Part
8
.
“Hei nona! Kau belum mengucapkan
terimakasih padaku karena aku telah menolongmu.” Kata Harry. Lelaki itu duduk
di samping Tay.
Tay merasa tidak nyaman berada di
dekat Harry. Ia memutuskan untuk pergi. Namun ketika ia berdiri, Harry malah
menyuruhnya untuk tetap diam.
“Kau kira, aku adalah penyakit
yang harus kau hindari?” Tanya Harry. Tay terdiam dan entah mengapa seluruh
tubuhnya menjadi kaku. “Tetaplah disini.” Sambung Harry.
Melihat hal yang tidak biasa dari
Harry, Zayn mulai menaruh curiga. Biasanya, Harry sangat cuek dengan siapapun.
Termasuk pada cewek-cewek karena Harry anti sekali dengan yang namanya makhluk
berjenis wanita. Zayn baru ingat bahwa Harry dan Tay adalah saudara. Mungkin
karena hal itu Harry lebih akrab dengan Tay. Pertanyaannya, apakah Tay tay
bahwa ia adalah saudara Harry?
“Maaf. Aku harus pergi.” Akhirnya
Tay mengucapkan kalimat itu dan pergi meninggalkan kantin. Sungguh, ia tidak
sanggup berbicara dengan Harry. Melihat wajahnya pun ia tidak sanggup karena ia
sangat malu. Terutama karena kejadian semalam itu.
Setelah Tay pergi, Zayn melirik ke
arah Harry dengan berbagai pertanyaan. “Kau menolong Tay?” Tanya Zayn.
“Ya. Kemarin kaki Tay sakit dan
sepertinya kakinya sekarang sudah sembuh. Aku mengantarnya pulang karena dia
tidak bisa jalan sendiri.” Jawab Harry.
“Kau menggendongnya?” Tanya Zayn.
Harry berusaha menahan tawanya.
“Tidak mungkin aku menggendongnya. Pasti dia mengamuk jika aku menggendongnya.”
Ucapnya.
“Hmm.. Baiklah. Tapi, aku merasa
ada yang lain darimu, saat kau menatap Tay dan berbicara dengan Tay.”
Harry terdiam dan berusaha
mencerna kata demi kata yang diucapkan Zayn. Ia akui. Dirinya memang sedikit
berubah saat mulai merasakan sebuah perasaan yang baginya aneh. Dimulai dari
saat ia mendengar suara lembut Tay saat bernyanyi.
“Aku tidak mengerti maksudmu.”
Kata Harry akhirnya.
Zayn tau kalau Harry berbohong.
“Jujurlah Har, kau menyukai Tay?” Tanyanya yang membuat Harry kaget. Kaget
sekali. Lelaki itu tidak menyangka kalau Zayn bisa mengeluarkan pertanyaan itu.
Harry berusaha untuk tenang.
“Tidak. Aku tidak mungkin menyukai adikku sendiri. Darimana kau dapat
menyimpulkan kalau aku menyukai Tay?” Jawab dan tanya Harry.
“Tatapanmu. Tatapanmu sangat
berbeda. Tatapanmu seakan-akan menandakan kalau kau ingin memilikinya. Dan
tatapan itu terlihat jelas kecemburuan.” Jawab Zayn.
Harry teringat saat Louis
berbicara, menarik tangan Tay dan memeluk Tay. Hatinya menjadi panas. Apa itu
yang dinamakan cemburu? Apa ia cemburu melihat Tay bersama Louis?
“Sudahlah Zayn. Jangan membahas
tentang Tay lagi. Dan aku harus memikirkan dendam yang hampir ku lupakan.”
Dendamnya pada Tay hampir ia
lupakan karena semakin lama Harry semakin ragu dengan dendamnya ini. Dendam
yang tidak pasti karena seharusnya dendam itu bukan untuk Tay, melainkan Ayah
Tay yang juga Ayahnya.
“Harry, lupakan dendam itu.
Sekarang, Tay adalah adikmu. Kau harus menjaganya. Sekali lagi, dendammu itu
tidak berguna.”
Sekarang, Harry berada di dua
pilihan. Antara melanjutkan dendamnya atau memilih untuk membuang dendamnya dan
kembali menjadi lelaki normal seperti lainnya. Tapi Harry terlalu sedih jika ia
tidak menuntaskan dendam itu. Ia sedih melihat Ibunya.
“Aku bingung.” Kata Harry.
Zayn tersenyum. “Apa Tay sudah tau
kalau kau dan dia adalah saudara?” Tanyanya dan Harry menggHannahngkan
kepalanya. “Sebaiknya kau ceritakan tentang kejadian yang sebenarnya. Aku yakin
setelah kau menceritakan pada Tay, kau tidak akan bingung lagi.” Sambungnya.
Tidak mungkin menceritakan
kejadian yang sebenarnya pada Tay dalam waktu yang dekat ini. Harry yakin Tay
tidak akan percaya dengan ceritanya. Harry memutuskan untuk diam dan sementara
waktu melupakan dendamnya itu.
Tiba-tiba Zayn teringat sesuatu.
“Kau tau antara Tay dan Lou memiliki sebuah hubungan?” Tanyanya.
Mendengar pertanyaan itu, Harry
merasa tidak suka. “Darimana kau tau? Apa mereka sudah saling mengenal?”
Tanyanya.
“Tay berkata seperti itu. Tapi Tay
tidak menyukai Louis. Memangnya kenapa? Kau cemburu jika suatu saat Tay pacaran
dengan Louis?”
Harry tau Zayn sedang menggodanya
dan membuat hatinya panas. Harry melihat jam di tangannya. Ada sesuatu yang
penting yang harus ia urus.
“Zayn, aku pergi dulu.” Kata Harry
singkat lalu pergi meninggalkan Zayn.
Sementara Zayn tersenyum penuh
arti saat melihat punggung Harry yang semakin mengecil dipenglihatannya.
***
Langkah Tay sedikit
tergesa-gesa. Gadis itu seperti ingin cepat-cepat meninggalkan tempat ini dan
memilih untuk bekerja. Tay tau perjuangan hidupnya semakin hari semakin besar
dan Tay harus bisa mencari uang sebanyak-banyaknya. Tay ingat kejadian tadi.
Gadis itu berusaha menenangkan diri. Dan Harry, ia tidak tau mengapa ia malu
dan gugup saat bertemu lelaki itu. ‘Aku harus mengakhiri semuanya!’ Batin Tay.
Ia ingin menjadi dirinya yang seperti dulu. Cuek, kasar dan anti cowok.
“Tay!” Seru suara seorang gadis
yang tidak lain adalah Hannah.
Tay memberhentikan langkahnya. “Hannah,
kau ada jam kuliah hari ini?” Tanyanya.
“Tidak ada. Tapi aku hanya ingin
datang saja.” Jawab Hannah. “Ohya, kau ingin kerja bukan?” Tanyanya dan dibalas
anggukan oleh Tay. Tay pun pergi dan Hannahanor melanjutkan langkahnya.
Sebenarnya, Hannah tidak tau akan
kemana ia pergi. Ia berjalan sesuai kehendak hatinya. Ketika ia sampai di salah
satu tempat terangker di kampusnya, Hannah terhenti. Kedua matanya melihat
Louis yang sedang bergaul bersama preman-preman kampusnya. Hannahanor berusaha
untuk tenang. ‘Ada apa dengan Louis?’ Batinnya. Jujur, Hannah merasa kasihan
dan sedih melihat semua itu.
Tiba-tiba, dari arah belakang, Hannah
tidak tau kalau ada dua lelaki yang ingin membekapnya. Seingatnya, Hannah
merasa mulutnya dibekap dan tubuhnya ditarik paksa oleh dua lelaki itu.
Selanjutnya semuanya menjadi gelap.
***
Perlahan, Hannah membuka kedua
matanya yang terasa berat. Kepalanya sedikit pusing. Hal pertama yang ia lihat
ada berkas cahaya yang menyilaukan. Lalu berubah menjadi kamarnya sendiri. Hannah
berusaha mengingat hal terakhir saat sebelum ia pingsan. Bukannya….
“Kau sudah sadar?”
Jantung Hannah serasa berhenti
berdetak saat mendengar suara itu. Suara itu… Pelan-pelan Hannah menoleh ke
kanan, tepat suara itu berasal.
“Lou.. Louis..” Ucapnya tidak
percaya.
Louis tersenyum kecil. Baru kali
ini Hannah melihat Louis tersenyum, dan senyum itu sangat indah. “Tadi, kau di
bekap oleh dua preman kampus kita. Aku berusaha untuk menyelamatkanmu dan aku
berhasil. Akhirnya aku membawamu pulang. Syukurlah kau sadar.” Ucapnya.
Hannah ingat saat ia di di tarik
paksa oleh dua lelaki yang tidak dikenalinya dan ia pingsan seketika. Tuhan
memang baik. Louis datang menyelamatkannya dan ia rasa hal itu sangat mustahil.
Louis adalah lelaki yang cuek, tapi Louis memiliki jiwa sosial yang tinggi.
“Thanks banyak ya Lou, aku tidak
tau apa jadinya kalau kau tidak menolongku.” Kata Hannah.
“No problem.” Jawab Louis singkat.
Kini, kesempatan untuk berbicara
dengan Louis terbuka lebar. Hannah yakin Louis mau berbicara dengannya. “Berapa
lama aku pingsan?” Tanya Hannah.
“Kurang lebih dua jam.” Jawab
Louis.
Dua jam? Batin Hannah. Lama
sekali. Dan di waktu itu Louis menunggunya hingga ia sadar? “Lou, selama dua
jam kau menungguku? Mana Liam? Mana Ayah dan Ibu?” Tanyanya.
“Iya. Ibumu ada disini. Ayahmu
sedang kerja dan Liam sedang pergi bersama kekasihnya.” Jawab Louis.
Hannah menjadi merasa bersalah
karena telah merepotkan Louis. “Aku tau kalau aku sangat merepotkanmu.”
Ucapnya.
“Tidak apa-apa.” Jawab Louis.
Hannah bingung mau bicara apa
lagi. “Mmm… Kau terliaht beda. Kau tidak cuek seperti kemarin-kemarin. Kau…”
Belum sHannahsai Hannah
melanjutkan ucapannya, pintu kamarnya terbuka dan wajah marah seorang gadis
menakuti Louis dan juga Hannah.
“Lou!” Bentak gadis itu.
***
Tay merasakan ada yang tidak beres
dengan hari ini. Ia yang siap dengan gitarnya langsung membatalkan niat untuk
bekerja. Pikirannya tertuju pada Hannah. ‘Sebaiknya aku ke rumahnya saja.’ Kata
Tay dalam hati. Gadis itu pun memutuskan untuk pergi ke rumah Hannah.
Sesampai di
rumah Hannah, Ibu Hannah memberitahu bahwa Hannah pingsan karena akan diculik
oleh dua lelaki tidak dikenal dan ada seorang lelaki yang telah menolongnya.
Tay sudah menduga bahwa Hannah sedang tidak baik.
“Maaf
karena aku tidak bisa menjaga Hannah.” Kata Tay menyesal.
Ibu Hannah
tersenyum. “Jangan khawatir. Sepertinya Hannah sudah mempunyai seorang kekasih
dan kekasihnya itulah yang menyelamatkannya.” Ucapnya.
Tay menjadi
penasaran. “Dimana Hannah?” Tanyanya.
“Di
kamarnya.” Jawab Ibu Hannah.
Secepat
mungkin Tay berlari menuju kamar Hannah yang terletak di lantai atas. Setelah
sampai di depan pintu kamar Hannah, Tay membuka pintunya dan kaget melihat ada
Louis duduk disana. Suhu tubuh Tay menjadi naik. Ia begitu marah dengan lelaki
itu.
“Lou!” Bentaknya.
Seketika itu juga tubuh Louis
menjadi lemas saat mendengar suara kasar itu. Sedangkan Hannah terlihat mulai
gugup. Jujur, Hannah tidak menyukai kedatangan Tay di kamarnya.
“Lou! Apa yang telah kau lakukan
dengan Hannah? Kau menidurinya?!” Bentak Tay.
Tentu saja Hannah marah dengan
bentakan Tay yang sangat tidak masuk akal itu. “Tay! Kalau bicara jangan
sembarangan! Lou telah menolongku.” Ucapnya.
Louis mulai merasakan bau-bau
tidak enak. Lelaki itu memilih untuk meninggalkan kamar Hannah. Namun Hannah
melarangnya. “Lou, tetaplah disini. Dan kau Tay, sebaiknya kau pulang saja.”
Ucapnya.
Tay tau bahwa Hannah sangat
mencintai Louis lebih dari apapun dan Hannah kapan saja bisa melupakannya dan
menganggapnya sebagai orang setelah Louis. Namun Tay tidak ingin membiarkan Hannah
merasakan apa yang pernah ia rasakan sewaktu dulu, sewaktu ia dekat dengan
Louis.
“Hannah, aku tau kau sangat
mencintai Lou. Sudah aku bilang, Lou bukan lelaki yang baik. Kau salah
mencintai orang!” Kata Tay.
Hannah langsung berdiri walau
kepalanya masih pusing. “Tay! Sebaiknya kau pergi saja! Atau kau cemburu kalau
aku berdua dengan Lou disini?”
Hannah ingat dengan cerita Liam
saat mengatakan bahwa Tay dan Louis sepertinya sudah dekat sejak dulu dan
mereka mempunyai hubungan khusus. Apakah Tay adalah mantan Louis? Hannah
melirik ke arah Louis. Lelaki itu terlihat diam walau sedikit tidak tenang. Dan
wajah lelaki itu sangat pucat. Hannah merasa kasihan dengan Louis.
Sementara Tay berusaha menysusun
kalimat yang sempurna. “Hannah, dengarkan aku. Kalau kau ingin selamat,
sebaiknya kau jangan mendekati Louis. Aku takut sesuatu yang buruk yang terjadi
denganmu. Karena aku adalah sahabatmu, aku berhak melindungimu dari siapa
saja.” Ucapnya.
Hannah mulai paham apa maksud dari
ucapan Tay. “Tay, Lou lelaki yang baik. Apa kau kira Lou adalah lelaki brengsek
seperti…”
Belum sempat Hannah melanjutkan
ucapannya, Louis langsung memotongnya. “Tay benar. Aku bukan lelaki yang baik.
Jadi, kau harus berusaha untuk berhenti mencintaiku.” Setelah mengucapkan
kalimat itu, Louis pergi meninggalkan kamar Hannah.
Setelah Louis pergi, Hannah
menatap Tay dengan segala kebingungannya Jadi.. Apa benar Louis telah membuat
Tay menjadi…..
“Hannah, suatu hari aku akan
menceritakan tentang kisah burukku dengan Louis. Maafkan aku Hannah kalau aku
telah membuatmu sakit.” Kata Tay pelan.
“Ta.. Tapi Tay, apa Louis…”
“Sekarang kau istirahat. Aku
disini menemanimu.” Kata Tay dan diangguki oleh Hannah. Namun, dipikiran gadis
itu tertuju pada Louis, dan ucapan Louis tadi.
***
Lelaki itu berjalan pulang ke
rumahnya dengan tubuh yang sedikit linglung. Jika diperhatikan, lelaki itu
seperti sedang mabuk. Pelan-pelan lelaki itu membuka pintu rumahnya dan langsung
disambut oleh kakak perempuannya.
“Lou! Kau habis mabuk?” Tanya
Audrey, kakak Louis.
Louis menggeleng pelan. “Aku hanya
lelah saja.” Ucapnya lalu masuk ke dalam rumah. Namun Audrey menahannya. “Kau
sedang tidak baik Lou. Belakang-belakangan ini wajahmu sering pucat dan kau
sering batuk. Apa kau tidak bermaksud untuk pergi ke rumah sakit?” Tanyanya.
“Percuma!” Jawab Louis ketus lalu
cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya. Audrey menggHannahngkan kepalanya melihat
gelagat aneh dari adiknya itu.
Sementara Louis, lelaki itu
membanting tubuhnya di atas kasur yang lumayan kacau. Karena sejak pagi tadi
tidak dirapikan oleh Louis. Tapi Louis tidak peduli. Ia tidak peduli dengan
kebersihan.
“Tay.. Sampai kapan aku dihantui
rasa bersalah? Sudah hampir delapan tahun aku dihantui oleh rasa bersalahku dan
kau tidak mau memaafkanku.” Kata Louis sambil membayangkan sosok Tay.
“Tay.. Aku mencintaimu. Sejak dulu
aku mencintaimu. Tapi aku tau bahwa aku tidak pantas denganmu. Bahkan dengan
gadis siapapun. Termasuk Hannah.”
Louis ingat dengan Hannah. Gadis
itu sangat mencintainya dan sangat mengharapkannya. Tapi Louis tidak bisa
menerima cinta Hannah yang begitu besar. Seandainya ia dan Tay tidak saling
mengenal, kemungkinan besar ia akan menyukai Hannah.
Tiba-tiba, lelaki itu terbatuk
dengan keras. Louis merasa dadanya sangat sakit. Dan ia merasa ada cairan yang
membekas ditangannya saat ia batuk tadi. Darah! Batin Louis. Louis tau, sudah
lama ia terkena penyakit ini. Tapi ia tidak mau memberitahu kepada siapapun.
Termasuk kedua orangtuanya sendiri. Louis lebih memilih untuk menyimpannya
sendiri.
“Lihat Tay! Aku menderita sekarang
karena penyakitku ini. Apa kau puas?” Tanya Louis frustasi. “Tapi tidak
apa-apa, aku akan memperparah penyakitku ini. Aku sudah lelah hidup di dunia
ini, dan biarkan neraka menungguku disana..” Sambungnya sedih.
Jika Tay mau memaafkannya… Jika Tay
mau baikan lagi dengannya… Jika Tay mau berkata halus dengannya… Jika ia bisa
memiliki Tay…..
***
Malam membuatnya merasakan
kenyamanan karena angin malam yang dirasanya mampu membuat tubuhnya lebih
segar. Harry duduk di teras rumahnya ditemani secangkir kopi panas. Di sekitar
rumahnya tampak sepi. Ya, Harry lebih memilih untuk tingga jauh dari keramaian
karena sekarang ia sendiri dan ia tidak butuh siapapun.
Harry teringat dengan Tay. ‘Apa
lebih baik aku memberitahunya? Tentang Ayahnya?’ Tanyanya dalam hati. ‘Tapi,
mengapa aku seperti tidak rela menceritakannya?’
Tidak mungkin ia menyukai Tay
karena baginya haram menyukai gadis itu. Walau gadis itu telah mendatangkan
perasaan-perasaan aneh. Perasaan yang membuatnya bingung.
PRANGG !!!
Tiba-tiba Harry mendengar sesuatu.
Sesuatu yang tidak biasa. Cepat-cepat Harry berlari ke dalam rumahnya. Tepatnya
di dapur. Harry tidak menyangka melihat Ibunya yang melempar segala barang yang
ada di dapur.
“Bu! Ibu kenapa? Berhenti!” Kata
Harry.
Donna-nama Ibu Harry-menoleh ke
arahnya dengan wajah yang begitu mengerikan. Harry penasaran dengan sikap
Ibunya yang tidak biasa. Apa yang terjadi dengan Ibunya? Apa Ibunya sudah
sadar?
“Harry! Kau harus membunuh pria
itu! Aku tidak sabar untuk melihat mayatnya.” Kata Donna.
Deg! Jantung Harry serasa berhenti
berdetak mendengar ucapan Ibunya. Memang benar. Ibunya sudah sadar dan mulai
mengingat siapa lelaki yang telah menghancurkan hidupnya. Lelaki yang tidak
lain adalah Ayahnya sendiri.
“Tenang Bu. Aku tau kalau Ibu
sangat membenci Tom. Aku juga Bu. Aku juga membenci Tom.” Kata Harry.
Donna menatap Harry tajam. “Aku
tidak peduli. Intinya, kau harus membunuh Tom. Juga semua keluarganya!”
Ucapnya.
Harry terdiam mendengar ucapan
Ibunya. Juga keluarganya. Apa
keluarganya itu yang dimaksud adalah Tay? Jadi, apakah ia harus membuat Tay
menderita?
“Ibu ingat bahwa Tom mempunyai
anak gadis. Kenapa kau tidak membunuhnya saja dan menyerahkan mayatnya padaku?”
Kata Donna lagi.
Harry langsung mengangkat
kepalanya. “Aku.. Aku tidak bisa bu.. Tay adalah adikku sendiri.. Aku..”
“Tidak bisa kenapa? Dia bukan
adikmu walau dia adalah anak Tom! Ibu tidak mau tau. Besok, kau harus membawa
mayatnya atau Ibu akan mati.”
Pisau tajam itu kini berada di
tangan Ibunya. Pisau itu seakan-akan ingin memutuskan urat nadi yang ada di
tangan itu. Harry bergidik ngeri melihat pisau tajam itu. Tidak! Ia tidak mau
Ibunya mati. Jika Ibunya mati, ia sendiri dan kemungkinan besar ia akan
menyusul Ibunya.
Ada satu cara agar Ibunya tetap hidup.
Yaitu membunuh Tay!
***
Nafanysa ngos-ngosan. Keringat
dingin keluar membahasi seluruh tubuhnya. Tay terbangun dari mimpi buruknya.
Gadis itu melirik jam wekernya. Pukul tiga pagi. Tay berusaha untuk tenang.
Pelan-pelan, ia tarik nafasnya, lalu ia keluarkan. Setelah tenang, Tay mencoba
memikirkan mimpinya tadi. Mimpi yang baginya sangat nyata.
Dalam
mimpi, ia bertemu seorang lelaki yang tidak di kenalinya yang ingin
bermain-main dengannya. Sebisa mungkin Tay menghindar. Namun lelaki itu
berhasil menangkapnya dan melakukan hal-hal yang dapat membuat Tay teringat
masa lalunya.
Masa
lalunya dengan Louis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar