expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 22 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 4 )



Part 4
.

.

.

Sejak tiba di sekolah, Sivia terus saja memikirkan kejadian kemarin. Kejadian yang sangat tak disangkanya. Ify yang duduk di samping Sivia ingin bertanya. Tapi melihat keadaan Sivia yang menurutnya tak baik untuk diganggu, maka Ify memutuskan untuk diam dan mengerjakan tugas sosiologi yang diberikan oleh ketua kelas karena Pak Aziz, guru sosiologi mereka berhalangan masuk hari ini.

“Fy! Nomer enam jawabannya apa?” Tanya Debo.

Ify menoleh kebelakang. Dengan bisikan lirih, Ify menjawab pertanyaan Debo. Debo mengangguk-angguk dan melanjutkan pada tugasnya.

“Fy...” Lirih Sivia.

“Ya Vi? Ada apa? Tumben lo lemas?” Tanya Ify. Akhirnya Sivia mau bicara juga.

“Mmm.. Nggak ada deh.” Jawab Sivia.

Ify tau kalo Sivia sedang menyembunyikan suatu masalah. Hmm.. Ngomong-ngomong, tumben ya Sivia seperti ini? Biasanya tuh anak cuek aja dengan segala masalah yang menimpanya. Lha ini?

“Ya udah. Tapi lo jangan kayak gin terus. Enek tau gue liatnya.”

Entah sejak kapan kelas yang tadinya sepi kini menjadi ribut. Terutama diributkan oleh suara cewek. Sebenarnya Ify nggak suka mendengar celotehan cewek-cewek yang menurutnya nggak berguna. Tapi, ada satu topik yang membuatnya dipenuhi dengan tanda tanya.

“Lo tau nggak, di kelas 11-IPA1 ada murid baru. Cowok lagi dan sumpah! Gantengnya minta ampun.”

“Yeee.. Emang lo udah tau apa gimana wajahnya?”

“Hehe.. Belum kok..”

Murid baru? Cowok? Jangan-jangan... Ah! Sudahlah Fy, jangan pikirkan cowok yang pernah nolongin lo itu. Sebaiknya lo harus melupakannya. Tapi masuk akal juga kan murid baru itu adalah cowok yang nolongin dia? Eh.. Tunggu! Cowok itu kan nolongin dia beberapa hari yang lalu, dan kedatangan murid baru itu baru sekarang dibicarain dan enggak kemari-kemarin. Pusing deh!

“Fy..”

Astaga! Hampir saja Ify mau loncat karena kaget. Argh, Debo! Cowok itu kini udah ada dihadapannya sambil memamerkan senyum dan cengirannya. Bisa nggak sih cowok itu nggak menganggunya barang sehari aja?

“Lo denger Fy?” Tanya Debo.

“Dengar apa?”

“Itu. Katanya ada murid baru.”

Ify terdiam.

“Gue jadi penasaran bagaimana wajah tuh kakak kelas. Tapi gue bisa nebak kalo wajahnya masih gantengan gue. Ya kan, Fy?”

Bukannya tertawa, Ify malah terdiam sambil memikirkan sesuatu. Debo memerhatikan wajah Ify dengan seksama, seakan-akan ingin mencari sebuah jawaban. Namun sayangnya jawaban itu tidak ia temukan karena jalan pikiran Ify sulit ia tebak.

“Fy..”

“Eh, apa?” Tanya Ify sedikit kaget.

“Hmmm.. Nggak ada deh.” Jawab Debo akhirnya.

Sivia yang tadinya diam akhirnya ikut bicara juga. Karena mungkin ia penasaran dan ingin tau berita kedatangan murid baru yang katanya cakep, keren dan manis.

“Ntar kita ke kelas 11-IPA1 aja, gimana?” Usul Sivia dan diangguki Debo. Sementara Ify ragu untuk mengangguk.

“Fy, lo mikirin apa?” Tanya Sivia.

“Ng.. Iya.. Iya.. Gue ikut juga..” Jawab Ify.

***

Biasanya, pada jam istirahat Ify cs langsung ngacir ke kantin. Tapi hari ini kunjungan ke kantin mereka pending. Ada sesuatu yang penting yang harus mereka datangi. Yaitu pergi ke kelas 11-IPA1.

“Lo yakin kesana?” Tanya Ify ragu.

“Tentu.” Jawab Debo.

Sivia yang berada di belakang Ify dan Debo sibuk memainkan ponselnya. Jari-jarinya yang lincah menekan-nekan tombol di ponselnya. Kayaknya tuh cewek lagi smsan deh.

“Eh Vi, lo nggak nyari Kak Alvin?” Tanya Debo.

Yang ditanya hanya mengangkat bahu sekaligus cuek. Yaiyalah, Sivia selalu saja cuek jika membicarakan tentang Alvin. Tapi kali ini, ada ekspresi lain yang ditunjukkan Sivia diantara ekspresi cuek dan dinginnya.

Apa cara gue salah? Batin Sivia.

Sesampai di depan kelas 11-IPA1, ketiganya berhenti sejenak. Masing-masing bingung mau melakukan apa. Debo hendak mencari Irsyad, teman futsallnya. Ia dan Irsyad lumayan akrab. Debo kan banyak akrab dengan kakak kelas. Apalagi yang kelas dua belas.

“Hei!”

Debo tersenyum lega. Ternyata Irsyad yang menyapanya. Cowok yang bernama Irsyad itu menatap Debo dengan heran. Kok tumben ya Debo datang ke kelasnya? Ada apa ini? Ditambah lagi dua gadis yang manis-manis. Setau Irsyad, gadis yang berpipi chubby itu adalah pacar Alvin.

“Hei bro! Ada apa lo kesini?” Tanya Irsyad.

“Ng... Cuma mau tanya aja. Emang disini murid baru itu ya?”

Irsyad tersenyum. Namun senyuman itu terkesan berbeda dengan senyuman biasanya. “Ya. Ada apa? Lo mau kenalan sama murid baru itu?”

“Oh, nggak-nggak! Tapi nggak tau juga sih sama dua cewek ini.” Kata Debo melirik ke arah Ify dan Sivia.

Tanpa mereka duga, seorang cowok berpenampilan keren melewati mereka. Sesaat, Ify dan Sivia melongo melihat cowok yang bagi mereka sangat lain. Ah, itu kan murid baru itu? Wajah Ify berubah menjadi pucat. Cowok itu kan....

“Rio!” Seru Irsyad ragu.

Yang dipanggil menoleh kebelakang. Memandangi empat manusia yang juga sedang memandanginya. Kedua matanya pun terpusat pada cowok yang sangat dikenalnya, namun cowok yang dikenalnya itu mungkin udah melupakannya.

Debo tau kalo Rio sedang memerhatikannya. Tuhan... Bukannya cowok yang bernama Rio itu yang ia temui ketika ia otw kantin sama ketika ia hendak pulang dari rumah Ify? Tiba-tiba Debo teringat dengan seorang anak laki-laki kira-kira beusia lima belas tahun yang tergeletak tanpa nyawa di tengah-tengah jalan raya yang ramai. Masa lalu itu membuat rasa bersalahnya kembali hadir menghantui hidupnya.

“Rio.” Ucapnya memperkenalkan diri.

“Oh.. Mmm... Debo. Maradiko Julian Debo. Dan ini teman gue. Ify dan Sivia.” Kata Debo dengan suara yang pelan dan gugup.

Pertama, Debo yang bersalaman dengan Rio. Lalu dilanjutkan dengan Ify lalu Sivia. Sivia yang sedaritadi menunduk mulai mengangkat wajahnya. Sialnya, matanya bertemu dengan mata Rio yang seperti... Nggak tau kenapa. Bulu kuduknya merinding ketika ia melihat mata Rio yang baginya sangat mengerikan.

“Ng.. Gue balik dulu aja ya.” Kata Sivia buru-buru lalu meninggalkan Ify, Debo, Rio dan Irsyad.

Sudah gue duga! Mereka semua pada takut sama gue! Batin Rio.

Giliran Irsyad yang bicara. “Gue mau ke perpus dulu. See you.. And remmember, ntar sore kita latihan futsall and must be on time!”

Setelah kepergian Irsyad, suasana berubah menjadi hening. Namun dibelakang sana, murid-murid yang kebanyakan cewek menintip ketiganya dari jarak yang lumayan jauh.

“Murid baru itu aneh ya?”

“He-eh. Kok ada yang lain ya dari murid baru itu?”

“Bener-bener. Wajahnya sih emang keren. Tapi... Kok terkesan menakutkan gitu ya? Gue aja sampe merinding dibuatnya.”

Itulah beberapa komentar dari cewek-cewek yang mengintip Rio dan lainnya. Dan tentu saja cewek-cewek itu anak 11-IPA1 karena mereka yang pertama kali mengenali murid baru bernama Rio yang terkesan penuh misteri dan menyebarkan ketakutan di kelas.

Back to Rio, Ify dan Debo. Setelah Ify mendapatkan suatu kesimpulan, ia jadi lega. Memang benar. Cowok yang bernama Rio itulah yang menolongnya sewaktu ia tepeleset dari tangga. Tapi syukurlah, kakinya kini udah baikan dan nggak pincang lagi.

Ify pun bicara. “Ng.. Kakak ya yang pernah nolong Ify di tangga itu?” Tanyanya ragu. Berharap jawabannya adalah ‘iya’. Sementara Debo menatap Ify heran. Ify pernah bertemu Rio sebelumnya? Entah mengapa hatinya terasa panas.

Tapi, jawaban dari Rio di luar dugaannya. “Bukan. Mungkin kamu  salah orang. Aku baru saja datang di sekolah ini.” Jawabnya.

Alhasil, pipi Ify berubah jadi merah karena malu. Ya ampun Fy.. Lo geer sekali! Jelas nggak mungkinlah Rio yang nolongin lo. Tapi.. Mengapa wajah Rio mirip dengan orang yang menolongnya? Apa Rio mempunyai saudara kembar?

“Ng.. Kakak punya saudara kembar nggak?” Tanya Ify.

Lama-lama, Debo merasakan ada yang nggak beres dengan otak Ify. Tadi Ify menanyai tentang orang yang menolongnya di tangga itu, dan sekarang Ify menanyai apakah Rio mempunyai saudara kembar atau tidak.

“Tidak. Aku tidak mempunyai saudara kembar.” Jawab Rio.

Cewek-cewek yang mengintip pembicaraan itu kembali berbisik-bisik.

“Heh, kok adik kelas itu nggak takut ya?”

“Iya. Gue juga heran.”

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kepala mereka jadi pusing. Lebih pusing mikirin masalah itu daripada hafalin rumus fisika.

“Mmm.. Kita balik dulu ya.” Kata Debo akhirnya. Jujur, ia nggak nyaman berada di situasi ini. Debo menarik tangan Ify agar Ify mau ikut pergi dengannya. Tapi sayang, Ify nggak puas dengan jawaban yang diberikan Rio.

“Lo duluan aja. Ntar gue nyusul.” Bisik Ify.

“Tapi..”

“Aku pergi dulu ya. Kalian kalo mau balik silahkan saja.” Kata Rio lalu meninggalkan Ify dan Debo.

Melihat Rio pergi, Ify ingin memanggil Rio. Tapi ia urungkan. Nggak sopan sekali kan manggil-manggil nama orang dengan sekenanya yang belum kita kenal dengan baik?

***

Ify memandangi langit sore yang lumayan cerah. Ia rebahkan tubuhnya di atas rumput hijau yang segar. Kedua tangannya ia lipat ke atas dan kepala yang menindih tangannya. Kumpulan awan-awan putih yang bergabung dan membentuk aneka ragam macam bentuk tak beraturan yang menjadi pusat perhatiannya.

Tadi, ia melihat awan yang membentuk gambar kucing. Lalu berubah menjadi kapal dan bentuk tadi pun menjadi hilang digantikan oleh bentuk nggak jelas. Ify tersenyum. Secepat itukah awan mengubah segala bentuknya?

Yang membuatnya tak bisa berhenti menyunggingkan senyum, Ify tak sengaja menemukan awan yang berbentuk cinta. Ajaibnya, bentuk cinta itu bertahan lama dan nggak cepat berubah. Atau mungkin ini hanya imajinasinya saja? Bisa saja orang lain mengatakan tidak menemukan awan berbentuk cinta itu.

“Rio..” Ucap Ify pelan sambil tersenyum.

Sejak pertemuannya tadi dengan Rio, hatinya merasakan suatu perasaan yang sulit diterjemahkan. Apa jangan-jangan ia suka dengan Rio? Kakak kelas barunya? Jawabannya bisa jadi. Tapi, mengapa saat ia melihat murid-murid yang berusaha mencuri pandang ke arah Rio langsung ketakutan? Ada apa sebenarnya ini? Sivia saja tadi mengaku kalo ia takut ketika matanya bertemu dengan mata Rio.

“Fy, lo nggak merasa takut apa?” Tanya Sivia heran.

“Takut kenapa Vi? Kak Rio nggak pantas untuk ditakutkan.” Jawab Ify.

“Tapi kan Fy, semua orang merasakan takut ketika melihat Kak Rio. Menurut gue, Kak Rio itu seperti hantu yang bisa membuat takut siapa saja yang melihatnya. Oke-oke. Dia emang ganteng. Tapi coba lo perhatikan baik-baik. Dan.. Saat lo temukan sesuatu itu... Maka lo akan merasa takut Fy. Bulu kuduk lo bakal merinding.” Jelas Sivia.

Ify menggeleng-gelengkan kepala sekaligus nggak paham apa yang dijelaskan Sivia. Yang jelas, ia sama sekali nggak merasakan takut atau apa. Yang ia rasakan hanyalah perasaan aneh yang membuat bibirnya tak henti menyunggikan senyum. Sampai saat ini.

“Ah, biarin aja. Kalo emang kak Rio adalah hantu yang bisa membuat takut seisi sekolah ataupun seluruh jagat raya ini, gue nggak bakal takut. Kak Rio itu manusia. Bukan hantu.” Kata Ify.

Dari jarak yang nggak terlalu jauh, seorang cowok menatapnya dengan tatapan yang entahlah. Yang jelas, cowok itu merasa was-was sekaligus takut. Takut jika seseorang yang dicintainya mencintai orang lain dan bukan dirinya.

“Fy.. Hanya lo yang bisa mengobati sakit yang gue rasakan setelah gue dipermainkan oleh seorang cewek yang namanya nggak akan pernah gue sebut lagi. Gue mohon Fy, lo bisa dan ngerti perasaan yang gue rasakan ke elo.” Ucap cowok itu lalu meninggalkan tempatnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar