expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 22 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 5 )



Part 5

.

.

.

Sebuah berita yang membuat hatinya kaget. Sebuah berita yang memaksanya mengeluarkan air mata hingga kering. Ia tertunduk. Menyesali segala kebodohan yang ia perbuat. Lantas, apa yang harus ia lakukan?

“Vi, kak Alvin pindah sekolah ya?” Tanya Ify pelan.

Sivia nggak menjawab. Ia malah memainkan pulpennya. Ify yang tau perasaan sahabatnya itu menjadi pengertian. Tapi ada keselnya juga. Dulu, waktu Alvin ada disamping Sivia, Sivia selalu tak menganggap sosok Alvin. Sekarang, ketika Alvin telah pergi, Sivia malah menangisinya. Maksudnya apa sih?

“Fy.. Hiks..”

Penyesalan emang datang belakangan. Tapi sungguh, ini hanyalah permainannya saja. Ia tak membenci Alvin. Ia sangat mencintai Alvin. Hanya saja....

“Ide gue emang gila.” Kata Sivia yang membuat Ify menaikkan sebelah alisnya.

“Ide apa?” Tanya Ify.

Sivia menarik nafas. “Ide. Ya. Sebenarnya gue cinta kak Alvin. Cinta banget. Waktu kak Alvin nembak gue, gue senang banget. Tapi gue ingat. Kak Alvin itu playboy. Gue mengira kak Alvin mempermainkan gue. Nah, akhirnya gue punya ide untuk menyimpulkan apakah kak Alvin playboy ato enggak. Ide gue yaitu... Gue suka cuekin dia. Dalam hati gue berharap kak Alvin bosen ama gue dan nyari cewek lain. Tapi ternyata, dugaan gue salah.”

Ify mendengarkan cerita Sivia dengan seksama. “Kak Alvin bukan playboy. Buktinya, dia cinta mati ama gue. Gue perhatikan dia nggak pernah ngelirik cewek lain. Dan gue belum sepenuhnya yakin. Gue biarkan diri gue cuek, nggak perhatian dan suka marah sama kak Alvin. Namun... Kak Alvin lelah dengan sikap gue. Dan pada akhirnya dia putusin gue dan pindah sekolah. Bahkan pindah ke luar negeri. Ini semua salah gue Fy.. Hiks..”

Setelah puas dan lega menceritakan, Sivia menangis sejadi-jadinya. Ia nggak nyangka. Semua menjadi seperti ini. Hatinya sungguh terasa sakit kehilangan sesosok cinta sejatinya.

“Sudahlah Vi, ini semua bukan salah lo. Cara lo ato ide lo tadi bener kok.” Kata Ify menghibur Sivia. Tapi percuma aja. Sivia tetap menangis.

Seorang cowok datang mendekati keduanya. Siapa lagi kalo bukan Debo?

“Hallo girls! Wah, gue jadi pengen nangis nih liat lo nangis Vi..” Kata Debo.

Ify menatap Debo tajam. Sementara Debo cuma nyengir. Bagaimana nggak kesal? Sahabatnya sedang terpuruk, Debo masih bisa bercanda?

“Fy, nggak nyari murid baru itu?” Tanya Debo tiba-tiba. Ia juga nggak tau mengapa pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya.

Pipi Ify berubah menjadi merah. Entah mengapa, ketika ia mengingat Rio, pipinya berubah menjadi merah. Dan jantungnya berdetak tak karuan.

“Ng.. Ngapain juga nyari kak Rio?” Tanya Ify.

“Hmmm.. Dia misterius ya Fy. Fell gue menyatakan kalo gue pernah liat tuh cowok sebelumnya. Tapi dimana? Gue juga nggak tau.”

Wajah Ify berubah menjadi serius. “Serius lo Deb? Gue aja pernah liat kak Rio sebelumnya. Yang waktu ada cowok nolongin gue pas gue kepeleset di tangga, dan..”

“Cowok yang nyelametin lo itu bukan Rio! Dia kan bilang kalo dia bukan orang yang nyelametin elo!”

Lho? Kok Debo berubah jadi emosi gini ya?

“Nggak! Gue yakin itu kak Rio. Wajahnya kembar! Mungkin kak Rio bohong ke gue!”

Debo jadi kesal. “Lo kenapa sih Fy? Ngarep banget cowok yang nolongin lo itu Rio? Ada apa sih sama lo? Lo naksir ya sama Rio?”

Deg! Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika mendengar Debo mengatakan sebuah kalimat yang ia akui kebenarannya. Lo naksir ya sama Rio? Apa benar ia suka sama murid baru yang ditakuti oleh murid-murid SMA Varius? Debo pun nggak nyangka mulutnya ini dengan sekenanya mengeluarkan sebuah kalimat yang begitu menyakitkan.

“Ng.. Fy.. Sorry.. Sorry..” Kata Debo gugup menyadari perubahan wajah Ify.

“Nggak papa kok. Lo nggak ada salah.” Kata Ify

Kelas yang tadinya ramai tiba-tiba saja berubah menjadi sunyi. Kedatangan seorang cowok yang berwajah dingin seketika itu juga mampu mengubah suasana menjadi sepi. Sebagian murid ada yang berdecak kagum dengan ketampanan cowok itu. Sementara yang lain merasa takut. Bagi mereka, tatapan cowok itu sangat mengerikan.

“Fy, bukannya itu..” Bisik Debo.

“Kak Rio..” Lirih Ify.

Bagi Ify, kedatangan Rio di kelasnya merupakan suatu kejutan. Hatinya sangat bahagia melihat Rio datang mengunjungi kelasnya. Tidak dengan Debo. Yang cowok itu rasakan adalah rasa penasaran dan kebencian serta ketidaksukaannya dengan sosok murid baru bernama Rio.

Kedua mata Ify sedaritadi tidak ia palingkan dari wajah Rio. Sungguh, kakak kelasnya itu sangat manis. Tak ada secercah pun sinar yang membuat siapapun takut. Tapi, mengapa semua orang takut jika melihat Rio? Apa yang salah dengan dirinya?

Argh! Sialnya! Rio juga menatapnya tanpa ekspresi. Yang jelas, saat ini Rio menunjukkan kecuekannya. Namun Ify merasa dibalik kecuekkan itu memiliki sebuah makna penting yang ia sendiri tidak tau.

Tuhan.. Kenapa cowok itu masih terus liatin gue? Ada yang salah ya sama gue? Batin Ify.

Tapi syukurlah. Rio memalingkan wajahnya dan beralih menatap Debo yang juga menatapnya dengan pandangan nano-nano(?). Banyak pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Debo ingin sekali bicara. Namun mulutnya terasa kaku jika dibuka.

“Ketua kelas mana?” Tanya Rio akhirnya.

Di ujung sana, sang ketua kelas gemetaran. Cowok yang bernama Niall yang dipilih sebagai ketua kelas itu pun maju ke depan. Setelah ia berhadapan dengan Rio, diam-diam Niall memerhatikan wajah Rio. Terkesan dingin. Tiba-tiba, ia merasa ketakutan ketika memandangi dua bola mata yang baginya mengerikan itu.

“Sa.. Saya ketua kelasnya kak. Ada apa?” Tanya Niall memberanikan diri bertanya. Cowok yang dikenal sebagai cowok pemberani itu takut seketika saat berhadapan dengan Rio.

Rio nggak menjawab. Ia malah memberikan lembaran kertas yang daritadi ia pegang. Niall menerima kertas itu. Astaga! Jangan-jangan kertas ini berisi hal-hal yang menakutkan lagi! Murid-murid lainnya pun juga merasakan ketakutan yang sama.

“Ya udah. Saya pamit dulu. Terimakasih.” Kata Rio lalu meninggalkan kelas X.3.

Setelah kepergian Rio, kelas X.3 menjadi gaduh. Tentu saja mereka membicarakan kejadian barusan. Mereka juga penasaran apa isi dibalik kertas yang tampaknya misterius.

“Woii Niall! Buka kertas itu!!” Teriak Andre.

“Iya Niall!! Cepat buka! Penasaran ini!” Tambah Burhan.

Niall menelan ludah. “Oke-oke. Gue buka. Tapi setelah gue buka, tolong gotong gue ke UKS ya. Ke rumah sakit pun tambah bagus.” Kata Niall ngaco.

Dan... Ketika Niall membuka kertas itu.....



Apa yang terjadi? Apa tulisan dari kertas itu?


Huahahahaa!! Niall tertawa ngakak. Murid-murid memandanginya dengan tatapan heran. Kok Niall tertawa sih? Tuh cowok kenapa lagi?

“Lo kenapa sih?” Tanya Olivia heran.

Niall berhenti tertawa. “Mmm.. Kertas ini bukan apa-apa. Awalnya gue kira kertas ini bisa bikin jantung gue mau copot. Tapi ternyata... Tulisan ini cuma tugas dari Pak Angga untuk mengerjakan soal latihan halaman lima puluh enam bagian A saja.” Jelas Niall.

Semua murid tampak lega. Mereka mengira tulisan dari kertas itu berisi musibah yang dapat memakan banyak korban(?). Niall pun menulis di papan tulis dan setelah menulis kembali ke bangkunya.

“Gue heran.” Kata Ify pelan. Namun didengar oleh Debo.

“Heran apanya?” Tanya Debo.

Ify menghela nafas. “Itu. Tentang kak Rio. Kenapa sih semua orang takut sama dia? Emang kak Rio hantu apa? Deb, lo nggak takut kan sama kak Rio?”

Debo nggak langsung menjawab pertanyaan Ify. Justru hatinya terasa panas ketika mendengar sebuah nama cowok yang disebut Ify. Rio! Ada nggak nama lain yang lebih pantas disebut ketimbang nama Rio?

“Entahlah. Waktu gue perhatikan, dia emang seram. Ini menurut gue. Pandangannya ngeri banget dan seperti ingin melahap orang. Tapi dibalik semua itu, tersimpan segudang misteri. Dan gue juga udah nggak asing lagi dengan Rio.

“Lo pernah liat wajahnya? Dimana?” Tanya Ify. Pasalnya dia juga pernah melihat Rio sebelumnya. Tentu saja waktu ada cowok yang bantuin dia ketika ia terpeleset di tangga.

Tiba-tiba wajah Debo memucat. Mengapa sih kalo ia berusaha mengingat, kejadian masa lalu itu kembali hadir? Ada jangan-jangan masa lalu itu ada hubungannya dengan Rio? Apa jangan-jangan....

“Mikirnya kelamaan! Lebih baik lo kerjain soal aja. Sono pergi!” Usir Ify.

“Ya udah deh.” Kata Debo lalu kembali ke bangkunya.

Setelah Debo kembali ke asalnya(?), Ify kembali care pada Sivia yang terdiam. Gadis itu menepuk-nepuk pundak sahabatnya seraya memberikan sebuah kekuatan.

“Gue yakin Vi, kalo kak Alvin cinta mati ke lo, dia nggak bakal ninggalin lo secepat ini.” Hibur Ify dan sukses membuat Sivia tersenyum.

“I hope so.” Kata Sivia pelan.

***

“Mmm.. Hai!” Sapa seorang cewek dengan suara sedikit kaku.

11-IPA1 saat ini juga sedang tidak ada guru. Sebuah kebetulan. Kelas X.3 juga nggak ada guru. Tapi bukan berarti kelas 11-IPA1 terbebas oleh pelajaran, tentu guru yang berhalangan hadir memberi tugas agar anak muridnya nggak ribut. Untunglah. Kelas 11-IPA1 anak-anaknya pada rajin. Tugas yang mereka terima dikerjakan dengan baik.

Dea, salah satu murid 11-IPA1 dengan beraninya menyapa Rio. Sungguh, gadis itu sangat penasaran. Apa sih yang membuat semua orang takut dengan Rio? Karena itulah Dea memberanikan diri untuk menyapa Rio.

Namun yang di sapa nggak nyaut. Rio malah asyik dengan buku biologinya. Kalo diperhatikan baik-baik, bisa dikatakan Rio seorang kutu buku yang kerjaannya hanya baca buku baca dan baca. Di pakein kacamata tambah oke juga.

“Ha.. Hai Rio!” Sapa Dea lagi. Berharap Rio balik menyapanya. Ibaratnya kalo gue mentionin Rio, berharap banget di bales sama Rio *apaini?

Teman-temannya di depan sana menatap Dea dengan was-was. Salah satu dari temannya berusaha berkomunikasi dengan Dea melalui bahasa mata(?). Temannya itu kalo dilihat seperti mengatakan “Dea, jangan diterusin deh. Ntar lo kenapa-napa lagi.” Namun Dea cuek dengan temannya.

“Rio!” Kata Dea sedikit membentak. Kesal juga sapaa kita dicuekkin sama orang. Dea sendiri nggak nyangka ia bisa kasar dengan Rio. Tapi hal ini membuahkan hasil. Rio beralih menatapnya dan Dea tersenyum senang.

Sebisa mungkin Dea menenangkan diri agar tetap tenang. Matanya kini bertemu dengan mata Rio yang indah. Oh, God! Manusia ato malaikat sih cowok ini? Batin Dea. Namun tiba-tiba, pandangan Rio yang tadi ia rasa sangat menyejukkan hatinya berubah menjadi pandangan ngeri dan mematikan. Dea seperti merasa akan diterkam oleh hantu.

“KYAA!!” Teriak Dea yang mengundang semuanya.

Sementara Rio menatap Dea dengan tatapan aneh dan heran. “Gue bukan hantu yang harus lo takutkan.” Ucapnya lalu kembali pada biologinya.

Dea bersama wajah pucatnya akhirnya meninggalkan Rio. Jantungnya berdetakan tak karuan. Rasanya seperti dikejar hantu. Rio! Lo kenapa sih? Kenapa gue setakut ini sama lo?

“De, lo nggak papa?” Tanya Zeva, teman bangku Dea.

Dea menggelengkan kepala.

“Makanya, jangan sekali-kali lo ngobrol sama Rio. Cowok itu harus kita singkirkan dari tempat ini.” Kata Zeva setengah emosi.

“Ah, jangan! Ntar ‘barang bagus’ kita hilang.” Kata Noura dan sukses mendapat jitakan dari Zeva.

“Lo ini, sukanya sama cowok cakep aja!” Kata Zeva.

***

Sepulang sekolah, Ify memilih untuk pulang sendiri. Awalnya ia diajak pulang sama Debo. Tapi karena melihat Sivia yang saat itu kebetulan nggak ada yang anter dia pulang, akhirnya Ify memaksa Debo mengantar Sivia pulang.

Hmmm.. Naik angkot aja kali. Ify sudah sering pulang naik angkot kalo nggak ada yang jemput. Ify pun menunggu kedatangan angkot di depan gerbang sekolah. Pada saat itu, suasana sekolah sepi. Tapi ada dua tiga kakak kelas yang lagi berbincang-bincang. Karena tertarik, diam-diam Ify menguping pembicaraan kakak kelas.

“Tau nggak, semakin lama anak baru yang bernama Rio itu udah tersebar kalo dia itu manusia yang bisa menakutkan siapa saja. Sekolah ini jadinya nggak tenang.”

“Iya. Anak baru itu emang aneh. Tadi aja Dea berhasil ditakutkannya. Padahal hanya dengan tatapan mata saja!

“Entahlah. Gue cuma ingin Rio nggak lagi menakuti seisi sekolah ini dan menjadi pangeran impian baru gue.”

Temannya yang lain ngakak. “Hahaha... Bisa aja lo..”

Mendengar percakapan itu, Ify ikutan tertawa. Tentu Rio memiliki peluang besar untuk menjadi Most Wanted Boy di sekolah ini. Yang ia herankan, ia sama sekali nggak takut dengan Rio. Ah, sudahlah! Mungkin saja ia terlalu mengangumi sosok Rio sehingga rasa takut itu kalah duluan.

Tiba-tiba, pundaknya disentuh oleh seseorang dari belakang. Ify menjadi kaget. Ia membalikkan badan. Memperhatikan sesosok lelaki yang tak asing lagi baginya.

Lho? Bukannya... Bukannya...

“Heran ya?” Kata cowok itu tertawa.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar