Part 17
.
.
.
Berkali-kali ia
meyakinkan dirinya di depan cermin. Apakah ia sudah pantas bertemu Rio? Apa ia
pantas bersanding dengan lelaki tampan bernama Rivano Gabril? Apa seorang
Alyssa Sifyla pantas diajak pergi oleh seorang Rivano Gabril?
Kok gue jadi deg-degkan gini ya? Kok gue merasa nggak
pantas ketemu kak Rio nanti? Ada apa dengan gue? Bukannya selama ini gue nggak
pernah merasa nervous kayak gini?
“Gimana penampilan
gue Vi?” Tanya Ify.
Baru saja Sivia
datang. Ia terkejut melihat Ify. Ify nampak cantik dengan dress biru muda
selutut. Rambut panjangnya ia gerai dan rambutnya ia pasang pita berbentuk
bunga yang warnanya biru juga.
“Cantik banget.
Kayak putri Raja.” Jujur Sivia.
Ify tersenyum dan
sedikit tersipu. “Iya, kan gue mau ketemu pangeran ganteng bernama Rivao
Gabril..”
Sivia memaksakan
diri untuk tersenyum. Ia begitu tak peduli rencana apa yang kali ini Rio
lakukan. Apa mau nembak Ify kek, Sivia nggak peduli. Asalkan Ify bahagia. Itu
saja.
“Vi, kira-kira, kak
Rio mau apa ya nanti?” Tanya Ify sambil memandangi dirinya di depan cermin.
“Mau lo apa?” Sivia
balik nanya.
“Mau gue.. Gue
pengen kak Rio nyatain cintanya ke Ify dan Ify resmi jadi kekasih kak Rio. Vi..
Ify pengen sekali jadi pacar kak Rio..”
Harapan yang sia-sia Fy! Batin Sivia. Bisa-bisa saja Ify menjadi kekasih Rio,
menjalin kasih dengan Rio, namun, justru itulah yang mengundang kesedihan itu.
Di luar sana,
terdengar klakson mobil. Ify dan Sivia sama-sama terhenyak. Jantung Ify
berdebar-debar. Kereta kencana sudah ada di depan mata dan siap menjemputnya
lalu mengantarnya menuju istana.
“Vi, gue pergi
dulu. Jaga rumah baik-baik yaa.. Hehe..”
Sempat saja Ify
bercanda. Membuat Sivia jadi tertawa. Emangnya
gue pembantu lo apa? Tanyanya dalam hati.
Ketika Ify berada
di pintu rumah, bisa ia lihat wajah seorang pangeran yang sangat tampan.
Pangeran tampan itu menunggunya di luar gerbang rumahnya. Ify tersenyum malu.
Untung nggak ada Dayat. Kalo kakaknya itu ada, bisa jadi ia dibuat malu oleh
kakaknya itu. Sementara Mamanya mendukungnya. Tentu saja Mamanya senang melihat
putrinya telah menemukan seorang pangeran yang benar-benar dicintainya.
Astaga Fy! Kak Rio ganteng banget.. Sumpah! Gue ngerasa
nggak pantas sama kak Rio. Dengan
penampilan seperti itu, Rio tampak lebih keren dari biasanya. Dari jauh, Rio
tersenyum melihat Ify. Namun senyuman itu menyiratkan sesuatu yang
menggambarkan kesedihan. Apa itu? Entahlah.
Ify berjalan
mendekati Rio dengan jantung yang berdebar-debar.
“Hai Fy!” Sapa Rio.
Suaranya terdengar lemah. Tak seperti biasanya.
Ternyata Ify sadar
ada yang nggak beres dengan Rio. “Hai juga kak! Kok wajah kak Rio pucat? Kak
Rio kenapa? Kalo kak Rio sakit, kenapa kak Rio ajak Ify keluar? Kalo kak Rio
pingsan gimana?”
Gadis itu terlihat
khawatir sekali. Membuat Rio menjadi serba salah. Teringat ia dengan sebuah
syarat pertama yang bisa diganti. Semua
manusia akan takut melihatmu dan tidak ada yang berani mendekatimu. Tentu kamu
tersiksa dengan keadaan ini? Boleh-boleh saja kamu mengubahnya. Ketika kamu telah
menemukan gadis yang kamu cari. Namun, daya tahan tubuhmu akan lemah, lemah,
lemah dan...
“Kak..”
Suara Ify
menyadarkannya. “Eh iya Fy, kenapa?” Tanyanya.
“Kak Rio nggak papa
kan?” Tanya Ify memastikan.
Rio mengangguk dan
tersenyum. “Ayo berangkat!” Ucapnya dan diangguki Ify dengan jantung yang masih
berdebaran.
***
Di sebuah tempat
yang indah, tempat yang cocok digunakan untuk bersantai. Di tempat ini, jauh
dari udara yang tercemar. Tentu saja juga jauh dari keramaian Ibu Kota. Rio
mengajak Ify mencari tempat yang nyaman. Ify menurut saja. Tangannya bertambah
dingin saat Rio menggenggamnya. Ify menjerit dalam hati.
Ketika keduanya
telah menemukan tempat yang nyaman, yaitu di dekat pohon besar yang tidak
diketahui namanya. Namun, orang-orang mengatakan bahwa pohon itu memiliki
kekuatan ajaib. Pohon itu mampu mengabulkan segala harapan. Apapun harapan.
Tapi banyak juga yang nggak percaya dengan pohon itu. Emang pohon itu Tuhan
apa?
Rio duduk disamping
Ify. Tampaknya, gadis itu sedang gelisah. Nggak tau kenapa Ify berubah menjadi
gelisah. Rio pun merangkul Ify. Hal itu mampu mengundang sebuah
perasaan-perasaan yang sulit ia terjemahkan.
“Baru pertama kali
diajak jalan sama cowok Fy?” Tanya Rio.
“Eh, I.. Iya kak..”
Jawab Ify gugup.
Rio tersenyum.
“Sama kayak gue. Baru kali ini gue ajak cewek pergi sama gue. Dan cewek itu
mau. Dulu, nggak ada satupun cewek yang mau dekat sama Rio.”
“Ohya? Masa? Kak
Rio pasti bohong. Kak Rio kan ganteng. Nggak akan ada satupun cewek yang nggak
mau kak Rio.” Timpal Ify.
Rangkulannya ia
eratkan. Membuat hatinya amat tenang. Gue
emang bodoh! Gue takut menghadapi semua ini, gue takut. Gue takut melihat Ify
menangis. Maafkan gue Fy, seharusnya lo nggak boleh suka sama gue, dan
seharusnya gue nggak boleh melakukan semua ini. Sama saja membuat lo dan gue
sedih..
“Gue nggak ganteng
Fy. Aslinya gue jelek. Makhluk terjelek di dunia.” Kata Rio.
“Ah masa? Nggak
mungkin! Pasti kak Rio bohong. Ify tau kalo kak Rio bohong.”
Gadis ini sangat
menggemaskan baginya. Rio senang melihat senyum Ify. Segala yang ada dalam diri
Ify semuanya ia sukai. Sekalipun itu buruk. Dan entah mengapa Rio tidak ingin
kehilangan senyum ceria itu. Tawa Ify dan semuanya.
“Kak, Ify mau
tanya.”
“Tanya apa?”
“Ng..” Ify ragu
untuk mengatakan. “Sebenarnya.. Sebenarnya kak Rio suka nggak sama Ify?”
Tanyanya. Bodoh Fy! Pertanyaan bodoh!
Batinnya.
Namun Rio
menanggapi pertanyaan Ify dengan senyuman. “Entahlah. Yang jelas, kamu adalah
cewek pertama yang membuat hati Rio sebahagia ini.” Setelah Shilla tentunya, tambah Rio dalam hati. Ia tak tau
bagaimana kabar gadis yang menjadi cinta pertamanya.
“Hehe.. Thanks kak.
Hari ini kak Rio udah beri Ify kejutan. Makasih ya kak, Ify senang sekali..”
“Iya Fy. Rio harap
Ify tetap bahagia. Meskipun kesedihan nggak mau kalah dengan kebahagiaan.”
Nggak terasa,
hampir dua jamman mereka bersama. Tanpa malu-malu, Ify bersandar di bahu Rio.
Namun, ia merasakan suatu keganjilan. Bahu itu terasa rapuh saat kepalanya
jatuh disana. Dari jauh, tampak dua bocah sedang berlari-lari. Kira-kira umur
bocah itu sekitar tujuh tahun.
“ADRIAN!! BALIK
KAMU.. Ihhh.. Kembaliin topiku..” Teriak bocah perempuan yang menggemaskan.
Suaranya yang keras terdengar oleh Ify dan Rio.
Tiba-tiba saja
wajah Rio memucat ketika bocah perempuan itu menyebut nama ‘Adrian’. Tentu
Adrian itu adalah teman bocah perempuan itu.
“Kak Rio kenapa?
Kenapa kak Rio jadi pucat?” Tanya Ify panik.
Pandangan Rio
menjadi kabur. Kepalanya teramat pening. Namun ia bisa melihat kepanikan wajah
Ify yang membuatnya kuat untuk tidak pingsan atau hal buruk lainnya. Tapi,
sekuat apapun Rio bertahan, nggak mampu melawan rasa pusingnya. Tangannya pun
ia kalungkan di leher Ify agar wajah Ify dekat dengan wajahnya. Mendadak Ify
ikutan pucat.
Jarak antara Rio
dan Ify hanya beberapa senti saja. Baru kali ini Ify menatap wajah Rio dari
jarak yang dekat. Bahkan sangat dekat. Jantung Ify kembali berdebar-debar. Bisa
ia lihat wajah Rio yang pucat dan terlihat lemah serta rapuh.
“Kak..” Lirih Ify.
“Ma.. Maafkan Rio,
Fy..” Ucap Rio dengan suara lemah, namun terdengar oleh telinga Ify.
Yang paling
mengejutkan, Rio secara tak sadar mencium bibir Ify. Tentu saja membuat Ify
kaget bukan main. Antara sadar dan tidak sadar. Namun, Ify sama sekali nggak
menghindar dari ciuman mendadak itu. Malah Ify menerima ciuman itu dengan baik.
Aku mencintaimu Fy, Ucap Rio dalam hati dengan segala kebodohannya.
***
Pemakaman itu
semakin lama semakin mengerikan karena cahaya yang menyinari pemakaman itu
perlahan mulai hilang. Matahari siap tenggelam dan akan kita jumpai pada hari
esok. Shilla mengakhiri ceritanya dengan tangisan yang samar-samar. Begitu pula
dengan Agni yang mendengar cerita Shilla yang merupakan pukulan kekagetan
baginya. Cerita Shilla baginya mustahil. Sangat mustahil. Tapi, cerita Shilla
adalah nyata.
“Gue nggak nyangka
Shill. Lo dan Adrian ternyata...”
Shilla memotong
pembicaraan Agni. “Jangan bahas lagi. Gue nggak mau dengar nama Adrian lagi.
Seharusnya gue melupakan nama yang membuat hati gue perih. Gue harus
cepat-cepat kasih tau Papa kalo kak Adrian sudah nggak ada.”
“Tapi.. Apa Ayah lo
nggak sedih dengar cerita lo?” Tanya Agni.
Shilla tersenyum
sedih. “Tentu saja. Tapi gue berusaha sekuat mungkin agar Papa nggak sedih
kayak gue. Gue yakin Papa kuat. Dia kan laki-laki, nggak seperti gue yang lemah
dan mudah menangis.”
Suasana mulai
gelap. Agni mulai merasakan ketakutan. Kalo ada penampakan gimana? Maka itulah,
cepat-cepat ia mengajak Shilla meninggalkan makam Adrian. Walau rasanya Shilla
ingin terus berada di samping makam Adrian.
***
“Fy.. Hei Ify!”
Sejak tadi, Ify
melamun terus. Jadinya Sivia penasaran. Ia juga penasaran kegiatan apa saja
yang dilakukan RiFy kemarin. Pasti ada hubungannya dengan lamunan Ify. Mungkin
saja Ify lagi memikirkan Rio.
“Lo nggak nyari kak
Rio Fy?” Tanya Sivia.
“Eh, kak Rio ya.
Ng.. Nggak deh.” Jawab Ify.
Sivia
menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kemaren lo ngapai aja sama kak Rio?” Tanyanya.
Wajah Ify menjadi
pucat mendengar pertanyaan Sivia. Sangat malu jika ia beritahu tentang ciuman
mendadak dan tak terduga itu. Sampai sekarang, ciuman itu masih terasa di
bibirnya. Ify mengira, kemarin hanyalah mimpi. Tapi ini nyata.
“Kak Rio cuma
ngajak gue jalan-jalan doang.” Jawab Ify.
“Hmm.. Lantas, lo ngelamunin
apa? Ngelamunin kejadian indah kemarin?”
Ify mengangguk.
Kejadian kemarin membuatnya enggan menemui Rio. Tentu saja. Ia sangat malu.
Tapi nggak bisa dipungkiri juga kalo ia sedang bahagia. Sudah ia bilang, ciuman
kemarin memberikan efek yang sangat dahsyat. Setelah Rio melepaskan ciumannya,
Rio langsung mengantarnya pulang. Lucunya, ia dan Rio nggak berbicara
sedikitpun sejak adegan ciuman itu. Ify cukup malu untuk berbicara.
Tiba-tiba Ify
teringat sesuatu. “Vi, kak Rio kayaknya lagi sakit deh. Kemarin gue perhatikan
wajahnya pucat banget. Gue sedih Vi liat wajah pucatnya.” Ucapnya.
Perih hatinya
mendengar ucapan Ify barusan. Sivia tau itu semua emang terjadi. Karena Sivia
tau semua tentang Rio dan segala kehidupannya. Ingin sekali ia beritahu ke Ify,
tapi ia sudah janji dengan Rio untuk tidak membocorkan rahasia hidupnya dan
siapa sebenarnya ia.
“Via.. Kak Rio lagi
sakit.. Gue takut Vi, gue takut.”
Air muka Ify
berubah menjadi sedih dan ingin menangis. Sudah banyak penderita penyakit yang
berujung kematian. Dan Ify nggak mau hal itu terjadi pada Rio.
“Sudahlah Fy,
jangan pikirkan kak Rio..” Kata Sivia. Ia ingin mengganti topik lain. Tetapi ia
tak punya bahan pembicaraan.
“Vi.. Kalo kak Rio
sakit parah terus tinggalin gue, apa gue sanggup hidup tanpanya? Gue nggak mau
kehilangan kak Rio Vi..”
Hati Sivia luluh
mendengar ucapan Ify yang begitu menyedihkan. Ify.. Sahabatnya itu sudah
memikirkan hal-hal aneh seperti tadi. Sivia takut. Sivia sangat takut ketika
nanti ia berjumpa dengan hari itu. Saat matahari mulai tenggelam pada
peraduannya.
“Jangan mikir yang
aneh-aneh. Kalo kak Rio cinta elo, dia nggak bakal ninggalin lo Fy..” Kata
Sivia.
“Tapi.. Apakah kak
Rio cinta gue? Mustahil Vi..” Kata Ify lemas.
Sivia tersenyum.
“Sesungguhnya kak Rio mencintai lo, Fy..”
***
Hari ini, Ify sama
sekali nggak melihat batang hidung Rio. Ia malu mendatangi kelas Rio.
Seharusnya, Rio yang menemuinya. Bukan ia yang menemui Rio! Gue kangen liat wajah kak Rio.. Batin
Ify. Sekarang, gadis itu sedang memandangi gumpalan awan putih yang mirip
seperti kapas di belakang rumahnya yang emang merupakan tempat favoritnya.
Kak Rio.. kakak kenapa sih? Kenapa kak Rio selalu saja
buat Ify kuatir? Ify nggak pernah tenang. Ify emang bodoh kak. Tapi apa boleh
buat? Cinta Ify pada kak Rio nggak bisa Ify hilangkan. Dan.. Apa arti ciuman
kemarin kak? Ify pengin kak Rio menjelaskannya ke Ify.
Seandainya Rio ada
disini... Seandainya Rio ada disampingnya.. Memeluknya hingga hatinya tenang
dan nggak gelisah seperti ini...
“Fy, lo pergi sama
siapa kemarin? Kemarin kakak liat lo duduk sendiri kayak orang gila di taman.
Gue juga memperhatikan lo bicara sendiri. Lo kenapa sih Fy?”
Deg! Sebuah
pertanyaan yang mampu membuatnya kaget bak disengat ribuan volt listrik. Apa? Bukannya gue kemarin pergi sama kak
Rio?
***
“Shilla...”
Suara itu..
Sepertinya Shilla mengenali suara itu. Ya! Suara itu tak asing lagi baginya.
Siapa pemilik suara itu?
“Shilla..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar