Part 15
.
.
.
Tepatnya di
lapangan basket yang menjadi tempat pertemuannya dengan Rio. Disana, Ify bisa
melihat sosok itu yang sedang terdiam seperti memikirkan sesuatu. Untunglah,
lapangan ini sepi. Jadi nggak ada salahnya buat nenangin diri.
Apa gue harus nemuin kak Rio? Tanya Ify dalam hati. Harus
Fy! Lagipula, Debo kan minta bantuan lo untuk sampein permintamaafannya ke kak
Rio. Eh, emangnya Debo punya salah ya sama Rio? Ify tak habis pikir.
Dengan langkah kaki
yang pelan dan gugup, Ify mendekati Rio yang sedang duduk di pinggir lapangan.
Ify nggak bisa menebak apa yang dipikirkan cowok itu.
“Hai kak!” Sapa Ify
gugup.
Rio terhenyak atas
kedatangan Ify. Namun, Ify tak kalah kagetnya ketika melihat wajah Rio yang
bersih dan disana tak ada sediktpun bekas luka. Mustahil kan luka itu hilang
sendiri?
“Obat apa yang kak
Rio pake? Kok wajah kak Rio nggak ada bekas luka sama sekali?” Tanya Ify.
Rio bingung mau
menjawab apa. Ia pun memilih untuk tidak menjawab dan memusatkan pikirannya
pada satu titik. Tampaknya Ify kecewa dicuekkan olehnya. Gadis itu pun duduk
disampingnya sambil memerhatikannya.
“Kak, Debo minta
maaf ke kakak.” Kata Ify pelan.
Rio menoleh ke arah
Ify yang langsung salting. “Ya.” Jawabnya singkat. Sungguh, cowok itu hemat
sekali bicara.
“Ng.. Emang Debo
pernah ya buat kak Rio marah?” Tanya Ify. Pasalnya, tadi Debo enggan
memberitahunya mengapa Debo harus meminta maaf kepada Rio.
Dan lagi-lagi, Rio
nggak menjawab. Mulutnya seakan-akan bisu. Digerakkan sedikitpun tak bisa.
Apalagi bicara! Ify harus menemukan topik agar Rio mau biacar dengannya.
“Kak..” Ify nampak
ragu. “Ng.. Kemarin, Ify mengira kak Rio mati karena denyut nadi kak Rio nggak
ada. Tapi.. Denyut kak Rio kembali lagi. Apa artinya kak? Kak Rio buat panik
Ify.”
Gadis itu berbicara
sendiri. Orang disampingnya ini bak patung. Patung yang tidak memiliki nyawa,
namun bisa memahami kata demi kata yang diucapkan oleh gadis itu.
“Kak, kakak beda
dari yang lain. Kak Rio seperti punya rahasia. Sebenarnya, dimana kak Rio
tinggal? Siapa orangtua kakak?”
Semakin lama, Rio
dibuat kesal oleh ocehan Ify. Rio tidak tahan. Ia yang ingin sendiri tiba-tiba
diramaikan oleh ocehan tak berguna dari mulut Ify. Yo! Lo harus melakukannya. Lo harus lanjutkan permainan lo!
Rio beralih menatap
Ify dengan tatapan tajam dan mengerikan. Membuat Ify sedikit takut dan merasa
bersalah. Mungkinkah pertanyaannya tadi membuat Rio marah?
“Dengar Fy! Lo
bukan siapa-siapa gue. Lantas, kenapa lo ingin tau hidup gue? Kenapa juga lo
ingin dekat dengan gue? Gue pengen sendiri! Dan kedatangan lo ini mengacaukan
segalanya. Bisa nggak sih Fy lo jauhin gue?” Bentak Rio.
Bentakan kasar dari
Rio merupakan pukulan telak bagi Ify. Ify tidak menyangka. Cowok yang kemarin
memeluknya kini berubah menjadi kasar. Sakit. Tentu sakit yang ia rasa. Gimana
tidak sakit? Orang yang kita cintai membentaki kita!
Setetes demi
setetes air matanya keluar, membasahi pipinya. Menangis merupakan kegiatan
wajib yang dilakukannya semenjak ia menyukai Rio. Benar ternyata kata Sivia.
Semakin ia mencintai Rio, maka semakin sedih hatinya. Mungkin saja Sivia melarangnya
cinta pada Rio karena pastinya Rio menolaknya.
Menyadari hal itu,
Rio tidak tega melihat wajah cantik itu menangis. Yo, lo kenapa sih? Permainan lo tadi seru! Lantas mengapa lo jadi iba
kayak gini? Gadis itu bukan siapa-siapamu Rio. Gadis itu hanya sasaran lo untuk
memuaskan diri lo. Tapi salah besar jika ia mempermainkan Ify. Gadis itu
sama sekali tidak bersalah. Seharusnya, Shilla yang ia buat seperti ini. Bukan
Ify.
“Kak.. Ify.. Ify
emang nggak pantas buat kak Rio..” Kata Ify menahan tangisnya.
Yo, Ify mencintaimu dengan ketulusan hatinya. Ify telah
menemukan cinta sejatinya, yaitu elo. Jangan sekali-sekali membuat gadis itu
menangis. Rio bingung dengan
dirinya. Apa yang ia rasakan ini sungguh di luar dugaannya. Ify, seorang gadis
yang mestinya ia lindungi. Rio ingat kejadian kemarin. Saat jemari lembut Ify
membersihkan wajahnya dari darah akibat dua lelaki kejam itu.
“Kak.. Hiks.. Ify..
Ify bodoh ya mencintai kakak.. Ify..”
Entah mengapa
hatinya terasa perih melihat Ify menangis. Sangat perih. Seperti kemarin.
Dadanya sesak melihat Ify mengeluarkan air mata. Akibatnya, ia berani memeluk
Ify untuk melampiaskan keperihan hatinya. Dan, saat ia memeluk tubuh itu,
hatinya menjadi tenang, seakan-akan masalah yang ia alami hilang entah kemana. Apa gue harus memeluk lo Fy?
“Kak..” Ify
mengusap air matanya. Kini, ia tau jawabannya. Jawaban hati Rio. Yaitu menolak
cintanya. “Maafkan Ify kak karena telah membuat hidup kak Rio berantakan. Maka
dari itu, Ify.. Ify janji nggak akan lagi ganggu kak Rio. Ify...”
Terpaksa Rio
memeluk gadis itu. Ia tidak tahan melihat Ify menangis. Dan pelukan itu
membuatnya menjadi tenang. “Jangan nangis lagi, gue nggak suka liat lo nangis.”
Kata Rio lembut.
“Tap.. Tapi kak..”
Pelukan itu semakin
lama semakin erat. Ify merasa nyaman berada di pelukan itu. Ia tidak mau
pelukan itu berakhir. Sementara Rio, cowok yang sedang bingung dengan dirinya
sendiri tiba-tiba saja meneteskan air mata. Cukup setetes. Namun mampu
memberikan sejuta efek baginya.
Entah Fy, gue nggak tenang liat lo nangis. Dada gue sesak
mendengar tangisan lo. Jujur, gue nggak tau apa sebenarnya yang terjadi pada
diri gue. Rio teringat dengan
Shilla. Seorang gadis yang adalah cinta pertamanya. Rio sangat sayang dengan
Shilla. Tapi entah mengapa, rasa sayang yang sampai sekarang ia pertahankan
kini teralihkan ke gadis lain. Seorang gadis yang tidak di duganya.
Apa gue.. Apa gue...
Dari jauh sana,
Debo melihat pemandangan itu dengan senyuman. Ia tidak cemburu. Justru ia
terharu melihat mereka bahagia. Debo memang diam-diam mengikuti Ify dan
sampailah ia di tempat ini.
“Kalian memang
cocok. Gue yang salah. Tak seharusnya gue benci lo Rio..”
Sementara Rio dan
Ify yang sedang hanyut dalam perasaan masing-masing dikejutkan oleh bunyi bel
masuk. Pertanda jam istirahat telah berakhir. Secara perlahan, Rio merenggakan
pelukannya, lalu melepasnya dengan hati-hati. Tangan kanannya mengusap lembut
pipi Ify.
Rio tersenyum
melihat Ify tersenyum. “Tolong jangan nangis lagi. Dada gue sesak liat lo
nangis.” Kata Rio.
“Iya kak, maaf..
Ify janji nggak akan nangis lagi. Tapi kak Rio juga harus janji.”
“Janji?”
“Iya. Janji untuk
tidak membuat Ify menangis lagi.”
***
“Darimana aja lo?”
Tanya Sivia melihat wajah Ify yang kelihatan bahagia.
Ify tersenyum
misterius. Membuat Sivia jadi penasaran. “Ayolah Fy, kasih tau gue.” Desak
Sivia.
“Kak Rio..” Gumam
Ify. “Dia janji nggak akan bikin gue nangis lagi.” Ucapnya.
Sivia tersenyum
hambar. “Lo tadi sama kak Rio ngapain aja?” Tanyanya.
Kedua pipi Ify
memerah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sivia. “Nggak. Gue cuma ngobrol
aja.” Jawabnya.
“Beneran? Nggak
mungkin lo sebahagia ini jika cuma ngobrol doang.”
Namun Ify nggak mau
cerita. Untunglah, guru geografi masuk ke dalam kelas. Pembicaraan mereka pun
berhenti sampai disini.
***
“Jadi.. Kak Cakka..
Pacar lo?”
Sungguh Shilla
nggak percaya mendengar penjelasan Agni. Cowok yang ia temui beberapa hari yang
lalu adalah Cakka. Cakka! Ia ingat sekarang siapa Cakka. Cakka merupakan bagian
dari masa lalunya.
“Iya Shill, maaf.”
Wisnu Marga Cakka
atau lebih akrab dipanggil Cakka. Nama yang hampir ia lupakan. Dulu, Cakka
sangat menyukainya. Berbagai cara yang dilakukan Cakka agar mendapatkannya
selalu saja gagal. Hati Shilla sudah dibulatkan hanya untuk Debo seorang.
“Nggak papa kok
Ag.”
Agni tersenyum
getir. Sejujurnya, sangat bodoh ia menerima Cakka yang sebetulnya adalah
pembunuh. Pembunuh yang kejam. Tapi Agni tetap menerima Cakka karena ia emang
benar-benar mencintai Cakka. Tak peduli siapa Cakka itu.
Tiba-tiba Shilla
teringat sesuatu. “Ag, gue kayaknya pernah denger kalo kak Cakka mau balas
dendam dengan Debo. Yaa lo tau kan. Kak Cakka begitu membenci Debo karena Debo
dengan mudahnya bisa mendapatkan gue. Sedangkan dia...”
“Shill..” Agni
tidak sanggup mendengar ucapan Shilla. “Jangan diteruskan. Sama saja membuat
gue sesak mengingat semua itu. Dan asal lo tau, Cakka adalah pembunuh!
Pembunuh!”
Tentu saja Shilla
kaget. Pembunuh? Cakka kan pacar Agni. Mengapa dengan beraninya Agni mengatai
kekasihnya sebagai lelaki pembunuh? Apa sebenarnya yang terjadi selama ia berada
di Medan? Sesuatu apa yang terjadi sampai-sampai Cakka disebut-sebut sebagai
seorang pembunuh?
“Shill, seharusnya
lo tau. Ntar malem, datang ke rumah gue. Akan gue ceritakan semua yang nggak lo
tau. Tentu ini ada hubungannya dengan Cakka, Debo dan.... Adrian.”
***
“Rian!”
Suara gadis itu
mengagetkannya. Ia pun membalikkan badannya dan mendapati seorang gadis yang
menatapnya dengan tatapan yang sendu. Mau
apa lagi dia? Bukannya kita sudah tak berhubungan lagi? Namun Rian yang
adalah Rio itu tak bisa membohongi dirinya sendiri kalo ia sedang membutuhkan
seseorang untuk bercerita.
“Ada apa?” Tanya
Rio.
Gadis yang tak lain
bernama Sivia itu tersenyum hambar. “Yo, tadi lo sama Ify ngapain aja?”
Tanyanya.
Namun jawaban yang
Rio keluarkan nggak nyambung dengan pertanyaan Sivia. “Gue butuh lo Siv.”
Ucapnya.
Rio mengajak Sivia
duduk di sebuah tempat yang sepi agar tidak ada siapapun yang mendengar
percakapan mereka, dan Sivia nggak keberatan menerima ajakan Rio karena ia juga
membutuhkan Rio.
“Tadi lo sama Ify ngapain
aja?” Ulang Sivia.
Sebelum menjawab,
Rio menarik nafas dalam-dalam. Berusaha menghilangkan sisa-sisa keperihan
hatinya saat melihat Ify menangis tadi.
“Gue bodoh.” Ucap
Rio pelan. Matanya berkaca-kaca. “Nggak seharusnya gue berada disini. Ify..
Gadis itu terlalu mengharapkan gue dan gue.. Dan gue nggak bisa menolak apapun
yang dia lakukan. Gue...”
“Yo, lo sadar? Lo
terjebak dengan permainan lo. Permainan gila lo yang bisa menghancurkan
perasaan Ify. Tapi, lo nggak tega kan liat dia menangis? Sudah gue bilang. Ify
terlalu rapuh buat lo sakiti. Dan, semuanya sudah terlambat.”
Rio terdiam
mendengar ucapan Sivia. Sama sekali tak berniat untuk memotong pembicaraan
Sivia. Ia biarkan Sivia terus berbicara sampai lelah.
“Sekarang, apa yang
harus lo lakukan agar lo nggak akan buat Ify menangis lagi? Saran gue, pliss..
Lo hapus syarat ketiga itu. Itu syarat yang bikin Ify menangis tanpa henti. Gue
mohon dengan sangat Yo. Kebahagiaan Ify adalah kebahagiaan gue juga. Jika Ify
sedih, tentu gue ikut merasakan kesedihan yang Ify rasakan.”
Membatalkan syarat ketiga? Hahaha.. Impossible! Tiga syarat itu nggak akan bisa dihapus atau diganti,
karena sebelumnya Rio sudah berjanji menerima apapun syarat yang diajukan oleh
sosok yang sangat ia hormati. Sosok yang bekerja sebagai skreanrio di dalam
kehidupan ini.
“Gue nggak bisa.”
Kata Rio.
“Kenapa? Kenapa Yo?
Itu sama saja membuat Ify menangis. Ayolah Yo.. Gue mohon..”
Permohonan Sivia
bisa jadi akan meluluhkan hatinya. Tapi, siapa dia? Dia hanya manusia. Dia
bukan Tuhan. Dan dia nggak bisa mengubah takdir Tuhan yang sudah di tulis dalam
buku rahasia yang dimiliki Tuhan.
“Vi, ini takdir
gue. Gue nggak bisa mengubahnya. Gue bukan Tuhan Via.. Gue hanya manusia bodoh
yang paling dibenci oleh semua makhluk di dunia ini.”
“Tapi, hati kecil
lo sebenarnya ingin menghapus syarat itu kan? Ayo jawab! Jangan lo bohongi hati
lo. Dan lo jangan malu untuk sadar kalo lo sebenarnya cinta sama Ify!”
Ucapan Sivia kali
ini membuat aliran darahnya naik seketika. Wajahnya terasa panas. Kalimat terakhir
yang diucapkan Sivia sangat ragu ia benarkan. Apa ia, seorang Rivano Gabril
telah jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Alyssa Sifyla? Jika benar,
lantas apa yang membuatnya menyukai gadis itu? Apa hanya karena tangisan gadis
itu mampu membuat hatinya perlahan-lahan menyukai gadis itu?
Sekarang, Ify
berada di posisi Shilla. Sebuah rasa yang sama yang pernah ia rasakan pada
Shilla kini ia rasakan pada Ify. Sebuah rasa yang menghantarkannya menuju
sesuatu yang indah. Yang bisa disebut dengan cinta.
Astaga! Apa ia..
Apa ia telah menyukai Ify dan tidak mau kehilangan Ify? Sama seperti ketika ia
menyukai Shilla dan tidak mau kehilangan Shilla?
“Yo.. Jangan pernah
bohongi perasaan lo. Dari wajah lo saja gue tau. Lo sebenarnya suka sama Ify.
Gue yakin lo akan mempertahankan cinta lo itu dengan cara menghapus syarat
ketiga. Gue yakin Tuhan mau mengabulkannya.”
Rio menatap Sivia
sambil tersenyum hambar. “Sayangnya tidak bisa Vi. Tuhan nggak bisa lagi
mengabulkan permintaan gue karena permintaan gue yang terakhir sudah Ia
kabulkan. Maaf Vi.. Sampaikan permintamaafan gue ke Ify. Aloha..”
Rio bangkit dari
duduknya, seakan-akan tugasnya sudah selesai ia kerjakan dan kembali dengan
kehidupan semula. Menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya dengan
tulus sudah ia dapatkan dari ketulusan hati Ify.
“Jangan pergi..”
Lirih Sivia menahan tangis.
Rio tersenyum lalu
mengacak-acak poni Sivia. “Tapi gue janji akan membahagiakan Ify.” Ucapnya.
***
Akhirnya, malam
yang ditunggunya pun tiba. Shilla tak sabaran bertemu Agni. Ia nggak sabaran
untuk mengetahui sebuah rahasia besar yang dimiliki Agni. Yang tentunya ada
hubungannya dengan Cakka, Debo, dan Adrian.
Adrian. Shilla
selalu sedih ketika mendengar nama itu. Adrian. Sampai sejauh ini, keluarganya
belum menemukan letak keberadaan Adrian. Keberadaan Adrian bak di telan oleh
bumi. Tapi Shilla yakin kalo Agni tau dimana keberadaan Adrian. Bukannya
rahasia itu ada hubungannya juga dengan Adrian?
Namun, lagi-lagi ia
mengutuki keadaan. Shilla jengkel bukan main saat menerima pesan singkat dari
Agni yang sekaligus membatalkan niatnya untuk menemui Agni.
Sorry Shill, gw gk bsa cerita
skrg. Bsok sj ya, tp lo hrs janji. Lo jgn nangis ktk dengar cerita gue.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar