Part 26
.
.
.
Gadis itu
terbangun. Ia merasakan ada sesuatu yang hilang. Apakah itu? Terakhir kali, ia
dipeluk oleh seorang cowok yang kini sudah menjadi kekasihnya. Ya, Rio. Jadi,
apakah Rio yang membawanya pulang ke rumah hingga ia berada di atas kasurnya
yang empuk ini?
Dilihatnya jam di
ponselnya. Pukul enam kurang sepuluh menit. Hah?
Kok gue bisa bangun kesiangan ini? Biasnya, Ify bangun jam lima pagi.
Namun, mengapa ia bisa setelat ini? Ify teringat sesuatu. Hari ini kan hari
libur. Aisshh, sekarang kan tanggal
merah, kok gue bisa lupa ya? Biasanya kalo besok tanggal merah, gue selalu
ingat dan semangat tuh.
Drdrtdrt...
Message From: My
Prince
Hay Fy! Lg wake up? Ntr gw ke
rmh lo sktr jm 9 nan. Hri ini gw ingn skali mnghbskan wktu brsm pacar trcinta gw
dri pagi smpe mlm. Gmn?
Ify tersenyum
membaca pesan dari Rio. Oh, God! Thanks
karena Kau telah mengabulkan do’aku. Ify menaruh HPnya di meja belajarnya.
Kemudian ia melangkah mendekati jendela dan membuka jendela kamarnya itu agar
udara segar bisa masuk ke dalam paru-parunya.
Pagi yang sangat indah.. Gumam Ify. Gadis itu nggak sabaran menunggu kedatangan
pangerannya. Sabar Fy, tiga jam lagi
pangeranmu akan menjemputmu. Cepat-cepat Ify menyambar handuknya dan
berjalan menuju kamar mandi untuk membasahi tubuhnya agar energi yang ada dalam
tubuhnya terkumpul menjadi satu dan membuat tubuhnya segar dan semangat.
***
“Pagi Ma, Pa, kak
Day..” Sapa Ify. Gadis itu terlihat sangat cantik walau belum berdandan.
Keluarganya sedang
berkumpul untuk sarapan pagi seperti biasanya. Dayat heran dengan adiknya yang
tampak ceria.
“Eh, kok lo
keliatan bahagia gitu ya? Ada apa?” Tanya Dayat.
Ify tersenyum. “Lo
nggak tau sih kak kalo adek lo yang cantik ini nggak jomblo lagi.” Kata Ify
dengan bangganya.
“Ohya? Cieee..
Siapa cowok beruntung yang bisa menaklukan adek kakak ini?”
“Siapa lagi kalo
bukan kak Rio? Cowok yang sempat kakak rekam tapi sosoknya nggak ada.”
Pikirannya tertuju
dengan video yang ia rekam beberapa hari yang lalu. Dayat masih penasaran
dengan sosok bernama Rio. Sebenarnya
siapa Rio itu? Batin Dayat.
Setelah sarapan
pagi selesai, Ify berlari menuju kamarnya. Pokoknya, ia harus cantik agar
pangerannya terpesona dengan kecantikannya. Awalnya Ify ingin meng-sms Sivia,
tapi ia urungkan niatnya. Biarlah ia sendiri yang melakukannya tanpa di bantu
oleh siapapun.
Tepat jam sembilan,
sebuah mobil bermerk Grand Livina berhenti di depan pagarnya. Ify terhenyak.
Sebetulnya ia belum siap bertemu Rio. Ditambah lagi jantungnya yang
berdebar-debar tak karuan.
“Fy, itu pacar kamu
ya? Sepertinya dia orang kaya..” Kata Mama yang tiba-tiba aja ada di
sampingnya.
Ify menoleh ke arah
Mamanya. “Iya, Ma. Ntar Ify kenalin ke Mama. Ya udah, Ify pergi dulu.” Ucapnya
lalu meninggalkan kamarnya.
Sesampainya di
pintu gerbang, mendadak Ify nervous. Kak
Rio.. Kenapa sih dia memiliki wajah yang sangat manis? Ify geregetan
setengah mati. Bahkan ia berani mengaku kalo Rio lebih manis dibanding dirinya.
“Hay Fy! Cantik
banget hari ini..” Puji Rio yang membuat pipi Ify memerah.
“Kak Rio juga
ganteng kok.” Balas Ify.
Seperti halnya
putri Raja, Rio memperlakukan Ify sesopan mungkin. Baginya, Ify adalah seorang
putri Raja yang harus ia hormati dan ia lakukan dengan baik. Rio berjanji untuk
tidak membentak atau memarahi Ify. Lalu, ia membuka pintu mobil bagian kiri
agar Ify bisa masuk ke dalamnya.
Kak Rio terlalu berlebihan, Gumam Ify. Mobil itu pun berjalan dengan kecepatan
sedang. Nggak pelan dan nggak ngebut. Ternyata, Rio pintar juga nyetir mobil.
Padahal, umur Rio menurutnya masih dibawah umur.
“Darimana kak Rio
dapat mobil ini?” Tanya Ify.
“Ini mobil almarhum
Ayah ku.” Jawab Rio tetap fokus ke depan.
Ify jadi nggak
enak. “Oh, maaf kalo gitu. Pasti kak Rio sedih..” Ucapnya.
Setelah lamanya
berjalan, mobil itupun berhenti di sebuah panti Asuhan yang sepertinya sudah
lama berdiri. Ify bingung mengapa Rio mengajaknya pergi ke panti asuhan. Apa
Rio memilik saudara disini?
“Ayo Fy!” Kata Rio mengajak
Ify turun.
Panti Asuhan itu
terlihat sepi. Ify ragu berjalan mendekati panti asuhan yang lumayan besar itu.
Namun, genggaman erat tangan Rio membuatnya tidak ragu. Nggak ada salahnya juga kan mengunjungi panti asuhan? Kenapa juga harus
ragu? Batin Ify.
“Ngapain kita
kesini kak?” Tanya Ify ketika keduanya sampai di depan pintu panti ashuan.
“Kangen aja.” Jawab
Rio.
Kangen? Batin
Ify. Memangnya kak Rio pernah tinggal di
panti asuhan? Ify nggak puas dengan jawaban yang Rio berikan.
“Kak Rio dulu pernah
tinggal disini ya?” Tanya Ify.
Yang ditanya nggak
menjawab. Rio hanya tersenyum seakan senyum itu memberinya sebuah jawaban yang
harus bisa ia temukan. Bisa jadi jawabannya ‘iya’ atau ‘tidak’.
Seorang penjaga
panti asuhan tersenyum ramah melihat kedatangan dua tamunya. Penjaga panti yang
bernama Mardani itu mendapat surprise karena jarang ada orang yang mau
mengunjungi panti asuhan ini yang nampak angker dan mengerikan.
“Kalau boleh tau,
ada angin apa yang membuat kalian datang ke panti yang angker ini?” Tanya
Mardani.
Rio tersenyum.
“Kami hanya mau melihat-lihat saja.” Jawabnya.
Mardani pun
mengantar dua pengunjungnya masuk ke dalam panti asuhan itu. Ify merinding
melihat isi panti yang tidak terawat. Cat tembok yang mulai terkelupas, flavon
yang bocor, dan lantai yang tidak berkeramik.
Masih seperti dulu. Batin Rio sambil melihat-lihat isi panti. Lalu,
pandangannya tertuju pada sebuah ruangan kosong yang kotor dan banyak terdapat
sarang laba-laba. Rio tersenyum miris. Seharusnya panti asuhan ini diperhatikan
oleh pemerintah.
Mereka pun berhenti
di sebuah lapangan rumput yang luas. Cocok sebagai tempat bermain bola. Rio
melihat anak-anak kecil kira-kira berumur tujuh tahun yang sedang berlari
sambil menendang bola. Ada satu anak yang kelihatan paling menonjol diantara
anak-anak lainnya. Dengan gesitnya anak itu merebut bola dari temannya lalu
mengiringnya hingga dekat di gawang dan menendangnya hingga masuk ke gawang.
Anak itu tersenyum ceria karena berhasil memasukkan bola ke gawang dengan
sempurna.
Ify terpesona
dengan anak laki-laki yang beda dengan anak lainnya. Walau anak laki-laki itu
beda, tetapi tidak membuatnya frustrasi. Kak
Adrian! Ify teringat dengan Adrian yang sama persis dengan anak tadi.
“Kak, anak tadi itu
hebat ya. Nggak tau kenapa Ify jadi keingat kak Adrian yang sama persis dengan
anak itu..” Kata Ify.
Anak tadi yang
berhasil memasukkan bola ke gawang menjadi malu karena diperhatikan terus oleh
Ify. Ify menyuruh anak itu mendekat ke arahnya.
“Nama kamu siapa?”
Tanya Ify ramah.
Bocah laki-laki itu
tampak malu dan gugup. “Namaku Ari.” Jawabnya.
“Ari.. Nama yang
bagus.” Puji Ify.
Bocah yang bernama
Ari itu menjadi salah tingkah. “Kok kakak nggak jijik melihat Ari? Ari kan
buruk kak. Ari beda sama teman Ari lainnya.” Ucapnya.
“Nggak. Ari adalah
anak laki-laki yang hebat. Ari mengingatkan Ify dengan kak Adrian yang mirip
kayak Ari..” Kata Ify yang membuat wajah Ari berbinar-binar.
Sementara Rio,
cowok itu nggak tenang melihat Ify ngobrol dengan bocah bernama Ari. Adanya Ari
di panti ini sama saja menyudutkannya. Ditambah lagi, seorang Ari yang sama
persis dengan seorang bocah jelek bernama Adrian.
“Fy, kita pergi.”
Kata Rio dingin.
Ify terlihat kecewa
karena ia belum puas ngobrol dengan Ari. Ia melirik Rio yang tampaknya nggak
suka dengan Ari. Akhirnya, mereka pun meninggalkan panti asuhan. Tidak lupa,
Ify menyumbang sedikit uang kepada Mardani yang diharapkan dapat membantu panti
asuhan itu agar tetap ada.
Keduanya pun kembali
memasuki mobil Rio. Sekarang, Rio bingung akan kemana tujuan selanjutnya.
Idenya yang banyak sudah hilang karena ia melihat sosok Ari yang menyedihkan.
“Kak, kenapa kak
Rio tadi kayak nggak suka Ify ngobrol sama Ari?” Tanya Ify.
Rio nggak menjawab.
Cowok itu fokus ke depan. Ify pun nggak bisa bertanya lebih lanjut karena
merasa bahwa Rio sedang nggak ingin diganggu. Apa ini ada hubungannya dengan kak Adrian? Kak Rio kan nggak suka kalo
Ify nyebut nama Adrian.
Setengah jam
kemudian, mobil itu berhenti di sebuah lapangan rumput yang luas. Ify tersenyum
ceria. Di lapangan itu, ada banyak permainan-permainan. Ada pula
atraksi-atraksi dari hewan-hewan yang menggemaskan seperti lumba-lumba,
berang-berang, monyet, harimau dan lain sebagainya.
“Ify mau ke rumah
hantu? Soalnya Rio mau kesana. Ify ikut ya..” Kata Rio tiba-tiba.
Mendengar ajakan Rio, Ify teringat pada saat ia dan
teman-temannya masuk ke dalam rumah hantu. Setelah kejadian itu, Ify nggak mau
lagi masuk ke dalam. Katanya, ia kapok. Pernah kakinya ditarik oleh sebuah
tangan yang membuatnya menangis ketakutan. Tapi, karena nggak ingin
mengecewakan Rio, akhirnya Ify mengangguk.
Setelah membeli
tiket, Ify dan Rio pun masuk ke dalam goa yang gelap. Tapi masih ada sisa-sisa
cahaya yang masuk untuk menerangi goa itu. Jujur, Ify sangat takut. Keringat
dingin keluar membasahi wajahnya. Gadis itu menutup mata karena tak jauh dari
tempatnya ada sesosok manusia yang menggunakan pakaian putih dan di hujani
dengan darah.
“Lo takut Fy?”
Tanya Rio.
Ify mengangguk
gemetaran. Tak segan-segan Rio merangkul Ify agar gadis itu tidak takut. Tapi
percuma saja, rasa takutnya mengalahkan segalanya. Tiba-tiba, sesosok
mengerikan berambut panjang datang mendekatinya. Ify berteriak hingga suaranya
habis, membuat Rio panik. Rio menyesal karena telah mengajak Ify masuk ke rumah
hantu. Ternyata, Ify takut sekali dengan hantu.
“Jangan takuti
dia!” Kata Rio akhirnya pada sosok mengerikan berambut panjang itu.
Sosok berambut
panjang itu mundur selangkah melihat wajah manusia yang tampak lain dari biasa.
Sosok itu pun cepat-cepat berlari menjauhinya. Teman-temannya yang lain pun
mengikuti sosok berambut panjang yang tengah ketakutan.
“Hantu beneran!
Hantu beneran! Lari!!” Kata sosok berambut panjang itu ketakutan.
Rio tersenyum sinis
melihat hantu penakut yang berlari ketakutan. Lalu, ia beralih melihat Ify yang
sedang tidak sadarkan diri. Ify pingsan?
***
“Fy.. Lo nggak
papa?”
Gadis itu membuka
matanya secara perlahan. Kepalanya terasa sakit. Lalu, ia menyadari bahwa ia
sedang berada di pelukan seorang cowok.
“KYAA !!!”
Teriaknya kaget dan berusaha lepas dari pelukan Rio.
“Hei, tenang! Ini
gue, bukan hantu!” Kata Rio berusaha menenangkan Ify.
Ify menjadi sedikit
tenang ketika mendengar suara Rio. “Kak, aku dimana? Tadi aku mimpi di kejar
hantu.” Ucapnya.
Rio tertawa. “Tiga
jam lo pingsan Fy. Sekarang lo ada di tempat yang jauh dari hantu itu.”
Ucapnya.
Keadaan sekitar
menang tenang dan sepi. Tiga jam gue
pingsan dan pingsan di pelukan kak Rio? Ify mulai berpikir yang aneh-aneh.
Tempat ini sepi. Bisa saja Rio melakukan semaunya tanpa sepengetahuannya.
“Tenang Fy. Gue
nggak apa-apain lo. Ya udah, sebaiknya kita pulang saja. Kondisi lo lagi nggak
baik. Yuk.” Kata Rio berusaha membantu Ify berdiri.
Ify nurut saja. Tunggu! Bukannya tadi gue sama kak Rio masuk
ke rumah hantu? Ingatan Ify mulai pulih. Ia yakin dirinya pingsan karena
ditakuti hantu nakal.
Sementara Rio,
cowok itu merasa bersalah sekaligus menyesal. Seharusnya gue nggak ngajak lo masuk ke rumah hantu...
***
Sore hari yang
pucat. Sore ini terasa ganjil. Matahari tidak bersinar dengan sempurna. Cahaya
matahari itu tertutupi awan mendung yang sebentar lagi akan menurunkan hujan.
Ify berjalan tanpa
arah yang jelas. Ia terus berjalan dan berjalan hingga tibalah ia di sebuah
pohon akasia yang batangnya kokoh. Di bawah pohon itu, Ify melihat seorang
cowok yang sedang duduk bersila. Cowok itu memejamkan mata. Namun,
kedatangannya membuat cowok itu membuka matanya.
“Kak Rio..” Ucap
Ify nggak yakin.
Cowok itu tersenyum
ke arahnya. Ternyata benar. Cowok itu adalah Rio. Namun, wajah cowok itu
terlihat pucat pasi. Ify mendekati Rio dengan jantung yang sama berdebarnya
saat ia bertemu dengan Rio.
“Maafkan gue Fy..”
Kata Rio yang terdengar ganjil.
“Kak Rio nggak
punya salah sama Ify.” Jawab Ify.
Rio tersenyum
sedih. “Salah. Sepantasnya gue minta maaf ke elo karena telah membuat lo
menderita. Seharusnya, kita tidak bertemu Fy. Dan lo nggak akan merasakan
kesedihan itu.” Ucapnya.
“Ify nggak ngerti.”
Kata Ify.
Tiba-tiba, Rio
bangkit dari duduknya diikuti Ify. “Lo liat Fy matahari yang akan tenggelam
disana?” Tanya Rio menunjuk ke arah barat.
Ify menoleh ke arah
barat dimana matahari hendak terbenam. “Lihat kak. Memangnya ada apa?”
Tanyanya.
“Saat itulah lo
nggak akan bisa lagi melihat gue.”
Deg! Jantung yang
tadi berdebar tak karuan kini berhenti berdetak. Kak Rio bicara apa? Mengapa... Mengapa kak Rio seperti membicarakan
sebuah perpisahan?
Ify menoleh ke arah
Rio yang juga menoleh ke arahnya. “Maafkan gue Fy.. Gue harus meninggalkan lo
bersamaan dengan terbenamnya matahari itu. Tapi, sebelum gue pergi, gue ingin
sekali memeluk lo. Boleh kan?”
Mulutnya terkunci
rapat. Ify nggak mampu membuka sedikit pun mulutnya. Tiba-tiba, ia merasa
tubuhnya di peluk oleh seseorang. Seseorang itu adalah Rio. Pelukan itu terasa
hangat hingga hatinya merasakan kehangatan itu. Namun, semakin lama, pelukan
itu terasa abstrak.
Ketika ia membuka
matanya, bertepatan dengan terbenamnya matahari, ia tidak menemukan sosok itu.
Sosok itu bak di telan oleh matahari yang sudah bersembunyi di ufuk barat.
Sendiri. Ia sendiri
berdiri di tempat ini. Ia sendiri sambil menahan segala rasa takutnya. Ify
sadar. Rio telah meninggalkannya. Air matanya pun menetes. Cukup setetes karena
ia lelah menangis.
“Kak Rio..” Kata
Ify bingung. Gadis itu berusaha mencari sosok itu. Sosok Rio. Tapi, sosok itu
tidak ditemukannya.
“KAK RIO !!! KAKAK
DIMANA?? JANGAN TINGGALKAN IFY !!!” Teriaknya hingga suaranya habis.
Namun, tak ada
satupun yang mendengar teriakannya. Sahabat-sahabat alamnya pun tak mau peduli
dengannya. Ify menangis sendiri dalam kesedihannya.
“Kak Rio..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar