Part 14
.
.
.
Mendung menghiasi
Jakarta saat ini. Sepertinya hujan akan datang mengguyur sebagian daerah yang
terdapat di Jakarta. Ify mendongakkan wajahnya ke atas. Melihat langit yang
akan menangis. Tampaknya, hari ini langit sedang bersedih. Ify tersenyum. Sudah
lama ia tidak bersedih hingga membuatnya stres. Dan Ify bersyukur. Kesedihan yang
sangat dibencinya itu tak muncul lagi di kehidupannya.
Entah mengapa
perasaannya menjadi tidak enak. Ify memutuskan berjalan ke arah barat yang
terlihat sepi. Kata orang-orang, daerah itu sangat mengerikan. Tapi Ify tidak
langsung percaya. Coba kalo tempat itu ramai, nggak bakal mengerikan deh!
Tiba-tiba
langkahnya terhenti. Perasaannya semakin tidak enak. Dan... Kedua matanya
menangkap sesosok tubuh yang terbaring lemah di tanah. Sosok tubuh itu terlihat
mengerikan jika di lihat dari jauh. Bulu kuduknya merinding. Jangan-jangan, ada
pembunuhan lagi? Ify memberanikan diri mendekati sosok tubuh itu.
Dan... Ify tidak
menyangka. Sosok tubuh yang penuh darah itu adalah Rio! Lelaki yang sangat
dicintainya!
***
Beberapa menit yang lalu...
“Berhenti!”
Suara lantang
terdengar hingga membuat dua lelaki itu menghentikan tugasnya. Dua lelaki itu
melihat dengan puas mangsanya yang menurut mereka tak sadarkan diri.
“Ada apa bro?
Bukannya lo pengen cowok ini mati? Agar lo bisa mendapatkan gadis yang lo
impikan?” Tanya cowok pertama. Sebut saja Sion.
Debo nggak langsung
menjawab pertanyaan Sion. Ia malah menatap sosok Rio yang nampak seperti mayat.
Wajahnya pucat pasi. Debo menarik nafas dalam-dalam. Cukup! Ia tak sanggup lagi
melihat sosok Rio yang terbaring tak berdaya itu. Dan entah mengapa ia merasa
telah mengulangi sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan yang sama!
“Gimana? Apa kami
boleh melajutkan tugas kami? Tampaknya cowok itu masih hidup.” Kata cowok di
samping Sion. Sebut saja Riko.
“Ngg.. Sebaiknya
kita tinggalkan tempat ini. Cuaca sedang tidak cerah. Sebentar lagi hujan
datang. Ayo kita pergi!” Jawab Debo.
Dua cowok yang
bernama Sion dan Riko itu merasa nggak puas sebelum memusnahkan musuhnya. Tapi
mereka nggak berani membantah Debo. Walau mereka lebih tua dari Debo. Bagi
mereka, Debo adalah sesosok yang harus mereka hormati.
Mereka pun
meninggalkan tempat itu. Membiarkan Rio tanpa adanya rasa kasian. Tapi tidak
dengan Debo. Ia tidak rela meninggalkan tempat ini. Tapi, ia memutuskan untuk
meninggalkan tempat ini karena keputusannya sudah bulat.
Bahwa ia akan
memusnahkan Rio agar ia bisa mendapatkan Ify.
***
“KAK RIOO !!”
Sekuat mungkin Ify
menarik tubuh Rio agar tubuh itu aman. Akhirnya, Ify berhasil menempatkan tubuh
itu pada sebuah tempat duduk kayu yang tampak rapuh.
“Kak Rio.. Hiks..
hiks... Kenapa kak Rio bisa jadi seperti ini? Hiks..”
Gadis itu menangis.
Ya! Ify menangis. Air matanya menetes membasahi wajah Rio yang berlumuran
darah. Dengan tangan bergetar, Ify menaruh tangannya di hidung Rio. Tuk sekedar
mengecek apakah Rio masih hidup atau tidak. Namun.. Nafas itu tak ada sama
sekali. Ify tak percaya. Ia beralih mencari denyut nadi Rio. Tepat di
pergelangan tangan, denyut nadi itu tak ditemukannya. Apa artinya ini... Rio..
Rio...
“Kak Rio.. Ja..
Jangan tinggalkan Ify kak.. Jangan..”
Tangis Ify
menjadi-jadi. Sungguh, hatinya terasa perih dan sakit. Sakit sekali. Telapak
tangan Rio yang terasa dingin ia cium dengan penuh cinta. Lalu, ia mencium
wajah Rio yang tampak pucat. Tuhan... Jangan Kau ambil dia! Jangan!
Namun, sebuah
keajaiban terjadi. Saat Ify mencium wajah Rio, tiba-tiba ada tangan yang
menyentuh lembut wajahnya. Bulu kuduknya merinding. Tangan siapa itu? Ify
langsung mengecek pernafasan di hidung Rio. Keajaiban Tuhan! Nafas yang tadinya
tidak ada kini menjadi ada. Ify tersenyum senang. Kak Rio.. Makasih kak karena kakak mendengarkan isi hati Ify...
“Aw..” Lirih Rio.
Cepat-cepat Ify
menjauhkan wajah dari Rio. Sepertinya Rio ingin bangkit. Pelan-pelan, Ify
membantu Rio agar Rio bisa duduk.
“Thanks.” Kata Rio
singkat yang membuat hati Ify berdesir.
“I.. Iya kak..
Sama-sama..” Jawab Ify gugup.
Suasana menjadi
hening dan sepi. Bisa dikatakan suasana ini teramat menakutkan karena tempat
yang sepi di dukung oleh cuaca yang gelap. Tak terasa, rintik-rintik air hujan
jatuh, membasahi dua tubuh itu.
“Kak..”
Pandangan mereka
bertemu. Tentu saja, wajah Rio tampak mengerikan dengan lumuran darah merah.
Ify mengambil sapu tangan dari dalam tasnya. Lalu, dengan sabar dan hati-hati,
Ify membersihkan darah di wajah Rio dengan sapu tangannya. Dan tampaknya Rio
ingin berontak karena ia kesakitan saat sapu tangan lembut itu menyentuh
wajahnya.
“Jangan bergerak.
Ntar sakit.” Kata Ify penuh perhatian.
Alhasil, Rio
memilih untuk diam. Ia menyempatkan diri memerhatikan wajah cantik nan penuh
kesabaran itu membersihkan lukanya. Sungguh, gadis itu sangat baik. Bahkan
sangat baik. Baru kali ini ada orang yang berbuat baik dengannya.
Setelah dirasanya
sudah bersih, Ify memasukkan sapu tangan itu ke dalam tasnya. Tak peduli tasnya
itu ketularan darah dari sapu tangannya.
“Lo.. Lo baik
banget..” Lirih Rio yang tentu saja di dengar oleh Ify.
Ify tersenyum.
“Kak, Ify sangat mencintai kakak. Tadi Ify sempat kaget karena jantung kakak
nggak berdetak. Taunya, kak Rio masih hidup. Tuhan baik kak, mau mengabulkan
do’a Ify agar Tuhan tidak mengambil kak Rio..”
Ucapan Ify sukses
membuat hati Rio berdesir. Apa? Ada apa dengan dirinya? Mengapa ia seperti...
Ah, sudah-sudah! Bukannya ia sedang memainkan permainannya? Tapi, mengapa ia
merasa kalah? Mengapa permainannya ini telah berakhir dengan kekalahan?
Tiba-tiba, Ify
menangis. Ya, gadis itu menangis. Membuat Rio jadi panik. Dengan gerakan cepat
dan tak terduga, Ify memeluk erat leher Rio. Membuat nafas Rio tersumbat.
“Kak.. Ify sangat
mencintai kakak.. Ify takut kehilangan kakak.. Kak.. Ify.. Ify pengen jadi
kekasih kak Rio. Kak.. Ify..”
Sebuah pelukan
balasan dari Rio membuat hati Ify menjadi tenang. Rio sama sekali nggak percaya
dengan yang dilakukannya ini. Dirinya? Memeluk seorang gadis yang menjadi
sasarannya? Apa yang ia lakukan salah? Namun, mengapa ia merasa kasian dengan
gadis ini?
“I love you kak.. I
love you..”
Dan.. Rio sadar.
Lelaki itu sadar bahwa Ify, seorang gadis yang benar-benar mencintainya dengan
tulus. Bahkan sangat tulus. Gadis itu telah menemukan cinta sejatinya. Ialah
Rivano Gabril. Yang kini sedang bingung dengan perbuatannya.
Apa aku salah? Apa aku salah memainkan permainan ini? Apa
aku salah melakukan sesuatu agar Ify semakin mencintaiku hingga tiba saatnya,
ia siap meneteskan air mata? Apa aku salah?
***
Di malam yang
begitu sunyi ini, Debo memandangi jutaan bintang yang bertaburan di atas sana.
Jumlah bintang itu tidak akan bisa dihitung oleh siapapun. Bahkan para ilmuwan
yang terkenal dengan temuannya tak akan mampu menghitung jumlah bintang-bintang
itu.
Entah mengapa ia
merasakan suatu kekhawatiran yang berlebihan. Ingatannya kembali pada sosok Rio
yang terbaring lemah dengan darah merah yang mengerikan. Apa.. Apa yang tadi ia
lakukan termasuk sebuah kesalahan besar? Tentu saja! Kebenciannya pada Rio
sudah kelewatan. Tak seharusnya ia membenci Rio dengan sangat.
“Apa gue harus
minta maaf ke dia?”
Sosok berlumuran
darah itu terekam jelas di otaknya. Rio? Apa nyawa cowok itu telah berpisah
dari raganya? Tidak! Jika hal itu terjadi, orang-orang pasti mengejeknya dengan
sebutan ‘sang pembunuh’. Kemungkinan besar ia dijebloskan di penjara.
“Gue harus minta
maaf ke dia!” Tekad Debo.
Bintang-bintang di
atas sana tentu mendukungnya. Asalkan yang dilakukannya adalah hal baik dan
tidak mengundang kejahatan.
***
Pagi yang nampak buruk di
matanya. Bekas-bekas air mata terlihat jelas di wajahnya. Ify tiba di sekolah
bersama wajah yang lemas, pucat dan sendu. Tentu ini akibat dari kejadian
kemarin. Rio. Sebuah nama yang mampu membuatnya meneteskan air mata hingga air
mata itu habis. Ify yakin sekali hari ini Rio nggak masuk sekolah.
Beda dengan Sivia.
Gadis itu tampak ceria. Padahal kemarin gadis itu pingsan. Sivia melihat
keadaan Ify yang sangat menyedihkan. Apa
karena Rio? Batinnya miris. Namun Sivia telah menghapus nama itu dalam
kehidupannya.
“Morning Fy! Kok
wajah lo lesu gitu?” Sapa+Tanya Sivia.
Ify mencoba
tersenyum. “Gue kurang tidur.” Jawabnya bohong.
Kemudian, Debo
datang memasuki kelasnya dengan ekspresi yang hampir sama dengan Ify. Wah,
ajaib bukan, hari ini Ify dan Debo sama-sama tidak semangat. Sivia beralih
menatap Debo.
“Dan lo Deb, kok
wajah lo lesu juga?” Tanya Sivia.
Yang ditanya nggak
menjawab. Dipikirannya hanya ada nama Rio. Ingin sekali ia pergi mencari Rio,
tapi mengapa hatinya ragu untuk melakukan? Egonya pun bermain.
“Hhh.. Dua manusia
yang sama-sama aneh..” Kata Sivia.
Tiba-tiba Ify
memegang tangannya. “Vi..” Lirihnya.
Sivia iba melihat
sahabatnya itu. “Ya Fy, ada apa? Cerita aja ke gue.” Ucapnya penuh pengertian.
Layaknya seorang Ibu kepada anaknya.
“Kemarin gue ketemu
kak Rio dalam kondisi mengenaskan.”
Sivia sama sekali
tidak kaget. Sementara Debo yang mendengarnya berusaha memasang telinga
baik-baik.
“Kemarin, gue
menemukan kak Rio yang terbaring lemah dengan darah di wajahnya. Gue ngeri liat
wajah itu. Lalu, gue cek pernafasannya. Tapi, nafas kak Rio nggak ada. Gue
panik. Lalu gue mencari denyut nadi kak Rio. Namun, lagi-lagi gue panik. Denyut
nadi itu nggak gue temukan. Artinya.. Artinya kak Rio sudah...”
Dadanya
berdebar-debar mendengar cerita Ify. Bodoh
lo Deb! Bodoh! Rio sudah mati dan kesalahan lo nggak akan diampuni oleh Tuhan.
Ify berusaha
menahan air matanya agar tidak keluar. “Namun, sebuah keajaiban datang.
Tiba-tiba saja kak Rio hidup kembali. Tuhan baik Vi sama gue. Baik sekali.
Jujur, ketika gue mendapati denyut nadi kak Rio yang tiada, gue merasa
kehilangan.”
Sudah gue duga! Rio benar-benar keterlaluan! Gue harus
bicara nanti sama dia. Kalo dia nggak mau mengabulkan permintaan gue... Dia
harus menanggung semua akibat yang dia lakukan. Dan dia harus membuat Ify
bahagia. Bagaimanapun caranya! Batin
Sivia.
Debo terasa ganjil
dengan apa yang diceritakan Ify. Mustahil sekali! Rio kan sudah mati! Lantas,
mengapa detakan jantung itu berdenyut lagi? Apa Rio mati suri?
“Vi.. Kak Rio
sadar. Kak Rio sadar! Dan gue berusaha membersihkan lukanya. Sewaktu itulah,
dia mengucapkan kalo gue itu baik sekali. Katanya, nggak ada satupun yang
pernah baik dengannya. Di akhir cerita, dia meluk gue dengan erat Vi. Erat dan
hangat. Gue hanyut dalam pelukan itu. Dan entah mengapa, gue merasa kak Rio
mulai menyimpan rasa yang sama. Rasa yang sama seperti yang pernah gue rasakan
saat bertemu kak Rio..”
Tiba-tiba Sivia
menangis. Ia menangis. Wajah cerianya tadi berubah menjadi pucat seperti wajah
Ify. Sivia menangis dalam kesedihan yang mendalam. Mengingat cerita Ify
barusan, ia teringat dengan sebuah kisah masa lalu Rio yang pernah Rio
ceritakan dengannya. Segala rahasianya, ia ceritakan kepada Sivia. Dan cerita
itu sukses membuat Sivia menangis.
“Fy.. Kak Rio rapuh
Fy. Tolong.. Jaga dia.. Dia sangat rapuh Fy..” Lirih Sivia.
“I.. Iya Vi.. Meski
gue nggak tau lika-liku kehidupan kak Rio, gue merasa kehidupan kak Rio sangat
mencekam. Gue merasa harus bisa mengembalikan cahaya kehidupan kak Rio.”
Sivia tersenyum. Teruslah mencintai Rio, Fy. Dan gue akan
berusaha bicara dengannya agar dia mau mentiadakan syarat terakhir itu. Semoga.
***
“Fy, mau nyari
siapa?” Tanya Debo tiba-tiba.
Ify tersenyum
hambar menatap Debo. “Kak Rio. Gue harus bicara dengannya.” Jawabnya. Walau ia
yakin hari ini Rio nggak masuk. Tapi bisa jadi hari ini Rio masuk, walau
kemungkinannya kecil.
“Ng..” Debo sedikit
ragu. “Boleh gue minta bantuan lo?” Tanyanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar