Part 4
.
.
.
Sejak tiba di
sekolah, Sivia terus saja memikirkan kejadian kemarin. Kejadian yang sangat tak
disangkanya. Ify yang duduk di samping Sivia ingin bertanya. Tapi melihat
keadaan Sivia yang menurutnya tak baik untuk diganggu, maka Ify memutuskan
untuk diam dan mengerjakan tugas sosiologi yang diberikan oleh ketua kelas
karena Pak Aziz, guru sosiologi mereka berhalangan masuk hari ini.
“Fy! Nomer enam
jawabannya apa?” Tanya Debo.
Ify menoleh
kebelakang. Dengan bisikan lirih, Ify menjawab pertanyaan Debo. Debo
mengangguk-angguk dan melanjutkan pada tugasnya.
“Fy...” Lirih
Sivia.
“Ya Vi? Ada apa?
Tumben lo lemas?” Tanya Ify. Akhirnya Sivia mau bicara juga.
“Mmm.. Nggak ada
deh.” Jawab Sivia.
Ify tau kalo Sivia
sedang menyembunyikan suatu masalah. Hmm.. Ngomong-ngomong, tumben ya Sivia
seperti ini? Biasanya tuh anak cuek aja dengan segala masalah yang menimpanya.
Lha ini?
“Ya udah. Tapi lo
jangan kayak gin terus. Enek tau gue liatnya.”
Entah sejak kapan
kelas yang tadinya sepi kini menjadi ribut. Terutama diributkan oleh suara
cewek. Sebenarnya Ify nggak suka mendengar celotehan cewek-cewek yang
menurutnya nggak berguna. Tapi, ada satu topik yang membuatnya dipenuhi dengan
tanda tanya.
“Lo tau nggak, di
kelas 11-IPA1 ada murid baru. Cowok lagi dan sumpah! Gantengnya minta ampun.”
“Yeee.. Emang lo
udah tau apa gimana wajahnya?”
“Hehe.. Belum
kok..”
Murid baru? Cowok?
Jangan-jangan... Ah! Sudahlah Fy, jangan pikirkan cowok yang pernah nolongin lo
itu. Sebaiknya lo harus melupakannya. Tapi masuk akal juga kan murid baru itu
adalah cowok yang nolongin dia? Eh.. Tunggu! Cowok itu kan nolongin dia
beberapa hari yang lalu, dan kedatangan murid baru itu baru sekarang dibicarain
dan enggak kemari-kemarin. Pusing deh!
“Fy..”
Astaga! Hampir saja
Ify mau loncat karena kaget. Argh, Debo! Cowok itu kini udah ada dihadapannya
sambil memamerkan senyum dan cengirannya. Bisa nggak sih cowok itu nggak
menganggunya barang sehari aja?
“Lo denger Fy?”
Tanya Debo.
“Dengar apa?”
“Itu. Katanya ada
murid baru.”
Ify terdiam.
“Gue jadi penasaran
bagaimana wajah tuh kakak kelas. Tapi gue bisa nebak kalo wajahnya masih
gantengan gue. Ya kan, Fy?”
Bukannya tertawa,
Ify malah terdiam sambil memikirkan sesuatu. Debo memerhatikan wajah Ify dengan
seksama, seakan-akan ingin mencari sebuah jawaban. Namun sayangnya jawaban itu
tidak ia temukan karena jalan pikiran Ify sulit ia tebak.
“Fy..”
“Eh, apa?” Tanya
Ify sedikit kaget.
“Hmmm.. Nggak ada
deh.” Jawab Debo akhirnya.
Sivia yang tadinya
diam akhirnya ikut bicara juga. Karena mungkin ia penasaran dan ingin tau
berita kedatangan murid baru yang katanya cakep, keren dan manis.
“Ntar kita ke kelas
11-IPA1 aja, gimana?” Usul Sivia dan diangguki Debo. Sementara Ify ragu untuk
mengangguk.
“Fy, lo mikirin
apa?” Tanya Sivia.
“Ng.. Iya.. Iya..
Gue ikut juga..” Jawab Ify.
***
Biasanya, pada jam
istirahat Ify cs langsung ngacir ke kantin. Tapi hari ini kunjungan ke kantin
mereka pending. Ada sesuatu yang penting yang harus mereka datangi. Yaitu pergi
ke kelas 11-IPA1.
“Lo yakin kesana?”
Tanya Ify ragu.
“Tentu.” Jawab
Debo.
Sivia yang berada
di belakang Ify dan Debo sibuk memainkan ponselnya. Jari-jarinya yang lincah
menekan-nekan tombol di ponselnya. Kayaknya tuh cewek lagi smsan deh.
“Eh Vi, lo nggak
nyari Kak Alvin?” Tanya Debo.
Yang ditanya hanya
mengangkat bahu sekaligus cuek. Yaiyalah, Sivia selalu saja cuek jika
membicarakan tentang Alvin. Tapi kali ini, ada ekspresi lain yang ditunjukkan
Sivia diantara ekspresi cuek dan dinginnya.
Apa cara gue salah? Batin Sivia.
Sesampai di depan
kelas 11-IPA1, ketiganya berhenti sejenak. Masing-masing bingung mau melakukan
apa. Debo hendak mencari Irsyad, teman futsallnya. Ia dan Irsyad lumayan akrab.
Debo kan banyak akrab dengan kakak kelas. Apalagi yang kelas dua belas.
“Hei!”
Debo tersenyum
lega. Ternyata Irsyad yang menyapanya. Cowok yang bernama Irsyad itu menatap
Debo dengan heran. Kok tumben ya Debo datang ke kelasnya? Ada apa ini? Ditambah
lagi dua gadis yang manis-manis. Setau Irsyad, gadis yang berpipi chubby itu
adalah pacar Alvin.
“Hei bro! Ada apa
lo kesini?” Tanya Irsyad.
“Ng... Cuma mau
tanya aja. Emang disini murid baru itu ya?”
Irsyad tersenyum.
Namun senyuman itu terkesan berbeda dengan senyuman biasanya. “Ya. Ada apa? Lo
mau kenalan sama murid baru itu?”
“Oh, nggak-nggak!
Tapi nggak tau juga sih sama dua cewek ini.” Kata Debo melirik ke arah Ify dan
Sivia.
Tanpa mereka duga,
seorang cowok berpenampilan keren melewati mereka. Sesaat, Ify dan Sivia
melongo melihat cowok yang bagi mereka sangat lain. Ah, itu kan murid baru itu?
Wajah Ify berubah menjadi pucat. Cowok itu kan....
“Rio!” Seru Irsyad
ragu.
Yang dipanggil
menoleh kebelakang. Memandangi empat manusia yang juga sedang memandanginya.
Kedua matanya pun terpusat pada cowok yang sangat dikenalnya, namun cowok yang
dikenalnya itu mungkin udah melupakannya.
Debo tau kalo Rio
sedang memerhatikannya. Tuhan... Bukannya cowok yang bernama Rio itu yang ia
temui ketika ia otw kantin sama ketika ia hendak pulang dari rumah Ify?
Tiba-tiba Debo teringat dengan seorang anak laki-laki kira-kira beusia lima
belas tahun yang tergeletak tanpa nyawa di tengah-tengah jalan raya yang ramai.
Masa lalu itu membuat rasa bersalahnya kembali hadir menghantui hidupnya.
“Rio.” Ucapnya
memperkenalkan diri.
“Oh.. Mmm... Debo.
Maradiko Julian Debo. Dan ini teman gue. Ify dan Sivia.” Kata Debo dengan suara
yang pelan dan gugup.
Pertama, Debo yang
bersalaman dengan Rio. Lalu dilanjutkan dengan Ify lalu Sivia. Sivia yang
sedaritadi menunduk mulai mengangkat wajahnya. Sialnya, matanya bertemu dengan
mata Rio yang seperti... Nggak tau kenapa. Bulu kuduknya merinding ketika ia
melihat mata Rio yang baginya sangat mengerikan.
“Ng.. Gue balik
dulu aja ya.” Kata Sivia buru-buru lalu meninggalkan Ify, Debo, Rio dan Irsyad.
Sudah gue duga! Mereka semua pada takut sama gue! Batin Rio.
Giliran Irsyad yang
bicara. “Gue mau ke perpus dulu. See you.. And remmember, ntar sore kita
latihan futsall and must be on time!”
Setelah kepergian
Irsyad, suasana berubah menjadi hening. Namun dibelakang sana, murid-murid yang
kebanyakan cewek menintip ketiganya dari jarak yang lumayan jauh.
“Murid baru itu
aneh ya?”
“He-eh. Kok ada
yang lain ya dari murid baru itu?”
“Bener-bener.
Wajahnya sih emang keren. Tapi... Kok terkesan menakutkan gitu ya? Gue aja
sampe merinding dibuatnya.”
Itulah beberapa
komentar dari cewek-cewek yang mengintip Rio dan lainnya. Dan tentu saja
cewek-cewek itu anak 11-IPA1 karena mereka yang pertama kali mengenali murid
baru bernama Rio yang terkesan penuh misteri dan menyebarkan ketakutan di
kelas.
Back to Rio, Ify
dan Debo. Setelah Ify mendapatkan suatu kesimpulan, ia jadi lega. Memang benar.
Cowok yang bernama Rio itulah yang menolongnya sewaktu ia tepeleset dari
tangga. Tapi syukurlah, kakinya kini udah baikan dan nggak pincang lagi.
Ify pun bicara.
“Ng.. Kakak ya yang pernah nolong Ify di tangga itu?” Tanyanya ragu. Berharap
jawabannya adalah ‘iya’. Sementara Debo menatap Ify heran. Ify pernah bertemu
Rio sebelumnya? Entah mengapa hatinya terasa panas.
Tapi, jawaban dari
Rio di luar dugaannya. “Bukan. Mungkin kamu salah orang. Aku
baru saja datang di sekolah ini.” Jawabnya.
Alhasil, pipi Ify
berubah jadi merah karena malu. Ya ampun Fy.. Lo geer sekali! Jelas nggak
mungkinlah Rio yang nolongin lo. Tapi.. Mengapa wajah Rio mirip dengan orang
yang menolongnya? Apa Rio mempunyai saudara kembar?
“Ng.. Kakak punya
saudara kembar nggak?” Tanya Ify.
Lama-lama, Debo
merasakan ada yang nggak beres dengan otak Ify. Tadi Ify menanyai tentang orang
yang menolongnya di tangga itu, dan sekarang Ify menanyai apakah Rio mempunyai
saudara kembar atau tidak.
“Tidak. Aku tidak
mempunyai saudara kembar.” Jawab Rio.
Cewek-cewek yang
mengintip pembicaraan itu kembali berbisik-bisik.
“Heh, kok adik
kelas itu nggak takut ya?”
“Iya. Gue juga
heran.”
Pertanyaan-pertanyaan
itu membuat kepala mereka jadi pusing. Lebih pusing mikirin masalah itu
daripada hafalin rumus fisika.
“Mmm.. Kita balik
dulu ya.” Kata Debo akhirnya. Jujur, ia nggak nyaman berada di situasi ini.
Debo menarik tangan Ify agar Ify mau ikut pergi dengannya. Tapi sayang, Ify
nggak puas dengan jawaban yang diberikan Rio.
“Lo duluan aja.
Ntar gue nyusul.” Bisik Ify.
“Tapi..”
“Aku pergi dulu ya.
Kalian kalo mau balik silahkan saja.” Kata Rio lalu meninggalkan Ify dan Debo.
Melihat Rio pergi,
Ify ingin memanggil Rio. Tapi ia urungkan. Nggak sopan sekali kan
manggil-manggil nama orang dengan sekenanya yang belum kita kenal dengan baik?
***
Ify memandangi
langit sore yang lumayan cerah. Ia rebahkan tubuhnya di atas rumput hijau yang
segar. Kedua tangannya ia lipat ke atas dan kepala yang menindih tangannya.
Kumpulan awan-awan putih yang bergabung dan membentuk aneka ragam macam bentuk
tak beraturan yang menjadi pusat perhatiannya.
Tadi, ia melihat
awan yang membentuk gambar kucing. Lalu berubah menjadi kapal dan bentuk tadi
pun menjadi hilang digantikan oleh bentuk nggak jelas. Ify tersenyum. Secepat
itukah awan mengubah segala bentuknya?
Yang membuatnya tak
bisa berhenti menyunggingkan senyum, Ify tak sengaja menemukan awan yang
berbentuk cinta. Ajaibnya, bentuk cinta itu bertahan lama dan nggak cepat
berubah. Atau mungkin ini hanya imajinasinya saja? Bisa saja orang lain
mengatakan tidak menemukan awan berbentuk cinta itu.
“Rio..” Ucap Ify
pelan sambil tersenyum.
Sejak pertemuannya
tadi dengan Rio, hatinya merasakan suatu perasaan yang sulit diterjemahkan. Apa
jangan-jangan ia suka dengan Rio? Kakak kelas barunya? Jawabannya bisa jadi.
Tapi, mengapa saat ia melihat murid-murid yang berusaha mencuri pandang ke arah
Rio langsung ketakutan? Ada apa sebenarnya ini? Sivia saja tadi mengaku kalo ia
takut ketika matanya bertemu dengan mata Rio.
“Fy, lo nggak
merasa takut apa?” Tanya Sivia heran.
“Takut kenapa Vi?
Kak Rio nggak pantas untuk ditakutkan.” Jawab Ify.
“Tapi kan Fy, semua
orang merasakan takut ketika melihat Kak Rio. Menurut gue, Kak Rio itu seperti
hantu yang bisa membuat takut siapa saja yang melihatnya. Oke-oke. Dia emang
ganteng. Tapi coba lo perhatikan baik-baik. Dan.. Saat lo temukan sesuatu
itu... Maka lo akan merasa takut Fy. Bulu kuduk lo bakal merinding.” Jelas
Sivia.
Ify
menggeleng-gelengkan kepala sekaligus nggak paham apa yang dijelaskan Sivia.
Yang jelas, ia sama sekali nggak merasakan takut atau apa. Yang ia rasakan
hanyalah perasaan aneh yang membuat bibirnya tak henti menyunggikan senyum.
Sampai saat ini.
“Ah, biarin aja.
Kalo emang kak Rio adalah hantu yang bisa membuat takut seisi sekolah ataupun
seluruh jagat raya ini, gue nggak bakal takut. Kak Rio itu manusia. Bukan
hantu.” Kata Ify.
Dari jarak yang
nggak terlalu jauh, seorang cowok menatapnya dengan tatapan yang entahlah. Yang
jelas, cowok itu merasa was-was sekaligus takut. Takut jika seseorang yang
dicintainya mencintai orang lain dan bukan dirinya.
“Fy.. Hanya lo yang
bisa mengobati sakit yang gue rasakan setelah gue dipermainkan oleh seorang
cewek yang namanya nggak akan pernah gue sebut lagi. Gue mohon Fy, lo bisa dan
ngerti perasaan yang gue rasakan ke elo.” Ucap cowok itu lalu meninggalkan
tempatnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar