Part 9
.
.
.
Sungguh tak
disangkanya. Ia berhasil mendengar suara Adrian! Debo tak habis pikir.
Kira-kira tiga jam-an ia berada di pemakaman Adrian. Dan ia merasa Adrian ada
di sampingnya. Dan.. Ia berhasil mendengar suara orang yang dirindukannya.
Hikmahnya, Adrian
sama sekali nggak dendam ataupun marah dengannya. Hatinya jadi tenang. Tapi ia
penasaran karena ada suatu hal yang harus Adrian kerjakan, dan ini nggak ada
hubungannya sama sekali dengannya.
“Gue nggak habis
pikir, gue bisa mendengar suaranya. Walau hanya sebentar. Tapi gue juga ingin
liat sosok aslinya.” Gumam Debo.
Saat ini, cowok itu
berada di kamarnya. Tadi ia sengaja bolos sekolah karena malas. Ditambah lagi
pikirannya yang nggak henti-hentinya mikirin sosok hantu yang diceritakan
Sivia.
“Apa hantu itu
adalah lo, Ad? Kalo ya, kenapa lo rasuki Sivia? Sivia bukan masa lalu lo, Ad.
Kalo dia...”
Tentu ‘dia’ yang
Debo maksud adalah mantannya, yang juga diam-diam disukai Adrian. Tetapi
bagaimanapun, mantannya itu jijik dengan Adrian dan memilihnya sebagai cinta
pertamanya.
“Apa lo juga
merasuki mantan gue? Apa sesuatu yang lo kerjakan adalah mengganggu hidup
mantan gue yang nggak tau dimana keberadaannya saat ini?”
Jawabannya mungkin
salah! Adrian adalah tipe cowok yang baik. Dia nggak mungkin balas dendam
dengan mantannya. Mungkin ada urusan misteri yang harus dikerjakannya. Apa ini
artinya Adrian kembali ke dunia lagi?
“Apa bisa orang
yang sudah mati kembali hidup lagi? Ato jangan-jangan Adrian mati suri?”
Lama-lama kepalanya
menjadi pusing mikirin semua itu. Matanya juga sejak tadi ingin segera
istirahat. Debo pun memutuskan untuk tidur agar ketika ia terbangun pikirannya
menjadi cerah dan nggak ruwet kayak ini.
Dan mungkin saja
Adrian bakal kasih ia jawaban di dalam mimpinya nanti.
***
“Hai Deb! Kok lo
kemarin nggak masuk?” Tanya Ify.
Pagi-pagi sekali
Debo sudah ada di sekolah. Biasanya tuh cowok datengnya siangan. Nggak tau
angin darimana yang membuatnya datang sepagi ini.
“Sakit.” Jawab Debo
singkat.
Ify merasa ada yang
lain dari Debo. Debo tidak seceria seperti biasa. Pasti Debo sedang dilanda
masalah besar yang tidak bisa diatasinya.
“Sakit apa? Lo kan
jarang sakit. Anak futsall kok jarang sakit sih?”
Sepertinya hari ini
Debo lagi nggak mood untuk berbicara. Bicara sama Ify pun ia malas. Padahal
dalam hati kecilnya ia sangat ingin berbicara, bercanda dan tertawa bersama
Ify. Tapi, kejadian kemarin yang membuat moodnya buruk.
“Lo kenapa sih Deb?
Kok lain dari biasanya? Lo ada masalah?” Tanya Ify heran.
Debo nggak
menjawab. Cowok itu malah mengeluarkan buku paket Kimia dari dalam tasnya.
Sungguh, yang dilakukan Debo itu jarang ditemukan. Debo yang anti sama yang
namanya Kimia malah membuka buku itu dan mempelajarinya. Wah, mungkin Debo
tobat kali..
“Hai, Fy!” Sapa
Sivia.
Ify memutuskan
untuk meninggalkan Debo dan membalas sapaan Sivia. Tampaknya gadis itu sangat
ceria. Ify senang melihat wajah ceria Sivia.
“Debo kenapa tuh?
Heran gue Vi. Bawaannya cuek mulu.” Kata Ify.
Sivia tersenyum.
“Dia lagi jatuh cinta sama kamu Fy..” Jawab Sivia lembut yang membuat kedua
mata Ify melotot ke arah Sivia.
“Nggak! Dia nggak
boleh suka sama gue. Suka dalam artian sahabat baru boleh.” Kata Ify.
Tentu Sivia paham.
Ia tidak ingin ada cowok yang menyukainya karena Ify telah menemukan sesosok
cowok yang kini disukainya. Siapa lagi kalo bukan Rio? Berkali-kali Sivia
mengatakan kalo Ify nggak cocok sama Rio. Dan berkali-kali pula Sivia
menjodohkan Ify dengan Debo. Tapi hati Ify tetap setia menyukai kakak kelasnya
itu.
“Terserah lo deh
Fy.” Kata Sivia.
Setelah lama
ngobrol dengan Sivia, Ify melirik ke arah Debo bersama buku Kimianya. Tapi jika
diperhatikan, Debo sama sekali tidak mempelajari Kimia itu. Melainkan sedang
memikirkan sesuatu.
***
Pada saat
istirahat, sebenarnya Ify ingin sekali menemui Rio. Tapi, kata Dea hari ini Rio
juga nggak masuk. Ify menjadi khawatir. Apa jangan-jangan Rio sakit? Andaikan
saja ia tau alamat rumah Rio, tentu ia langsung pergi mencari Rio di rumahnya.
Ify juga penasaran bagaimana rumah Rio. Penasaran dengan keluarga Rio.
“Lo nggak ke kantin
Fy?” Tanya Sivia.
“Enggak deh. Gue
nggak laper.” Jawab Ify.
Sivia memerhatikan
Ify yang lain dari biasanya. Lalu ia berhasil menemukan sebuah jawaban.
“Lo khawatir banget
ya sama kak Rio..” Kata Sivia pelan, namun di dengar oleh Ify.
“Iya. Gue takut
kalo dia sakit.”
Tiba-tiba Debo
mendatangi keduanya. Wajahnya begitu muram. Sepertinya Debo sedang nggak enak
badan. Banyak masalah-masalah yang menghampirinya. Namun, sesuatu yang nggak di
duga Ify dan Sivia keluar dari mulut Debo.
“Lo benar. Gue
emang nggak pantas buat lo Fy. Gue tau kalo lo sebenarnya suka sama Rio. Jadi,
gue mundur aja.” Kata Debo.
Tak ayal, Ify dan
Sivia sama-sama kaget. Terutama Ify! Ocehan Sivia selama ini mengenai Debo yang
ternyata diam-diam suka padanya menjadi kenyataan. Mulut Ify bungkam. Nggak
bisa mengeluarkan satu pun kata.
“Deb.. Lo.. Lo
denger semuanya?” Tanya Sivia.
Debo tersenyum.
Namun senyuman itu bukanlah senyuman kebahagiaan. “Cukup melihat Ify yang
khawatir dengan Rio menyimpulkan bahwa Ify suka sama Rio. Tak apa. Nggak ada
salahnya kalo dia suka sama Rio. Nggak ada hak buat gue untuk melarangnya.”
Jika diperhatikan,
Debo sangatlah menyedihkan. Ia pura-pura untuk tenang padahal hatinya sangat
cemburu dan merasakan sakit yang luar biasa. Sivia tak tega dengan Debo.
Sahabat yang ia kenali sejak MOS SMA.
“Ya udah. Gue pergi
dulu.” Kata Debo meninggalkan Ify dan Sivia.
Ingin sekali Ify
memanggil Debo. Tetapi ia tak kuasa memanggil nama itu. Jujur, Ify sama sekali
tak menyangka ternyata Debo diam-diam suka dengannya. Oh, mengapa ini harus
terjadi? Mengapa? Ia suka dengan Debo. Tapi hanya sebatas sahabat. Tak lebih.
“Fy, apa lo nggak
kasian sama Debo? Lo nggak ngertiin perasaannya Fy!”
Entah mengapa Sivia
berubah menjadi emosi dan tak suka. Hal ini membuat Ify ikutan emosi. Nggak
ngertiin perasaannya?!
“Lo juga!” Kata Ify
menatap tajam Sivia. “Nggak bisa pahami perasaan gue kalo gue itu cinta sama
kak Rio!” Lanjutnya lalu pergi meninggalkan Sivia yang dibuat melongo oleh ulah
Ify barusan.
Sementara Debo,
sebisa mungkin ia mengontrol keadaan. Masalah demi masalah menghampirinya tiada
henti. Hidupnya berubah menjadi susah seperti ini sejak kedatangan seorang
murid baru bernama Rivano Gabriel atau akrab dipanggil Rio.
Dan entah mengapa
perasaan benci tumbuh di hatinya. Perasaan benci kepada seorang Rivano Gabril.
***
Gadis itu berjalan,
berjalan dan terus berjalan hingga berhenti di depan kelas 2IPA-1. Banyak
murid-murid yang duduk di luar sambil bercanda. Adapun yang sedang belajar. Ify
tak menemukan seseorang yang dicarinya. Yah, mustahil jika ia menemukannya.
Bukannya hari ini Rio nggak masuk sekolah?
“Fy, nyari siapa?”
Tanya Dea yang tiba-tiba aja berada di hadapannya.
“Ng.. Nggak nyari
siapa-siapa kok.” Jawab Ify.
Namun Dea nggak
yakin dengan jawaban Ify. Ia pun mengajak Ify duduk di ujung kelas yang sepi.
Disana, ia bisa bertanya penuh mengenai soal Rio tanpa sepengetahuan yang lain.
Dea dan Ify duduk
berhadapan.
“Sekarang lo harus
jawab pertanyaan gue dengan jujur. Apa lo suka sama Rio?” Tanya Dea.
Ify nggak langsung
menjawab. Ia tarik nafas dalam-dalam. Lalu ia buang secara perlahan. Ia nggak
tau apakah Dea sedang mengintograsinya atau tidak. Yang jelas, ia harus
menjawab segala pertanyaan Dea. Apapun pertanyaannya.
“I.. Iya kak..”
Jawab Ify.
“Oke. Nggak heran
ada cewek yang suka sama Rio. Gue aja sebenarnya suka sama Rio. Ya tapi itu Fy,
Rio anaknya misteri. Udah dua hari ini dia nggak masuk sekolah tanpa surat.”
“Ng.. Kak Dea tau
dimana alamat rumah kak Rio?” Tanya Ify.
Dea sedikit kaget
dengan pertanyaan Ify barusan. “Nggak. Nggak ada satupun murid yang tau dimana
alamat rumah Rio.” Jawabnya.
“Kalo guru? Wali
kelas kakak pasti tau!” Pancing Ify.
Dea menggeleng.
“Setau gue, Rio ngasih alamat palsu di biodatanya. Artinya, keberadaannya
dirahasiakan. Pernah ada anak yang mencoba akrab sama Rio. Tapi hasilnya nihil.
Anak itu malah ketakutan. Makanya, sampai sekarang ini Rio nggak punya teman.
Aneh emang tuh anak.”
Karena Ify nggak
berkomentar apapun, Dea melanjutkan omongannya. “Yang gue heranin, kenapa lo
nggak takut sama Rio? Apa lo punya hubungan khusus dengan Rio?”
Hampir saja Ify
tertawa jika tidak ia tahan. “Kak.. Sejujurnya Ify emang takut sama kak Rio.
Tatapan kak Rio itu sangat mengerikan. Tapi Ify buang segala ketakutan yang Ify
rasakan. Akhirnya, Ify jadi nggak takut lagi sama kak Rio.”
Dea tidak percaya.
“Bagaimana cara lo agar lo nggak takut sama Rio?”
Ify terdiam sesaat.
“Entahlah kak. Ify juga nggak tau. Tapi kayaknya, yang membuat Ify bisa nggak
takut sama kak Rio karena ada satu hal.”
“Apa itu?”
“Ify pernah ketemu
sama cowok misterius. Cowok itu nolongin Ify waktu Ify kepeleset di tangga. Dan
sepertinya cowok itu yang membuat Ify nggak takut sama Kak Rio..”
Dea
menggeleng-gelengkan kepala. Nggak ngerti sama sekali apa yang dikatakan oleh
Ify.
***
Entah mengapa
perasaannya menjadi tak enak. Sedaritadi Ify mondar-mandir. Bukan, bukan Rio
yang ia pikirkan. Tetapi Debo yang mengaku kalo ia suka sama Ify. Tentu Ify
bingung harus berbuat apa. Selama ini, ia tak pernah punya pikiran kalo Debo
menyukainya. Bahkan sangat menyukainya!
“Gue harus ke rumah
Debo!” Tekad Ify.
Sesampai di rumah
Debo, keraguan menyelimutinya. Apa gue
harus masuk ke dalam sana? Kalo Debo
marah gimana? Tapi, keputusan tetaplah keputusan. Ia tak boleh kembali
sebelum bertemu Debo. Walau jujur saja, ia nggak tau apa yang harus ia
bicarakan ketika ia berhadapan dengan Debo.
Kedua kakinya ia
paksakan untuk berjalan ke dalam. Setelah tiba di pintu rumah Debo yang
terbuka, Ify mengucapkan salam dan di jawab dengan ramah oleh Mama Debo.
“Oh, Ify tho.
Pacarnya Debo ya? Cantik sekali..” Kata Mama Debo tersenyum yang membuat Ify
tersipu.
“Debo ada te?”
Tanya Ify.
Mama Debo yang
akrab di panggil Laura mempersilahkan Ify masuk. Di ruang tamu, Ify tersenyum
melihat ruang tamu yang tertata rapi. Padahal Laura tidak memiliki pembantu.
Ohya, kemana lagi
dua adik Debo yang manis-manis? Kok nggak kelihatan?
“Debonya ada te?”
Tanya Ify ulang.
“Lo nyari gue?”
Tiba-tiba aja Debo
sudah berdiri di ruang tamu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Tetapi tidak
mengandung keramahan.
Laura langsung
berdiri dan memelototi anaknya. “Kamu kenapa sih? Dia kan pacarmu! Oh.. Mama
tau.. Kalian berdua sedang kelahi ya?”
Tentu Debo merasa
kaget dikatakan sebagai pacar Ify. Sesuatu yang sangat ia harapkan namun
mustahil jika ia gapai. Debo nggak menjawab pertanyaan Mamanya, melainkan
menatap Ify tajam.
“Rio lagi butuh lo!
Sudah dua hari dia nggak masuk sekolah. Kenapa lo nggak ke rumahnya saja?” Kata
Debo sedikit ketus.
Laura yang nggak
tau apa-apa memilih untuk diam. Barangkali dugaannya mengenai Ify pacaran sama
anaknya salah besar.
“Jangan bahas soal
kak Rio! Ify cuma minta maaf kalo Ify cuma anggap Debo sebagai sahabat Ify
saja. Kamu bisa ngerti kan Deb?” Kata Ify penuh harap.
Sepertinya Laura
paham dengan persoalan yang dibicarakan Ify. Mungkin saja anaknya itu menyukai
Ify tetapi Ify hanya menganggapnya sebagai sahabat saja.
“Terserah.” Kata
Debo cuek lalu pergi meninggalkan ruang tamu dan entah pergi kemana.
Laura melirik Ify.
“Biarkan saja. Debo memang begitu. Ketika ia putus sama Shilla, sikapnya
seperti itu.” Jelasnya.
“Hah? Shilla?
Siapa?” Tanya Ify heran sekaligus kaget.
***
Derap langkah
kakinya sangat misterius. Di malam yang begitu gelap ini, ia berjalan dan
berjalan. Matanya yang tajam memerhatikan orang-orang yang lewat melintasinya.
Ia tertawa. Orang-orang itu nggak bakal bisa melihatnya. Kecuali jika ia
menampakkan diri dengan wujud aslinya.
Gelapnya malam ini
membuat kengerian di sekitarnya. Tak ayal, orang-orang pada bergegas pergi
menjauhi tempat itu dan mencari tempat yang sedikit terang.
“Gue nggak bisa
gini selamanya. Harus ada orang yang mengetahui gue. Tapi, siapa orang itu?”
Tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba matanya
menangkap sesosok gadis. Sesosok gadis yang dikenalinya. Sesosok gadis yang
pernah melihatnya dalam wujud asli. Meskipun gadis itu melihatnya dalam mimpi.
“Why not?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar