expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 12 April 2015

All of Revenges ( Part 8 )



Part 8

.

“Hei nona! Kau belum mengucapkan terimakasih padaku karena aku telah menolongmu.” Kata Harry. Lelaki itu duduk di samping Tay.

Tay merasa tidak nyaman berada di dekat Harry. Ia memutuskan untuk pergi. Namun ketika ia berdiri, Harry malah menyuruhnya untuk tetap diam.

“Kau kira, aku adalah penyakit yang harus kau hindari?” Tanya Harry. Tay terdiam dan entah mengapa seluruh tubuhnya menjadi kaku. “Tetaplah disini.” Sambung Harry.

Melihat hal yang tidak biasa dari Harry, Zayn mulai menaruh curiga. Biasanya, Harry sangat cuek dengan siapapun. Termasuk pada cewek-cewek karena Harry anti sekali dengan yang namanya makhluk berjenis wanita. Zayn baru ingat bahwa Harry dan Tay adalah saudara. Mungkin karena hal itu Harry lebih akrab dengan Tay. Pertanyaannya, apakah Tay tay bahwa ia adalah saudara Harry?

“Maaf. Aku harus pergi.” Akhirnya Tay mengucapkan kalimat itu dan pergi meninggalkan kantin. Sungguh, ia tidak sanggup berbicara dengan Harry. Melihat wajahnya pun ia tidak sanggup karena ia sangat malu. Terutama karena kejadian semalam itu.

Setelah Tay pergi, Zayn melirik ke arah Harry dengan berbagai pertanyaan. “Kau menolong Tay?” Tanya Zayn.

“Ya. Kemarin kaki Tay sakit dan sepertinya kakinya sekarang sudah sembuh. Aku mengantarnya pulang karena dia tidak bisa jalan sendiri.” Jawab Harry.
“Kau menggendongnya?” Tanya Zayn.

Harry berusaha menahan tawanya. “Tidak mungkin aku menggendongnya. Pasti dia mengamuk jika aku menggendongnya.” Ucapnya.

“Hmm.. Baiklah. Tapi, aku merasa ada yang lain darimu, saat kau menatap Tay dan berbicara dengan Tay.”

Harry terdiam dan berusaha mencerna kata demi kata yang diucapkan Zayn. Ia akui. Dirinya memang sedikit berubah saat mulai merasakan sebuah perasaan yang baginya aneh. Dimulai dari saat ia mendengar suara lembut Tay saat bernyanyi.

“Aku tidak mengerti maksudmu.” Kata Harry akhirnya.

Zayn tau kalau Harry berbohong. “Jujurlah Har, kau menyukai Tay?” Tanyanya yang membuat Harry kaget. Kaget sekali. Lelaki itu tidak menyangka kalau Zayn bisa mengeluarkan pertanyaan itu.

Harry berusaha untuk tenang. “Tidak. Aku tidak mungkin menyukai adikku sendiri. Darimana kau dapat menyimpulkan kalau aku menyukai Tay?” Jawab dan tanya Harry.

“Tatapanmu. Tatapanmu sangat berbeda. Tatapanmu seakan-akan menandakan kalau kau ingin memilikinya. Dan tatapan itu terlihat jelas kecemburuan.” Jawab Zayn.

Harry teringat saat Louis berbicara, menarik tangan Tay dan memeluk Tay. Hatinya menjadi panas. Apa itu yang dinamakan cemburu? Apa ia cemburu melihat Tay bersama Louis?

“Sudahlah Zayn. Jangan membahas tentang Tay lagi. Dan aku harus memikirkan dendam yang hampir ku lupakan.”

Dendamnya pada Tay hampir ia lupakan karena semakin lama Harry semakin ragu dengan dendamnya ini. Dendam yang tidak pasti karena seharusnya dendam itu bukan untuk Tay, melainkan Ayah Tay yang juga Ayahnya.

“Harry, lupakan dendam itu. Sekarang, Tay adalah adikmu. Kau harus menjaganya. Sekali lagi, dendammu itu tidak berguna.”

Sekarang, Harry berada di dua pilihan. Antara melanjutkan dendamnya atau memilih untuk membuang dendamnya dan kembali menjadi lelaki normal seperti lainnya. Tapi Harry terlalu sedih jika ia tidak menuntaskan dendam itu. Ia sedih melihat Ibunya.

“Aku bingung.” Kata Harry.

Zayn tersenyum. “Apa Tay sudah tau kalau kau dan dia adalah saudara?” Tanyanya dan Harry menggHannahngkan kepalanya. “Sebaiknya kau ceritakan tentang kejadian yang sebenarnya. Aku yakin setelah kau menceritakan pada Tay, kau tidak akan bingung lagi.” Sambungnya.

Tidak mungkin menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Tay dalam waktu yang dekat ini. Harry yakin Tay tidak akan percaya dengan ceritanya. Harry memutuskan untuk diam dan sementara waktu melupakan dendamnya itu.

Tiba-tiba Zayn teringat sesuatu. “Kau tau antara Tay dan Lou memiliki sebuah hubungan?” Tanyanya.

Mendengar pertanyaan itu, Harry merasa tidak suka. “Darimana kau tau? Apa mereka sudah saling mengenal?” Tanyanya.

“Tay berkata seperti itu. Tapi Tay tidak menyukai Louis. Memangnya kenapa? Kau cemburu jika suatu saat Tay pacaran dengan Louis?”

Harry tau Zayn sedang menggodanya dan membuat hatinya panas. Harry melihat jam di tangannya. Ada sesuatu yang penting yang harus ia urus.

“Zayn, aku pergi dulu.” Kata Harry singkat lalu pergi meninggalkan Zayn.

Sementara Zayn tersenyum penuh arti saat melihat punggung Harry yang semakin mengecil dipenglihatannya.

***

 Langkah Tay sedikit tergesa-gesa. Gadis itu seperti ingin cepat-cepat meninggalkan tempat ini dan memilih untuk bekerja. Tay tau perjuangan hidupnya semakin hari semakin besar dan Tay harus bisa mencari uang sebanyak-banyaknya. Tay ingat kejadian tadi. Gadis itu berusaha menenangkan diri. Dan Harry, ia tidak tau mengapa ia malu dan gugup saat bertemu lelaki itu. ‘Aku harus mengakhiri semuanya!’ Batin Tay. Ia ingin menjadi dirinya yang seperti dulu. Cuek, kasar dan anti cowok.

“Tay!” Seru suara seorang gadis yang tidak lain adalah Hannah.

Tay memberhentikan langkahnya. “Hannah, kau ada jam kuliah hari ini?” Tanyanya.

“Tidak ada. Tapi aku hanya ingin datang saja.” Jawab Hannah. “Ohya, kau ingin kerja bukan?” Tanyanya dan dibalas anggukan oleh Tay. Tay pun pergi dan Hannahanor melanjutkan langkahnya.

Sebenarnya, Hannah tidak tau akan kemana ia pergi. Ia berjalan sesuai kehendak hatinya. Ketika ia sampai di salah satu tempat terangker di kampusnya, Hannah terhenti. Kedua matanya melihat Louis yang sedang bergaul bersama preman-preman kampusnya. Hannahanor berusaha untuk tenang. ‘Ada apa dengan Louis?’ Batinnya. Jujur, Hannah merasa kasihan dan sedih melihat semua itu.

Tiba-tiba, dari arah belakang, Hannah tidak tau kalau ada dua lelaki yang ingin membekapnya. Seingatnya, Hannah merasa mulutnya dibekap dan tubuhnya ditarik paksa oleh dua lelaki itu. Selanjutnya semuanya menjadi gelap.

***

Perlahan, Hannah membuka kedua matanya yang terasa berat. Kepalanya sedikit pusing. Hal pertama yang ia lihat ada berkas cahaya yang menyilaukan. Lalu berubah menjadi kamarnya sendiri. Hannah berusaha mengingat hal terakhir saat sebelum ia pingsan. Bukannya….

“Kau sudah sadar?”

Jantung Hannah serasa berhenti berdetak saat mendengar suara itu. Suara itu… Pelan-pelan Hannah menoleh ke kanan, tepat suara itu berasal.

“Lou.. Louis..” Ucapnya tidak percaya.

Louis tersenyum kecil. Baru kali ini Hannah melihat Louis tersenyum, dan senyum itu sangat indah. “Tadi, kau di bekap oleh dua preman kampus kita. Aku berusaha untuk menyelamatkanmu dan aku berhasil. Akhirnya aku membawamu pulang. Syukurlah kau sadar.” Ucapnya.

Hannah ingat saat ia di di tarik paksa oleh dua lelaki yang tidak dikenalinya dan ia pingsan seketika. Tuhan memang baik. Louis datang menyelamatkannya dan ia rasa hal itu sangat mustahil. Louis adalah lelaki yang cuek, tapi Louis memiliki jiwa sosial yang tinggi.

“Thanks banyak ya Lou, aku tidak tau apa jadinya kalau kau tidak menolongku.” Kata Hannah.

“No problem.” Jawab Louis singkat.

Kini, kesempatan untuk berbicara dengan Louis terbuka lebar. Hannah yakin Louis mau berbicara dengannya. “Berapa lama aku pingsan?” Tanya Hannah.

“Kurang lebih dua jam.” Jawab Louis.

Dua jam? Batin Hannah. Lama sekali. Dan di waktu itu Louis menunggunya hingga ia sadar? “Lou, selama dua jam kau menungguku? Mana Liam? Mana Ayah dan Ibu?” Tanyanya.

“Iya. Ibumu ada disini. Ayahmu sedang kerja dan Liam sedang pergi bersama kekasihnya.” Jawab Louis.

Hannah menjadi merasa bersalah karena telah merepotkan Louis. “Aku tau kalau aku sangat merepotkanmu.” Ucapnya.

“Tidak apa-apa.” Jawab Louis.

Hannah bingung mau bicara apa lagi. “Mmm… Kau terliaht beda. Kau tidak cuek seperti kemarin-kemarin. Kau…”

Belum sHannahsai Hannah melanjutkan ucapannya, pintu kamarnya terbuka dan wajah marah seorang gadis menakuti Louis dan juga Hannah.

“Lou!” Bentak gadis itu.

***
           
Tay merasakan ada yang tidak beres dengan hari ini. Ia yang siap dengan gitarnya langsung membatalkan niat untuk bekerja. Pikirannya tertuju pada Hannah. ‘Sebaiknya aku ke rumahnya saja.’ Kata Tay dalam hati. Gadis itu pun memutuskan untuk pergi ke rumah Hannah.

            Sesampai di rumah Hannah, Ibu Hannah memberitahu bahwa Hannah pingsan karena akan diculik oleh dua lelaki tidak dikenal dan ada seorang lelaki yang telah menolongnya. Tay sudah menduga bahwa Hannah sedang tidak baik.

            “Maaf karena aku tidak bisa menjaga Hannah.” Kata Tay menyesal.

            Ibu Hannah tersenyum. “Jangan khawatir. Sepertinya Hannah sudah mempunyai seorang kekasih dan kekasihnya itulah yang menyelamatkannya.” Ucapnya.

            Tay menjadi penasaran. “Dimana Hannah?” Tanyanya.

            “Di kamarnya.” Jawab Ibu Hannah.

            Secepat mungkin Tay berlari menuju kamar Hannah yang terletak di lantai atas. Setelah sampai di depan pintu kamar Hannah, Tay membuka pintunya dan kaget melihat ada Louis duduk disana. Suhu tubuh Tay menjadi naik. Ia begitu marah dengan lelaki itu.

“Lou!” Bentaknya.

Seketika itu juga tubuh Louis menjadi lemas saat mendengar suara kasar itu. Sedangkan Hannah terlihat mulai gugup. Jujur, Hannah tidak menyukai kedatangan Tay di kamarnya.

“Lou! Apa yang telah kau lakukan dengan Hannah? Kau menidurinya?!” Bentak Tay.

Tentu saja Hannah marah dengan bentakan Tay yang sangat tidak masuk akal itu. “Tay! Kalau bicara jangan sembarangan! Lou telah menolongku.” Ucapnya.

Louis mulai merasakan bau-bau tidak enak. Lelaki itu memilih untuk meninggalkan kamar Hannah. Namun Hannah melarangnya. “Lou, tetaplah disini. Dan kau Tay, sebaiknya kau pulang saja.” Ucapnya.

Tay tau bahwa Hannah sangat mencintai Louis lebih dari apapun dan Hannah kapan saja bisa melupakannya dan menganggapnya sebagai orang setelah Louis. Namun Tay tidak ingin membiarkan Hannah merasakan apa yang pernah ia rasakan sewaktu dulu, sewaktu ia dekat dengan Louis.

“Hannah, aku tau kau sangat mencintai Lou. Sudah aku bilang, Lou bukan lelaki yang baik. Kau salah mencintai orang!” Kata Tay.

Hannah langsung berdiri walau kepalanya masih pusing. “Tay! Sebaiknya kau pergi saja! Atau kau cemburu kalau aku berdua dengan Lou disini?”

Hannah ingat dengan cerita Liam saat mengatakan bahwa Tay dan Louis sepertinya sudah dekat sejak dulu dan mereka mempunyai hubungan khusus. Apakah Tay adalah mantan Louis? Hannah melirik ke arah Louis. Lelaki itu terlihat diam walau sedikit tidak tenang. Dan wajah lelaki itu sangat pucat. Hannah merasa kasihan dengan Louis.

Sementara Tay berusaha menysusun kalimat yang sempurna. “Hannah, dengarkan aku. Kalau kau ingin selamat, sebaiknya kau jangan mendekati Louis. Aku takut sesuatu yang buruk yang terjadi denganmu. Karena aku adalah sahabatmu, aku berhak melindungimu dari siapa saja.” Ucapnya.

Hannah mulai paham apa maksud dari ucapan Tay. “Tay, Lou lelaki yang baik. Apa kau kira Lou adalah lelaki brengsek seperti…”

Belum sempat Hannah melanjutkan ucapannya, Louis langsung memotongnya. “Tay benar. Aku bukan lelaki yang baik. Jadi, kau harus berusaha untuk berhenti mencintaiku.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Louis pergi meninggalkan kamar Hannah.

Setelah Louis pergi, Hannah menatap Tay dengan segala kebingungannya Jadi.. Apa benar Louis telah membuat Tay menjadi…..

“Hannah, suatu hari aku akan menceritakan tentang kisah burukku dengan Louis. Maafkan aku Hannah kalau aku telah membuatmu sakit.” Kata Tay pelan.

“Ta.. Tapi Tay, apa Louis…”

“Sekarang kau istirahat. Aku disini menemanimu.” Kata Tay dan diangguki oleh Hannah. Namun, dipikiran gadis itu tertuju pada Louis, dan ucapan Louis tadi.

***

Lelaki itu berjalan pulang ke rumahnya dengan tubuh yang sedikit linglung. Jika diperhatikan, lelaki itu seperti sedang mabuk. Pelan-pelan lelaki itu membuka pintu rumahnya dan langsung disambut oleh kakak perempuannya.

“Lou! Kau habis mabuk?” Tanya Audrey, kakak Louis.

Louis menggeleng pelan. “Aku hanya lelah saja.” Ucapnya lalu masuk ke dalam rumah. Namun Audrey menahannya. “Kau sedang tidak baik Lou. Belakang-belakangan ini wajahmu sering pucat dan kau sering batuk. Apa kau tidak bermaksud untuk pergi ke rumah sakit?” Tanyanya.

“Percuma!” Jawab Louis ketus lalu cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya. Audrey menggHannahngkan kepalanya melihat gelagat aneh dari adiknya itu.

Sementara Louis, lelaki itu membanting tubuhnya di atas kasur yang lumayan kacau. Karena sejak pagi tadi tidak dirapikan oleh Louis. Tapi Louis tidak peduli. Ia tidak peduli dengan kebersihan.

“Tay.. Sampai kapan aku dihantui rasa bersalah? Sudah hampir delapan tahun aku dihantui oleh rasa bersalahku dan kau tidak mau memaafkanku.” Kata Louis sambil membayangkan sosok Tay.

“Tay.. Aku mencintaimu. Sejak dulu aku mencintaimu. Tapi aku tau bahwa aku tidak pantas denganmu. Bahkan dengan gadis siapapun. Termasuk Hannah.”

Louis ingat dengan Hannah. Gadis itu sangat mencintainya dan sangat mengharapkannya. Tapi Louis tidak bisa menerima cinta Hannah yang begitu besar. Seandainya ia dan Tay tidak saling mengenal, kemungkinan besar ia akan menyukai Hannah.

Tiba-tiba, lelaki itu terbatuk dengan keras. Louis merasa dadanya sangat sakit. Dan ia merasa ada cairan yang membekas ditangannya saat ia batuk tadi. Darah! Batin Louis. Louis tau, sudah lama ia terkena penyakit ini. Tapi ia tidak mau memberitahu kepada siapapun. Termasuk kedua orangtuanya sendiri. Louis lebih memilih untuk menyimpannya sendiri.

“Lihat Tay! Aku menderita sekarang karena penyakitku ini. Apa kau puas?” Tanya Louis frustasi. “Tapi tidak apa-apa, aku akan memperparah penyakitku ini. Aku sudah lelah hidup di dunia ini, dan biarkan neraka menungguku disana..” Sambungnya sedih.

Jika Tay mau memaafkannya… Jika Tay mau baikan lagi dengannya… Jika Tay mau berkata halus dengannya… Jika ia bisa memiliki Tay…..

***

Malam membuatnya merasakan kenyamanan karena angin malam yang dirasanya mampu membuat tubuhnya lebih segar. Harry duduk di teras rumahnya ditemani secangkir kopi panas. Di sekitar rumahnya tampak sepi. Ya, Harry lebih memilih untuk tingga jauh dari keramaian karena sekarang ia sendiri dan ia tidak butuh siapapun.

Harry teringat dengan Tay. ‘Apa lebih baik aku memberitahunya? Tentang Ayahnya?’ Tanyanya dalam hati. ‘Tapi, mengapa aku seperti tidak rela menceritakannya?’

Tidak mungkin ia menyukai Tay karena baginya haram menyukai gadis itu. Walau gadis itu telah mendatangkan perasaan-perasaan aneh. Perasaan yang membuatnya bingung.

PRANGG !!!

Tiba-tiba Harry mendengar sesuatu. Sesuatu yang tidak biasa. Cepat-cepat Harry berlari ke dalam rumahnya. Tepatnya di dapur. Harry tidak menyangka melihat Ibunya yang melempar segala barang yang ada di dapur.

“Bu! Ibu kenapa? Berhenti!” Kata Harry.

Donna-nama Ibu Harry-menoleh ke arahnya dengan wajah yang begitu mengerikan. Harry penasaran dengan sikap Ibunya yang tidak biasa. Apa yang terjadi dengan Ibunya? Apa Ibunya sudah sadar?

“Harry! Kau harus membunuh pria itu! Aku tidak sabar untuk melihat mayatnya.” Kata Donna.

Deg! Jantung Harry serasa berhenti berdetak mendengar ucapan Ibunya. Memang benar. Ibunya sudah sadar dan mulai mengingat siapa lelaki yang telah menghancurkan hidupnya. Lelaki yang tidak lain adalah Ayahnya sendiri.

“Tenang Bu. Aku tau kalau Ibu sangat membenci Tom. Aku juga Bu. Aku juga membenci Tom.” Kata Harry.

Donna menatap Harry tajam. “Aku tidak peduli. Intinya, kau harus membunuh Tom. Juga semua keluarganya!” Ucapnya.

Harry terdiam mendengar ucapan Ibunya. Juga keluarganya. Apa keluarganya itu yang dimaksud adalah Tay? Jadi, apakah ia harus membuat Tay menderita?

“Ibu ingat bahwa Tom mempunyai anak gadis. Kenapa kau tidak membunuhnya saja dan menyerahkan mayatnya padaku?” Kata Donna lagi.

Harry langsung mengangkat kepalanya. “Aku.. Aku tidak bisa bu.. Tay adalah adikku sendiri.. Aku..”

“Tidak bisa kenapa? Dia bukan adikmu walau dia adalah anak Tom! Ibu tidak mau tau. Besok, kau harus membawa mayatnya atau Ibu akan mati.”

Pisau tajam itu kini berada di tangan Ibunya. Pisau itu seakan-akan ingin memutuskan urat nadi yang ada di tangan itu. Harry bergidik ngeri melihat pisau tajam itu. Tidak! Ia tidak mau Ibunya mati. Jika Ibunya mati, ia sendiri dan kemungkinan besar ia akan menyusul Ibunya.

Ada satu cara agar Ibunya tetap hidup. Yaitu membunuh Tay!

***
           
Nafanysa ngos-ngosan. Keringat dingin keluar membahasi seluruh tubuhnya. Tay terbangun dari mimpi buruknya. Gadis itu melirik jam wekernya. Pukul tiga pagi. Tay berusaha untuk tenang. Pelan-pelan, ia tarik nafasnya, lalu ia keluarkan. Setelah tenang, Tay mencoba memikirkan mimpinya tadi. Mimpi yang baginya sangat nyata.

            Dalam mimpi, ia bertemu seorang lelaki yang tidak di kenalinya yang ingin bermain-main dengannya. Sebisa mungkin Tay menghindar. Namun lelaki itu berhasil menangkapnya dan melakukan hal-hal yang dapat membuat Tay teringat masa lalunya.

            Masa lalunya dengan Louis.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar