expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 22 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 14 )



Part 14

.

.

.

Mendung menghiasi Jakarta saat ini. Sepertinya hujan akan datang mengguyur sebagian daerah yang terdapat di Jakarta. Ify mendongakkan wajahnya ke atas. Melihat langit yang akan menangis. Tampaknya, hari ini langit sedang bersedih. Ify tersenyum. Sudah lama ia tidak bersedih hingga membuatnya stres. Dan Ify bersyukur. Kesedihan yang sangat dibencinya itu tak muncul lagi di kehidupannya.

Entah mengapa perasaannya menjadi tidak enak. Ify memutuskan berjalan ke arah barat yang terlihat sepi. Kata orang-orang, daerah itu sangat mengerikan. Tapi Ify tidak langsung percaya. Coba kalo tempat itu ramai, nggak bakal mengerikan deh!

Tiba-tiba langkahnya terhenti. Perasaannya semakin tidak enak. Dan... Kedua matanya menangkap sesosok tubuh yang terbaring lemah di tanah. Sosok tubuh itu terlihat mengerikan jika di lihat dari jauh. Bulu kuduknya merinding. Jangan-jangan, ada pembunuhan lagi? Ify memberanikan diri mendekati sosok tubuh itu.

Dan... Ify tidak menyangka. Sosok tubuh yang penuh darah itu adalah Rio! Lelaki yang sangat dicintainya!

***

Beberapa menit yang lalu...

“Berhenti!”

Suara lantang terdengar hingga membuat dua lelaki itu menghentikan tugasnya. Dua lelaki itu melihat dengan puas mangsanya yang menurut mereka tak sadarkan diri.

“Ada apa bro? Bukannya lo pengen cowok ini mati? Agar lo bisa mendapatkan gadis yang lo impikan?” Tanya cowok pertama. Sebut saja Sion.

Debo nggak langsung menjawab pertanyaan Sion. Ia malah menatap sosok Rio yang nampak seperti mayat. Wajahnya pucat pasi. Debo menarik nafas dalam-dalam. Cukup! Ia tak sanggup lagi melihat sosok Rio yang terbaring tak berdaya itu. Dan entah mengapa ia merasa telah mengulangi sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan yang sama!

“Gimana? Apa kami boleh melajutkan tugas kami? Tampaknya cowok itu masih hidup.” Kata cowok di samping Sion. Sebut saja Riko.

“Ngg.. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini. Cuaca sedang tidak cerah. Sebentar lagi hujan datang. Ayo kita pergi!” Jawab Debo.

Dua cowok yang bernama Sion dan Riko itu merasa nggak puas sebelum memusnahkan musuhnya. Tapi mereka nggak berani membantah Debo. Walau mereka lebih tua dari Debo. Bagi mereka, Debo adalah sesosok yang harus mereka hormati.

Mereka pun meninggalkan tempat itu. Membiarkan Rio tanpa adanya rasa kasian. Tapi tidak dengan Debo. Ia tidak rela meninggalkan tempat ini. Tapi, ia memutuskan untuk meninggalkan tempat ini karena keputusannya sudah bulat.

Bahwa ia akan memusnahkan Rio agar ia bisa mendapatkan Ify.

***

“KAK RIOO !!”

Sekuat mungkin Ify menarik tubuh Rio agar tubuh itu aman. Akhirnya, Ify berhasil menempatkan tubuh itu pada sebuah tempat duduk kayu yang tampak rapuh.

“Kak Rio.. Hiks.. hiks... Kenapa kak Rio bisa jadi seperti ini? Hiks..”

Gadis itu menangis. Ya! Ify menangis. Air matanya menetes membasahi wajah Rio yang berlumuran darah. Dengan tangan bergetar, Ify menaruh tangannya di hidung Rio. Tuk sekedar mengecek apakah Rio masih hidup atau tidak. Namun.. Nafas itu tak ada sama sekali. Ify tak percaya. Ia beralih mencari denyut nadi Rio. Tepat di pergelangan tangan, denyut nadi itu tak ditemukannya. Apa artinya ini... Rio.. Rio...

“Kak Rio.. Ja.. Jangan tinggalkan Ify kak.. Jangan..”

Tangis Ify menjadi-jadi. Sungguh, hatinya terasa perih dan sakit. Sakit sekali. Telapak tangan Rio yang terasa dingin ia cium dengan penuh cinta. Lalu, ia mencium wajah Rio yang tampak pucat. Tuhan... Jangan Kau ambil dia! Jangan!

Namun, sebuah keajaiban terjadi. Saat Ify mencium wajah Rio, tiba-tiba ada tangan yang menyentuh lembut wajahnya. Bulu kuduknya merinding. Tangan siapa itu? Ify langsung mengecek pernafasan di hidung Rio. Keajaiban Tuhan! Nafas yang tadinya tidak ada kini menjadi ada. Ify tersenyum senang. Kak Rio.. Makasih kak karena kakak mendengarkan isi hati Ify...

“Aw..” Lirih Rio.

Cepat-cepat Ify menjauhkan wajah dari Rio. Sepertinya Rio ingin bangkit. Pelan-pelan, Ify membantu Rio agar Rio bisa duduk.

“Thanks.” Kata Rio singkat yang membuat hati Ify berdesir.

“I.. Iya kak.. Sama-sama..” Jawab Ify gugup.

Suasana menjadi hening dan sepi. Bisa dikatakan suasana ini teramat menakutkan karena tempat yang sepi di dukung oleh cuaca yang gelap. Tak terasa, rintik-rintik air hujan jatuh, membasahi dua tubuh itu.

“Kak..”

Pandangan mereka bertemu. Tentu saja, wajah Rio tampak mengerikan dengan lumuran darah merah. Ify mengambil sapu tangan dari dalam tasnya. Lalu, dengan sabar dan hati-hati, Ify membersihkan darah di wajah Rio dengan sapu tangannya. Dan tampaknya Rio ingin berontak karena ia kesakitan saat sapu tangan lembut itu menyentuh wajahnya.

“Jangan bergerak. Ntar sakit.” Kata Ify penuh perhatian.

Alhasil, Rio memilih untuk diam. Ia menyempatkan diri memerhatikan wajah cantik nan penuh kesabaran itu membersihkan lukanya. Sungguh, gadis itu sangat baik. Bahkan sangat baik. Baru kali ini ada orang yang berbuat baik dengannya.

Setelah dirasanya sudah bersih, Ify memasukkan sapu tangan itu ke dalam tasnya. Tak peduli tasnya itu ketularan darah dari sapu tangannya.

“Lo.. Lo baik banget..” Lirih Rio yang tentu saja di dengar oleh Ify.

Ify tersenyum. “Kak, Ify sangat mencintai kakak. Tadi Ify sempat kaget karena jantung kakak nggak berdetak. Taunya, kak Rio masih hidup. Tuhan baik kak, mau mengabulkan do’a Ify agar Tuhan tidak mengambil kak Rio..”

Ucapan Ify sukses membuat hati Rio berdesir. Apa? Ada apa dengan dirinya? Mengapa ia seperti... Ah, sudah-sudah! Bukannya ia sedang memainkan permainannya? Tapi, mengapa ia merasa kalah? Mengapa permainannya ini telah berakhir dengan kekalahan?

Tiba-tiba, Ify menangis. Ya, gadis itu menangis. Membuat Rio jadi panik. Dengan gerakan cepat dan tak terduga, Ify memeluk erat leher Rio. Membuat nafas Rio tersumbat.

“Kak.. Ify sangat mencintai kakak.. Ify takut kehilangan kakak.. Kak.. Ify.. Ify pengen jadi kekasih kak Rio. Kak.. Ify..”

Sebuah pelukan balasan dari Rio membuat hati Ify menjadi tenang. Rio sama sekali nggak percaya dengan yang dilakukannya ini. Dirinya? Memeluk seorang gadis yang menjadi sasarannya? Apa yang ia lakukan salah? Namun, mengapa ia merasa kasian dengan gadis ini?

“I love you kak.. I love you..”

Dan.. Rio sadar. Lelaki itu sadar bahwa Ify, seorang gadis yang benar-benar mencintainya dengan tulus. Bahkan sangat tulus. Gadis itu telah menemukan cinta sejatinya. Ialah Rivano Gabril. Yang kini sedang bingung dengan perbuatannya.

Apa aku salah? Apa aku salah memainkan permainan ini? Apa aku salah melakukan sesuatu agar Ify semakin mencintaiku hingga tiba saatnya, ia siap meneteskan air mata? Apa aku salah?

***

Di malam yang begitu sunyi ini, Debo memandangi jutaan bintang yang bertaburan di atas sana. Jumlah bintang itu tidak akan bisa dihitung oleh siapapun. Bahkan para ilmuwan yang terkenal dengan temuannya tak akan mampu menghitung jumlah bintang-bintang itu.

Entah mengapa ia merasakan suatu kekhawatiran yang berlebihan. Ingatannya kembali pada sosok Rio yang terbaring lemah dengan darah merah yang mengerikan. Apa.. Apa yang tadi ia lakukan termasuk sebuah kesalahan besar? Tentu saja! Kebenciannya pada Rio sudah kelewatan. Tak seharusnya ia membenci Rio dengan sangat.

“Apa gue harus minta maaf ke dia?”

Sosok berlumuran darah itu terekam jelas di otaknya. Rio? Apa nyawa cowok itu telah berpisah dari raganya? Tidak! Jika hal itu terjadi, orang-orang pasti mengejeknya dengan sebutan ‘sang pembunuh’. Kemungkinan besar ia dijebloskan di penjara.

“Gue harus minta maaf ke dia!” Tekad Debo.

Bintang-bintang di atas sana tentu mendukungnya. Asalkan yang dilakukannya adalah hal baik dan tidak mengundang kejahatan.

***

 Pagi yang nampak buruk di matanya. Bekas-bekas air mata terlihat jelas di wajahnya. Ify tiba di sekolah bersama wajah yang lemas, pucat dan sendu. Tentu ini akibat dari kejadian kemarin. Rio. Sebuah nama yang mampu membuatnya meneteskan air mata hingga air mata itu habis. Ify yakin sekali hari ini Rio nggak masuk sekolah.

Beda dengan Sivia. Gadis itu tampak ceria. Padahal kemarin gadis itu pingsan. Sivia melihat keadaan Ify yang sangat menyedihkan. Apa karena Rio? Batinnya miris. Namun Sivia telah menghapus nama itu dalam kehidupannya.

“Morning Fy! Kok wajah lo lesu gitu?” Sapa+Tanya Sivia.

Ify mencoba tersenyum. “Gue kurang tidur.” Jawabnya bohong.

Kemudian, Debo datang memasuki kelasnya dengan ekspresi yang hampir sama dengan Ify. Wah, ajaib bukan, hari ini Ify dan Debo sama-sama tidak semangat. Sivia beralih menatap Debo.

“Dan lo Deb, kok wajah lo lesu juga?” Tanya Sivia.

Yang ditanya nggak menjawab. Dipikirannya hanya ada nama Rio. Ingin sekali ia pergi mencari Rio, tapi mengapa hatinya ragu untuk melakukan? Egonya pun bermain.

“Hhh.. Dua manusia yang sama-sama aneh..” Kata Sivia.

Tiba-tiba Ify memegang tangannya. “Vi..” Lirihnya.

Sivia iba melihat sahabatnya itu. “Ya Fy, ada apa? Cerita aja ke gue.” Ucapnya penuh pengertian. Layaknya seorang Ibu kepada anaknya.

“Kemarin gue ketemu kak Rio dalam kondisi mengenaskan.”

Sivia sama sekali tidak kaget. Sementara Debo yang mendengarnya berusaha memasang telinga baik-baik.

“Kemarin, gue menemukan kak Rio yang terbaring lemah dengan darah di wajahnya. Gue ngeri liat wajah itu. Lalu, gue cek pernafasannya. Tapi, nafas kak Rio nggak ada. Gue panik. Lalu gue mencari denyut nadi kak Rio. Namun, lagi-lagi gue panik. Denyut nadi itu nggak gue temukan. Artinya.. Artinya kak Rio sudah...”

Dadanya berdebar-debar mendengar cerita Ify. Bodoh lo Deb! Bodoh! Rio sudah mati dan kesalahan lo nggak akan diampuni oleh Tuhan.

Ify berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. “Namun, sebuah keajaiban datang. Tiba-tiba saja kak Rio hidup kembali. Tuhan baik Vi sama gue. Baik sekali. Jujur, ketika gue mendapati denyut nadi kak Rio yang tiada, gue merasa kehilangan.”

Sudah gue duga! Rio benar-benar keterlaluan! Gue harus bicara nanti sama dia. Kalo dia nggak mau mengabulkan permintaan gue... Dia harus menanggung semua akibat yang dia lakukan. Dan dia harus membuat Ify bahagia. Bagaimanapun caranya! Batin Sivia.

Debo terasa ganjil dengan apa yang diceritakan Ify. Mustahil sekali! Rio kan sudah mati! Lantas, mengapa detakan jantung itu berdenyut lagi? Apa Rio mati suri?

“Vi.. Kak Rio sadar. Kak Rio sadar! Dan gue berusaha membersihkan lukanya. Sewaktu itulah, dia mengucapkan kalo gue itu baik sekali. Katanya, nggak ada satupun yang pernah baik dengannya. Di akhir cerita, dia meluk gue dengan erat Vi. Erat dan hangat. Gue hanyut dalam pelukan itu. Dan entah mengapa, gue merasa kak Rio mulai menyimpan rasa yang sama. Rasa yang sama seperti yang pernah gue rasakan saat bertemu kak Rio..”

Tiba-tiba Sivia menangis. Ia menangis. Wajah cerianya tadi berubah menjadi pucat seperti wajah Ify. Sivia menangis dalam kesedihan yang mendalam. Mengingat cerita Ify barusan, ia teringat dengan sebuah kisah masa lalu Rio yang pernah Rio ceritakan dengannya. Segala rahasianya, ia ceritakan kepada Sivia. Dan cerita itu sukses membuat Sivia menangis.

“Fy.. Kak Rio rapuh Fy. Tolong.. Jaga dia.. Dia sangat rapuh Fy..” Lirih Sivia.

“I.. Iya Vi.. Meski gue nggak tau lika-liku kehidupan kak Rio, gue merasa kehidupan kak Rio sangat mencekam. Gue merasa harus bisa mengembalikan cahaya kehidupan kak Rio.”

Sivia tersenyum. Teruslah mencintai Rio, Fy. Dan gue akan berusaha bicara dengannya agar dia mau mentiadakan syarat terakhir itu. Semoga.

***

“Fy, mau nyari siapa?” Tanya Debo tiba-tiba.

Ify tersenyum hambar menatap Debo. “Kak Rio. Gue harus bicara dengannya.” Jawabnya. Walau ia yakin hari ini Rio nggak masuk. Tapi bisa jadi hari ini Rio masuk, walau kemungkinannya kecil.

“Ng..” Debo sedikit ragu. “Boleh gue minta bantuan lo?” Tanyanya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar