keajaiban
disana. Ya, semoga satpam itu mau membukakannya pintu.
***
Hampir jam tujuh!
Sivia jadi panik sendiri. Ify mana? Kenapa sahabatnya itu belum juga datang?
Sivia yakin sekali di luar sana, gerbang sudah ditutup rapat dan Ify nggak bisa
masuk ke dalam sekolah sebelum berhadapan dengan satpam yang dikenal galak dan
bertubuh besar serta kekar itu.
Beberapa menit
kemudian, Sivia melihat kedatangan Shilla dari kantin. Buktinya, Shilla membawa
dua beng-beng dan tiga permen lolipop. Banyak banget. Untuk siapa itu? Sivia
pun menyapa Shilla. Namun, Shilla cuek dengannya seakan-akan ia dan Shilla
nggak saling mengenal.
Shilla kenapa? Batin Sivia bingung.
“Shilla! Boleh
minta loliponya?” Kata Sivia.
Baru Shilla mau
menengok ke belakang. Diam-diam, Shilla memerhatikan Sivia yang menurutnya
nggak cantik sama sekali. Hah! Mana
mungkin kak Alvin naksir sama dia? Lagipula, kak Alvin sudah punya pacar. Shilla
tersenyum miris. Susah sekali mendapatkan kakak kelasnya itu. Musuh utamanya
adalah Zevana yang adalah kekasih Alvin saat ini.
Shilla ingat saat
ia mengunjungi rumah Agni. Sampai sekarang, Shilla ingin saja tersenyum
mengingat kejadian kemarin. Agni begitu terpesona melihat gerakannya yang
lincah dan pada akhirnya Agni menerimanya sebagai anggota cheers pengganti Dea.
Hebat bukan! Padahal Shilla nggak ikut tes.
“Gue kagum. Lo
hebat banget Shill, bahkan lo lebih hebat dari Dea.” Puji Agni.
Inilah diri gue yang sebenarnya. Gue hanya pura-pura diam
dan bertindak kalem. Asal lo tau, sewaktu SMP gue itu Most Wanted Girl dan
tentu saja gue mengikuti ekskul cheers dan gue pernah dijadikan kapten. Lihat
saja besok, Shilla bakal berubah menjadi bidadari cantik yang akan menguasai
sekolah ini, lihat saja!
“Vi, lo naksir
nggak sama Alvin?” Tanya Shilla tiba-tiba yang membuat Sivia kaget.
Syukurlah, seorang
guru masuk ke dalam kelasnya dan Shilla bisa kembali ke asalnya dan nggak
menanyainya lagi. Ada apa dengan Shilla?
Dan.. Mana Ify?
***
Satpam yang
biasanya menjaga di pos dekat pintu gerbang nggak kelihatan batang hidungnya. Kemana satpam itu? Ify bertanya-tanya
dalam hati. Tapi, pintu gerbang di gembok dan ia nggak akan bisa masuk sebelum
menemukan kuncinya. Kecuali...
“Kalo gue manjat
gerbang!” Seru Ify.
Memanjat pintu
gerbang adalah hal gila. Mana mungkin gadis seperti Ify bisa melakukannya?
Lagipula, dia make rok dan bukan pake celana. Jadinya, Ify sedikit ragu.
“Gila! Apa jadinya nanti
kalo gue mati sewaktu gue jatuh dari gerbang?” Tanya Ify.
Dari arah belakang,
sebuah tangan menyentuh pundaknya. Mendadak Ify kaget dan membalikkan badan.
Dan.. Ify nggak tau apakah ia kesal atau tidak. Yang jelas, wajahnya sedikit
gugup dan nggak tau harus berbuat apa.
Mimpi itu...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar