Part 12
.
.
.
Matanya tak
berkedip ketika ia melihat surat itu. Surat yang di kirim dari seseorang yang
sangat dirindunya. Alvin? Apa kabarnya dia? Sudah lama Sivia tak melihat wajah
tampan itu. Apalagi suaranya yang terdengar merdu di telinganya. Namun Sivia
harus menahan rasa kecewanya ketika sebuah kalimat tertera di depan surat itu.
Tolong, jangan di buka. Jika waktunya telah tiba, baru lo
boleh membukanya.
Sivia mengernyitkan
dahi. Ia tak paham dengan kalimat yang tertera di surat itu. Jika waktunya telah tiba, baru lo boleh
membukanya. Bahkan ia tak tau kapan waktu itu datang. Sama halnya ia tak
akan pernah membuka isi surat itu selama-lamanya.
“Ada yang aneh
dengan surat itu?” Tanya Rian.
Sivia beralih
menatap Rian, lalu ia menggeleng. Surat itu urusannya, bukan urusan Rian.
Artinya Rian nggak berhak untuk tau tentang surat itu.
***
Rio berjalan dengan
santai menuju kelasnya. Namun langkahnya tetap terlihat penuh misteri. Tak
heran murid-murid di buat takut olehnya. Tapi Rio tak peduli. Dalam benaknya,
tersimpan sebuah ide cermerlang untuk meyakinkan dirinya tentang sesuatu itu.
“Pagi Yo!” Sapa
Irsyad. Memang, setiap hari Irsyad selalu menyapanya. Walau Rio cuek terhadap
Irsyad.
Seperti biasa. Rio
membuka buku apa saja yang dibacanya. Kadang ia memainkan tabnya. Atau enggak
dia menyetel lagu menggunakan headsetnya.
Cinta.. Sesuatu yang mampu membuat kita merasakan sejuta
perasaan asing yang perlahan menyelinap di aliran darah kita.. Mengubahnya
menjadi sesuatu yang membuat hati kita tak henti-hentinya memikirkan orang yang
kita cintai. Namun, apakah mencintai itu sama halnya dengan dicintai? Apa lebih
baik mencintai atau dicintai?
Seorang guru masuk
ke kelas 11IPA-1. Senyuman manis guru itu menyapa murid-muridnya yang tampak
semangat. Kecuali Rio tentunya. Dan guru itu sama sekali tak
mempermasalahkannya karena ia memang tidak mempedulikan murid yang kata orang
sangat misteri dan mampu membuat seisi sekolah merasakan ketakutan yang luar
biasa.
Namun, kecerdasan
Rio bisa diancungi jempol.
***
Berkali-kali Debo
mencoba bicara dari hati ke hati dengan Ify. Tapi sepertinya gadis itu cuek
dengannya. Ify selalu berkata kalo ia hanya menganggap Debo sebagai sahabat.
Artinya, ia menolak cinta Debo. Hal ini yang membuat Debo marah sekaligus
kesal.
“Fy, ini semua
karena Rio kan?” Tanya Debo.
Ify tersenyum.
“Mungkin saja iya dan mungkin saja tidak. Ah Deb, lo kenapa sih? Lo udah gue
anggap sebagai saudara gue sendiri. Lo nggak kalah gantengnya sama kak Rio. Lo
dan kak Rio nggak ada bedanya. Kalian berdua istimewa di hati gue. Lantas,
kenapa lo nggak biarkan gue dekat sama kak Rio?”
Selalu saja Rio
yang menjadi topik pembicaraan. Debo jadi kesal. Tapi tunggu saja! Sepulang
sekolah ini, ia akan memberi Rio sebuah kejutan yang tak di duga. Sebuah
kejutan istimewa menurutnya.
“Lo nggak pernah
tau Fy kalo gue itu cemburu liat lo dekat sama Rio.”
Ify menanggapi
ucapan Debo dengan tawanya. “Deb.. Sebaiknya lo jangan cemburu deh. Gue selalu
ada buat lo. Kan tadi gue udah bilang, lo dan kak Rio sama istimewanya di hati
gue. Kalian adalah lelaki hebat dalam hidup gue. Gue sayang sama elo, Deb..”
Artinya, cintanya
akan di terima oleh Ify setelah ia berhasil menyingkirkan Rio. Ya! Debo akan
melakukannya, meski dengan kekerasan sekalipun.
Sementara Ify,
gadis itu tak menyangka. Debo sangat tidak setuju jika ia dekat dengan Rio.
Bagi Debo, Rio adalah sesuatu yang harus ia jauhi. Tapi, bagaimana ia bisa
menjauhi Rio jika hatinya kini nggak bisa menghapus begitu saja cinta yang
telah diciptakan Rio untuknya?
Setelah Debo, ada
seseorang yang juga tiba-tiba tidak setuju jika ia dekat dengan Rio. Siapa lagi
kalo bukan Sivia yang belakang-belakangan ini tingkahnya sedikit aneh?
Sivia menatap Ify
dengan hati yang iba. “Fy, lo beneran cinta kak Rio?” Tanyanya.
Sebuah pertanyaan
yang menjadi sarapannya. Setiap hari Sivia selalu melontarkan pertanyaan yang
membuatnya bosan.
“Vi, berkali-kali
gue bilang. Gue cinta sama kak Rio! Cinta! Bahkan gue yakin sekali kalo kak Rio
itu adalah cinta sejati gue. Vi, gue nggak pernah main-main dalam memilih
cinta. Bagi gue, pacaran itu bukan sebagai penghapus status jomblo. Melainkan
saling mencintai satu sama lain. Gue lebih memilih jomblo daripada pacaran
dengan cowok yang nggak gue cintai.” Jelas Ify.
Memang benar! Ify
tak pernah main-main dengan cinta. Setau Sivia, Ify adalah gadis yang sangat
sulit jatuh cinta. Tapi kalo sudah merasakan yang namanya cinta, Ify nggak
bakal melepas cintanya itu. Dan kini... Lelaki beruntung yang telah membuat Ify
jatuh cinta adalah Rio. Tentu Sivia nggak setuju karena hal itu sama saja
membuat Ify menangis tanpa berujung. Dan Sivia nggak tega melihat sahabatnya
menderita.
“Sebaiknya, lo
hapus rasa cinta lo ke kak Rio. Gue mohon dengan sangat Fy. Demi sahabat lo.
Ini juga demi kebaikan lo.” Kata Sivia yang tampak serius.
“Maksudnya?” Tanya
Ify.
“Intinya, lo harus
hapus semua perasaan yang lo ke kak Rio. Gue mohon Fy..”
Tampang Sivia
sangat memelas. Ify yakin. Permintaan Sivia ini tak ada sangkut pautnya dengan
Debo. Mustahil jika Sivia membantu Debo agar Ify mau menerima cinta Debo dan
melupakan Rio.
“Via, salah ya gue
suka sama kak Rio? Salah ya gue mencintai cowok misterius di sekolah ini?”
Tanya Ify.
Sebisa mungkin
Sivia menahan air matanya agar tak jatuh membasahi pipinya. Fy! Gue senang lo sama kak Rio. Lo jangan
berpikiran gue nggak setuju kalo lo suka sama kak Rio. Tapi Fy, ada sesuatu
yang membuat gue ngelarang lo suka sama kak Rio. Ingin sekali gue cerita, tapi
ini sebuah rahasia. Sebuah rahasia yang harus gue simpan rapat-rapat.
“Lo nggak salah.”
Ucap Sivia pelan. “Cinta emang nggak terduga. Bisa saja seorang putri Raja
jatuh cinta kepada seorang pemuda sederhana yang tidak berdarah bangsawan.
Ataupun sebaliknya. Lo nggak salah Fy mencintai kak Rio. Lo nggak salah.
Tapi...”
Perkataan Sivia
yang menggantung itu mampu menciptakan debaran di jantungnya. Ify merasa Sivia
sedang menyembunyikan sesuatu. Terbukti dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah
menjadi aneh. Sivia sering menanyainya tentang Rio. Apa jangan-jangan Sivia
mempunyai hubungan khusus dengan Rio?
“Ah, sudahlah. Gue
nggak berhak bercerita ke elo.” Sambung Sivia.
Tentu ini membuat
Ify kecewa. “Vi, ada sesuatu yang lo rahasiain ke gue?” Tanyanya.
Sivia menarik nafas
dalam-dalama. “Fy, maaf. Gue nggak bisa.” Jawabnya parau. Tampaknya Sivia ingin
menangis.
Ify mencoba untuk
tersenyum. “Ya sudah. Jangan di bahas lagi. Sebaiknya kita bahas pelajaran
selanjutnya. Yang tadi itu, gue anggap pembicaraan yang nggak berarti.”
Senyum menghiasi
wajah Sivia. Ify.. Ia sangat menyayangi sahabatnya itu. Dan ia nggak mau
melihat sahabatnya sedih. Ia tidak mau.
***
“Heh! Lo nggak bisa
hari ini? Sepulang sekolah nanti?”
Untung saja guru
yang mengajar di jam terakhir nggak hadir. Alhasil, Debo bebas telponan dengan
seseorang di sebrang sana.
“Sorry bro! Hari ini gue lagi
sibuk. Besok saja ya. Lo jangan khawatir deh. Sasaran kita kali ini bakal
berhasil kita lakukan dengan baik.”
“Hmm.. Oke. Dan
cowok itu harus di beri pelajaran. Tapi ingat, jangan tatap wajahnya. Lakukan
saja tugas lo dengan baik.”
***
BRAKK !!!
Pintu kamarnya ia
banting sekeras mungkin. Tas punggungnya ia lempar dengan asal. Tubuhnya pun ia
jatuhkan dengan kasar di atas kasur. Sepertinya ia akan mengamuk.
“Keluar kau Rian!
Keluar!” Teriaknya kesetanan.
Siapapun yang
melihatnya, pasti mengira ia adalah orang gila. Untunglah, anggota keluarganya
tak mendengar teriakannya yang terdengar cukup keras.
“Hiks.. Lo jahat
Rian.. Lo jahat..”
Tiba-tiba ia
menangis. Setelah kemarahan dan emosi telah ia keluarkan, ia pun menangis.
Menangis bercampur emosi. Tiba-tiba ia teringat dengan surat itu. Surat yang
dikirim oleh Alvin yang tak tau bagaimana kabarnya.
“Vin.. Alvin... Via
rindu kamu Vin.. Vin.. Peluk Via, Vin..”
Dan pada akhirnya,
tangisan dan kemarahan itu berakir pada kedua matanya yang terpejam. Tampaknya,
ia harus mengistirahatkan agar pikirannya menjadi jernih dan segar.
***
“Hei putri tidur!
Bangunlah! Ayo bangun!”
Sebuah suara yang
tak asing lagi membangunkannya dari mimpi yang entah apa mimpi indah atau mimpi
buruk. Yang jelas, saat ia membuka matanya, ia begitu kaget mendapati seorang
cowok yang sedang tersenyum lebar melihat keadaannya yang begitu buruk.
“KYAAA !!!”
Sivia berteriak
sekencang-kencangnya. Sebenarnya, ia belum sadar sepenuhnya. Setelah cowok itu
menenanginya, akhirnya kesadaran Sivia menjadi pulih. Sivia pun melihat seorang
cowok yang sampai saat ini masih setia bersama senyum lebarnya.
“Oh, elo Yan.
Bagus-bagus.” Kata Sivia.
Cowok yang tak lain
adalah Rian itu tertawa kecil melihat penampilan Sivia yang awut-awutan. Rambut
panjangnya terlihat mengerikan. Seperti mak lampir yang muncul di televisi
ataupun pada kehidupan nyata.
“Sebaiknya, lo
mandi dulu. Biar cantik.” Kata Rian.
Sivia nggak berkata
apapun. Cepat-cepat ia masuk ke kamar mandi. Hawa panas yang ia rasakan berubah
menjadi segar ketika air dingin membasahi sekujur tubuhnya.
“Segar.” Gumam
Sivia.
Kini, Sivia berubah
menjadi bidadari cantik. Tak henti-hentinya Rian memuji kecantikan Sivia. Namun
Sivia membalasnya dengan tatapan yang begitu tajam.
“Lo nggak punya
niat kan buat sakit hati sahabat gue?” Tanya Sivia.
“Tidak.” Jawab Rian
santai.
Wajah Sivia yang
sejuk dan segar berubah menjadi panas. Seperti wajahnya saat bangun tadi.
“Bohong! Pembohong!” Ucapnya.
“Maksud lo apa
sih?” Tanya Rian.
Sivia menarik nafas
dalam-dalam, lalu ia keluarkan. Sebelum ia mengeluarkan segala kekesalannya,
terlebih dahulu ia mengatur nafasnya.
“Lo pura-pura nggak
ngerti ato bego sih? Jelas lo sudah mempermainkan sahabat gue! Tau nggak, dia
cinta mati ke elo! Dan lo tenang-tenang saja! Dengar, Ify bukan orang yang
tempat untuk lo jadikan pelampiasan atas cewek yang dulunya menolak lo
mentah-mentah. Cari cewek lain. Dan jangan Ify yang lo pilih. Ify adalah
sahabat gue. Gue nggak mau ngeliat hatinya sedih. Dia sangat rapuh jika ada hal
yang membuatnya sedih.”
“Gue mohon, lo
pergi dari kehidupan gue dan Ify. Jangan ganggu kami. Cari saja orang lain.
Sebuah kalimat yang pernah lo ceritakan ke gue itu salah! Salah! Sebuah kalimat
yang mengatakan bahwa, ‘Ada satu orang yang nggak takut sama lo, orang itu
nggak takut karena orang itu yang pertama lo temuin. Tapi bisa jadi yang gue
katakan salah! Dan lo harus bisa menyimpulkan sendiri apakah syarat ini benar
atau salah!’ Hahaha... Pertemuan pertama lo dengan Ify tak berarti apa-apa. Justru
karena sikap lo yang aneh membuat Ify tertarik dengan lo.”
Sivia terdiam
sesaat. “Ada dua syarat lagi. Tapi gue nggak mau mengatakannya. Gue sedih
dengan salah satu syarat dari kedua syarat itu. Gue mohon, tinggalkan kami.
Jangan ganggu gue dan Ify. Sebelum cinta Ify semakin besar ke elo, sebaiknya lo
pergi! Lo pergi dari sekolah gue, Rivano Gabril!”
Tak di sangka.
Ternyata Rian adalah Rio, Rivano Gabril. Rian adalah nama asli Rio. Tapi Rio
lebih suka menggunakan nama samarannya ini. Penggunaan nama Rivano Gabril
serasa ia terlahir kembali. Muak jika ia menggunakan nama Rian yang dulu sangat
jijik di mata orang.
“Oke-oke. Gue akan
pergi. Tapi tidak dengan Ify. Masalah gue sama Ify belum selesai.” Kata Rio.
“Kenapa? Kenapa lo
nggak pergi dari sekolah gue agar Ify nggak nyari-nyari elo? Lo tau nggak, Ify
sangat mencintai lo! Setiap hari dia selalu memikirkan lo. Sebagai sahabat, gue
merasa bodoh membiarkannya menyukai cowok macam lo!”
Rio tenang-tenang
saja. Berbeda dengan Sivia yang nggak bisa tenang dan ingin terus marah hingga
matanya melotot. Wajahnya pun sampai merah karena amarahnya tadi.
“Gue nggak yakin
kalo gadis itu mencintai gue. Karena itulah, gue sudah mempersiapkan sebuah
permainan yang sudah gue rancang sendiri. Kalo gue udah yakin, masalah gue dan
sahabat lo itu sudah berakhir. Dan lo serta Ify kembali hidup seperti biasa.
Sebelum kedatangan gue. Denger-denger, mantan Shilla itu naksir deh sama Ify.”
Tentu Sivia tau
jenis permainan yang bakal Rio mainkan. Hal ini sama saja membuat rasa cinta
Ify semakin besar seiring dengan kesalahannya yang juga semakin besar. Sivia
tak menyangka. Dalam hidupnya ini, ia bertemu dengan makhluk bernama Rio.
Makhluk aneh yang hanya ada pada cerita dongeng. Tapi ini nyata!
“Plis Yo, jangan
sakiti sahabat gue. Ify sangat mencintai lo Yo, sangat! Kecuali.. Kecuali jika
lo hapus syarat menyedihkan itu.. Gue senang lo sama Ify. Lo cowok baik yang
pantas menjaga Ify.”
“Terasa mustahil
jika syarat itu gue hapus. Lo jangan mengira ini sebagai pelampiasan. Hal ini
nggak ada sangkut pautnya dengan Shilla dan...”
“KALO BEGITU,
NGAPAIN LO MASIH DISINI? HAH? BUKANNYA ORANG YANG LO CARI SUDAH LO TEMUKAN??!”
Rio tersenyum.
“Sayangnya gue belum yakin.”
Giliran Sivia
tersenyum. “Kalo lo kejebak dengan permainan lo sendiri gimana?”
Rio membalas
senyuman Sivia dengan penuh keyakinan. “Cukup Shilla yang menjadi cinta pertama
dan terakhir gue.”
***
Gadis itu
tersenyum. Tentulah senyuman yang ia tampilkan adalah senyuman kebahagiaan
sekaligus senyuman kerinduan. Sungguh, ia sangat rindu dengan Kota kelahirannya
ini. Dan akhirnya ia berhasil kembali menginjakkan kaki di Kotanya ini.
“Jakarta..” Lirih
gadis itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar