expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 22 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 9 )



Part 9

.

.

.

Sungguh tak disangkanya. Ia berhasil mendengar suara Adrian! Debo tak habis pikir. Kira-kira tiga jam-an ia berada di pemakaman Adrian. Dan ia merasa Adrian ada di sampingnya. Dan.. Ia berhasil mendengar suara orang yang dirindukannya.

Hikmahnya, Adrian sama sekali nggak dendam ataupun marah dengannya. Hatinya jadi tenang. Tapi ia penasaran karena ada suatu hal yang harus Adrian kerjakan, dan ini nggak ada hubungannya sama sekali dengannya.

“Gue nggak habis pikir, gue bisa mendengar suaranya. Walau hanya sebentar. Tapi gue juga  ingin liat sosok aslinya.” Gumam Debo.

Saat ini, cowok itu berada di kamarnya. Tadi ia sengaja bolos sekolah karena malas. Ditambah lagi pikirannya yang nggak henti-hentinya mikirin sosok hantu yang diceritakan Sivia.

“Apa hantu itu adalah lo, Ad? Kalo ya, kenapa lo rasuki Sivia? Sivia bukan masa lalu lo, Ad. Kalo dia...”

Tentu ‘dia’ yang Debo maksud adalah mantannya, yang juga diam-diam disukai Adrian. Tetapi bagaimanapun, mantannya itu jijik dengan Adrian dan memilihnya sebagai cinta pertamanya.

“Apa lo juga merasuki mantan gue? Apa sesuatu yang lo kerjakan adalah mengganggu hidup mantan gue yang nggak tau dimana keberadaannya saat ini?”

Jawabannya mungkin salah! Adrian adalah tipe cowok yang baik. Dia nggak mungkin balas dendam dengan mantannya. Mungkin ada urusan misteri yang harus dikerjakannya. Apa ini artinya Adrian kembali ke dunia lagi?

“Apa bisa orang yang sudah mati kembali hidup lagi? Ato jangan-jangan Adrian mati suri?”

Lama-lama kepalanya menjadi pusing mikirin semua itu. Matanya juga sejak tadi ingin segera istirahat. Debo pun memutuskan untuk tidur agar ketika ia terbangun pikirannya menjadi cerah dan nggak ruwet kayak ini.

Dan mungkin saja Adrian bakal kasih ia jawaban di dalam mimpinya nanti.

***

“Hai Deb! Kok lo kemarin nggak masuk?” Tanya Ify.

Pagi-pagi sekali Debo sudah ada di sekolah. Biasanya tuh cowok datengnya siangan. Nggak tau angin darimana yang membuatnya datang sepagi ini.

“Sakit.” Jawab Debo singkat.

Ify merasa ada yang lain dari Debo. Debo tidak seceria seperti biasa. Pasti Debo sedang dilanda masalah besar yang tidak bisa diatasinya.

“Sakit apa? Lo kan jarang sakit. Anak futsall kok jarang sakit sih?”

Sepertinya hari ini Debo lagi nggak mood untuk berbicara. Bicara sama Ify pun ia malas. Padahal dalam hati kecilnya ia sangat ingin berbicara, bercanda dan tertawa bersama Ify. Tapi, kejadian kemarin yang membuat moodnya buruk.

“Lo kenapa sih Deb? Kok lain dari biasanya? Lo ada masalah?” Tanya Ify heran.

Debo nggak menjawab. Cowok itu malah mengeluarkan buku paket Kimia dari dalam tasnya. Sungguh, yang dilakukan Debo itu jarang ditemukan. Debo yang anti sama yang namanya Kimia malah membuka buku itu dan mempelajarinya. Wah, mungkin Debo tobat kali..

“Hai, Fy!” Sapa Sivia.

Ify memutuskan untuk meninggalkan Debo dan membalas sapaan Sivia. Tampaknya gadis itu sangat ceria. Ify senang melihat wajah ceria Sivia.

“Debo kenapa tuh? Heran gue Vi. Bawaannya cuek mulu.” Kata Ify.

Sivia tersenyum. “Dia lagi jatuh cinta sama kamu Fy..” Jawab Sivia lembut yang membuat kedua mata Ify melotot ke arah Sivia.

“Nggak! Dia nggak boleh suka sama gue. Suka dalam artian sahabat baru boleh.” Kata Ify.

Tentu Sivia paham. Ia tidak ingin ada cowok yang menyukainya karena Ify telah menemukan sesosok cowok yang kini disukainya. Siapa lagi kalo bukan Rio? Berkali-kali Sivia mengatakan kalo Ify nggak cocok sama Rio. Dan berkali-kali pula Sivia menjodohkan Ify dengan Debo. Tapi hati Ify tetap setia menyukai kakak kelasnya itu.

“Terserah lo deh Fy.” Kata Sivia.

Setelah lama ngobrol dengan Sivia, Ify melirik ke arah Debo bersama buku Kimianya. Tapi jika diperhatikan, Debo sama sekali tidak mempelajari Kimia itu. Melainkan sedang memikirkan sesuatu.

***

Pada saat istirahat, sebenarnya Ify ingin sekali menemui Rio. Tapi, kata Dea hari ini Rio juga nggak masuk. Ify menjadi khawatir. Apa jangan-jangan Rio sakit? Andaikan saja ia tau alamat rumah Rio, tentu ia langsung pergi mencari Rio di rumahnya. Ify juga penasaran bagaimana rumah Rio. Penasaran dengan keluarga Rio.

“Lo nggak ke kantin Fy?” Tanya Sivia.

“Enggak deh. Gue nggak laper.” Jawab Ify.

Sivia memerhatikan Ify yang lain dari biasanya. Lalu ia berhasil menemukan sebuah jawaban.

“Lo khawatir banget ya sama kak Rio..” Kata Sivia pelan, namun di dengar oleh Ify.

“Iya. Gue takut kalo dia sakit.”

Tiba-tiba Debo mendatangi keduanya. Wajahnya begitu muram. Sepertinya Debo sedang nggak enak badan. Banyak masalah-masalah yang menghampirinya. Namun, sesuatu yang nggak di duga Ify dan Sivia keluar dari mulut Debo.

“Lo benar. Gue emang nggak pantas buat lo Fy. Gue tau kalo lo sebenarnya suka sama Rio. Jadi, gue mundur aja.” Kata Debo.

Tak ayal, Ify dan Sivia sama-sama kaget. Terutama Ify! Ocehan Sivia selama ini mengenai Debo yang ternyata diam-diam suka padanya menjadi kenyataan. Mulut Ify bungkam. Nggak bisa mengeluarkan satu pun kata.

“Deb.. Lo.. Lo denger semuanya?” Tanya Sivia.

Debo tersenyum. Namun senyuman itu bukanlah senyuman kebahagiaan. “Cukup melihat Ify yang khawatir dengan Rio menyimpulkan bahwa Ify suka sama Rio. Tak apa. Nggak ada salahnya kalo dia suka sama Rio. Nggak ada hak buat gue untuk melarangnya.”

Jika diperhatikan, Debo sangatlah menyedihkan. Ia pura-pura untuk tenang padahal hatinya sangat cemburu dan merasakan sakit yang luar biasa. Sivia tak tega dengan Debo. Sahabat yang ia kenali sejak MOS SMA.

“Ya udah. Gue pergi dulu.” Kata Debo meninggalkan Ify dan Sivia.

Ingin sekali Ify memanggil Debo. Tetapi ia tak kuasa memanggil nama itu. Jujur, Ify sama sekali tak menyangka ternyata Debo diam-diam suka dengannya. Oh, mengapa ini harus terjadi? Mengapa? Ia suka dengan Debo. Tapi hanya sebatas sahabat. Tak lebih.

“Fy, apa lo nggak kasian sama Debo? Lo nggak ngertiin perasaannya Fy!”

Entah mengapa Sivia berubah menjadi emosi dan tak suka. Hal ini membuat Ify ikutan emosi. Nggak ngertiin perasaannya?!

“Lo juga!” Kata Ify menatap tajam Sivia. “Nggak bisa pahami perasaan gue kalo gue itu cinta sama kak Rio!” Lanjutnya lalu pergi meninggalkan Sivia yang dibuat melongo oleh ulah Ify barusan.

Sementara Debo, sebisa mungkin ia mengontrol keadaan. Masalah demi masalah menghampirinya tiada henti. Hidupnya berubah menjadi susah seperti ini sejak kedatangan seorang murid baru bernama Rivano Gabriel atau akrab dipanggil Rio.

Dan entah mengapa perasaan benci tumbuh di hatinya. Perasaan benci kepada seorang Rivano Gabril.

***

Gadis itu berjalan, berjalan dan terus berjalan hingga berhenti di depan kelas 2IPA-1. Banyak murid-murid yang duduk di luar sambil bercanda. Adapun yang sedang belajar. Ify tak menemukan seseorang yang dicarinya. Yah, mustahil jika ia menemukannya. Bukannya hari ini Rio nggak masuk sekolah?

“Fy, nyari siapa?” Tanya Dea yang tiba-tiba aja berada di hadapannya.

“Ng.. Nggak nyari siapa-siapa kok.” Jawab Ify.

Namun Dea nggak yakin dengan jawaban Ify. Ia pun mengajak Ify duduk di ujung kelas yang sepi. Disana, ia bisa bertanya penuh mengenai soal Rio tanpa sepengetahuan yang lain.

Dea dan Ify duduk berhadapan.

“Sekarang lo harus jawab pertanyaan gue dengan jujur. Apa lo suka sama Rio?” Tanya Dea.

Ify nggak langsung menjawab. Ia tarik nafas dalam-dalam. Lalu ia buang secara perlahan. Ia nggak tau apakah Dea sedang mengintograsinya atau tidak. Yang jelas, ia harus menjawab segala pertanyaan Dea. Apapun pertanyaannya.

“I.. Iya kak..” Jawab Ify.

“Oke. Nggak heran ada cewek yang suka sama Rio. Gue aja sebenarnya suka sama Rio. Ya tapi itu Fy, Rio anaknya misteri. Udah dua hari ini dia nggak masuk sekolah tanpa surat.”

“Ng.. Kak Dea tau dimana alamat rumah kak Rio?” Tanya Ify.

Dea sedikit kaget dengan pertanyaan Ify barusan. “Nggak. Nggak ada satupun murid yang tau dimana alamat rumah Rio.” Jawabnya.

“Kalo guru? Wali kelas kakak pasti tau!” Pancing Ify.

Dea menggeleng. “Setau gue, Rio ngasih alamat palsu di biodatanya. Artinya, keberadaannya dirahasiakan. Pernah ada anak yang mencoba akrab sama Rio. Tapi hasilnya nihil. Anak itu malah ketakutan. Makanya, sampai sekarang ini Rio nggak punya teman. Aneh emang tuh anak.”

Karena Ify nggak berkomentar apapun, Dea melanjutkan omongannya. “Yang gue heranin, kenapa lo nggak takut sama Rio? Apa lo punya hubungan khusus dengan Rio?”

Hampir saja Ify tertawa jika tidak ia tahan. “Kak.. Sejujurnya Ify emang takut sama kak Rio. Tatapan kak Rio itu sangat mengerikan. Tapi Ify buang segala ketakutan yang Ify rasakan. Akhirnya, Ify jadi nggak takut lagi sama kak Rio.”

Dea tidak percaya. “Bagaimana cara lo agar lo nggak takut sama Rio?”

Ify terdiam sesaat. “Entahlah kak. Ify juga nggak tau. Tapi kayaknya, yang membuat Ify bisa nggak takut sama kak Rio karena ada satu hal.”

“Apa itu?”

“Ify pernah ketemu sama cowok misterius. Cowok itu nolongin Ify waktu Ify kepeleset di tangga. Dan sepertinya cowok itu yang membuat Ify nggak takut sama Kak Rio..”

Dea menggeleng-gelengkan kepala. Nggak ngerti sama sekali apa yang dikatakan oleh Ify.

***

Entah mengapa perasaannya menjadi tak enak. Sedaritadi Ify mondar-mandir. Bukan, bukan Rio yang ia pikirkan. Tetapi Debo yang mengaku kalo ia suka sama Ify. Tentu Ify bingung harus berbuat apa. Selama ini, ia tak pernah punya pikiran kalo Debo menyukainya. Bahkan sangat menyukainya!

“Gue harus ke rumah Debo!” Tekad Ify.

Sesampai di rumah Debo, keraguan menyelimutinya. Apa gue harus masuk ke dalam sana? Kalo Debo marah gimana? Tapi, keputusan tetaplah keputusan. Ia tak boleh kembali sebelum bertemu Debo. Walau jujur saja, ia nggak tau apa yang harus ia bicarakan ketika ia berhadapan dengan Debo.

Kedua kakinya ia paksakan untuk berjalan ke dalam. Setelah tiba di pintu rumah Debo yang terbuka, Ify mengucapkan salam dan di jawab dengan ramah oleh Mama Debo.

“Oh, Ify tho. Pacarnya Debo ya? Cantik sekali..” Kata Mama Debo tersenyum yang membuat Ify tersipu.

“Debo ada te?” Tanya Ify.

Mama Debo yang akrab di panggil Laura mempersilahkan Ify masuk. Di ruang tamu, Ify tersenyum melihat ruang tamu yang tertata rapi. Padahal Laura tidak memiliki pembantu.
Ohya, kemana lagi dua adik Debo yang manis-manis? Kok nggak kelihatan?

“Debonya ada te?” Tanya Ify ulang.

“Lo nyari gue?”

Tiba-tiba aja Debo sudah berdiri di ruang tamu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Tetapi tidak mengandung keramahan.

Laura langsung berdiri dan memelototi anaknya. “Kamu kenapa sih? Dia kan pacarmu! Oh.. Mama tau.. Kalian berdua sedang kelahi ya?”

Tentu Debo merasa kaget dikatakan sebagai pacar Ify. Sesuatu yang sangat ia harapkan namun mustahil jika ia gapai. Debo nggak menjawab pertanyaan Mamanya, melainkan menatap Ify tajam.

“Rio lagi butuh lo! Sudah dua hari dia nggak masuk sekolah. Kenapa lo nggak ke rumahnya saja?” Kata Debo sedikit ketus.

Laura yang nggak tau apa-apa memilih untuk diam. Barangkali dugaannya mengenai Ify pacaran sama anaknya salah besar.

“Jangan bahas soal kak Rio! Ify cuma minta maaf kalo Ify cuma anggap Debo sebagai sahabat Ify saja. Kamu bisa ngerti kan Deb?” Kata Ify penuh harap.

Sepertinya Laura paham dengan persoalan yang dibicarakan Ify. Mungkin saja anaknya itu menyukai Ify tetapi Ify hanya menganggapnya sebagai sahabat saja.

“Terserah.” Kata Debo cuek lalu pergi meninggalkan ruang tamu dan entah pergi kemana.

Laura melirik Ify. “Biarkan saja. Debo memang begitu. Ketika ia putus sama Shilla, sikapnya seperti itu.” Jelasnya.

“Hah? Shilla? Siapa?” Tanya Ify heran sekaligus kaget.

***

Derap langkah kakinya sangat misterius. Di malam yang begitu gelap ini, ia berjalan dan berjalan. Matanya yang tajam memerhatikan orang-orang yang lewat melintasinya. Ia tertawa. Orang-orang itu nggak bakal bisa melihatnya. Kecuali jika ia menampakkan diri dengan wujud aslinya.

Gelapnya malam ini membuat kengerian di sekitarnya. Tak ayal, orang-orang pada bergegas pergi menjauhi tempat itu dan mencari tempat yang sedikit terang.

“Gue nggak bisa gini selamanya. Harus ada orang yang mengetahui gue. Tapi, siapa orang itu?” Tanyanya dalam hati.

Tiba-tiba matanya menangkap sesosok gadis. Sesosok gadis yang dikenalinya. Sesosok gadis yang pernah melihatnya dalam wujud asli. Meskipun gadis itu melihatnya dalam mimpi.

“Why not?”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar