expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 24 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 28 )



Part 28

.

.

.

Dengan wajah yang merah karena berusaha menahan amarah, secepat mungkin Shilla berlari. Gabriel yang bingung hendak menyusul Shilla. Tetapi ia urungkan niatnya. Percuma aja ngejar Shilla, pasti tuh cewek cuekin dia. Shilla kan lagi marah.

Shilla berhenti di sebuah rumah sepi dan misterius. Orang mengira rumah itu adalah rumah para hantu dan setan. Tapi, Shilla yakin sekali di rumah itu ada penghuninya.

Dulunya, itu rumah almarhum Ibu Cakka dan sekarang rumah itu nggak terawat lagi. Shilla ingat ucapan Agni mengenai rumah itu, dan ia yakin sekali Cakka ada di dalamnya. Maafin gue Kka.. Lo harus mendapatkannya...

Pelan-pelan, Shilla mengambil pisau tajam yang ada di dalam laci sebuah lemari. Shilla yakin sekali. Jika pisau itu ia tusuk ke dada orang, seketika juga orang itu akan mati. Disamping mata pisau yang tajam, pisau itu mengandung racun bisa ular yang mengerikan.

BRAAKK !!!

Seorang cowok berpenampilan berantakan keluar mendatanginya. Cowok itu tertawa terbahak-bahak melihatnya membawa pisau tajam. Sepertinya cowok itu sedang mabuk berat.

“Sedang apa kesini gadis manis?” Tanya cowok itu yang tak lain adalah Cakka.

Shilla nggak menjawab. Ia menatap Cakka dengan tajam. Pisaunya ia angkat tinggi-tinggi. Namun, Cakka sama sekali nggak takut.

“Bunuh saja aku Shilla.. Aku sangat mencintaimu.. Tapi karena kamu nggak cinta aku, bunuh saja aku.. Hahaha..”

Sebisa mungkin Shilla menahan air matanya agar nggak jatuh. Cakka, cowok yang telah membuat kakaknya mengakhiri hidupnya dengan cara yang mengenaskan. Walau Cakka nggak punya niat membunuh Adrian melainkan ingin membunuh Debo, sama saja Cakka yang membunuh Adrian.

“Gue benci lo Kka! Lo yang membunuh kak Adrian!” Bentak Shilla.

“Adrian? Siapa dia? Gue nggak ada urusan dengannya.” Jawab Cakka. Sepertinya cowok itu mulai sadar.

Pisau itu ia dekatkan tepat di dada Cakka. Cakka yang mulai sadar mendadak kaget. Mengapa gadis itu mau membunuh gue? Tanyanya dalam hati.

“Lo! Lo buat kak Adrian menjadi seperti ini!”

Suatu hal yang nggak di duganya pun terjadi. Shilla berhasil menancapkan pisau beracun itu tepat di dada Cakka. Semula, Cakka bingung dan tidak mengerti. Selanjutnya, ia merasakan nyeri yang luar biasa.

“Apa-apa’an ini? Lo..”

Darah mengucur deras dari dadanya. Cowok itu membelalakan matanya sebelum nyawanya pergi dari tubuh itu. Shilla yang sedang tersenyum devil menatap cowok itu dengan tatapan penuh kebencian.

“Ini akibat dari lo yang sudah membunuh kakak gue.” Ucapnya.

Setelah ia yakini Cakka sudah mati, Shilla mencabut pisau itu. Pisau yang beracun itu berwarna merah. Shilla terdiam memandangi jasad Cakka yang mengerikan.

Apa yang sudah gue lakukan? Shilla! Lo pembunuh! Cakka tidak salah Shilla.. Adrian sendiri yang nekat menyelamatkan Debo...

Shilla menjatuhkan pisaunya, lalu ia bersimpuh di samping jasad Cakka. Gadis itu menangis lirih. Apa yang sudah gue lakukan? Gue sudah membunuh orang... Perlahan, Shilla meraih tangan Cakka. Ia periksa denyut nadi di tangan Cakka. Tapi, denyut nadi itu nggak ada. Shilla menertawai kebodohannya.

Gue akan menunggu sampai polisi datang yang akan menjebloskan gue ke penjara...

***

Rio tersenyum sedih melihat kedatangan Alvin yang terlihat pucat. Ia benar-benar kaget dengan pemintaan Alvin barusan. Jika boleh, lo dan gue bertukar posisi. Gue yang jadi lo dan akan kembali ke alam sana, dan lo yang jadi gue.. Tentu saja itu sangat mustahil.

“Nggak bisa Vin..” Kata Rio.

“Pasti bisa!” Jawab Alvin yakin. “Gue ikhlas jadi elo yang sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini. Dan gue yakin sekali Sivia mendukung niat gue walau banyak menghabiskan air mata.” Lanjutnya.

Tiba-tiba, Rio menatap Alvin dengan tatapannya yang mengerikan. Alvin dibuat ngeri oleh tatapan pucat yang terlihat seperti hantu beneran.

“Sebaiknya lo pergi! Permintaan lo sangat mustahil! Gue hitung sampai lima. Kalo lo nggak pergi, gue akan membunuh pacar tercinta lo!” Bentak Rio diluar kendalinya.

Wajah Alvin semakin pucat. Memang benar. Permintaannya sangat mustahil. Dengan hati yang teramat berat, Alvin pergi meninggalkan Rio. Ia nggak mau sesuatu yang buruk terjadi dengan Sivia karena sebuah kesalahan kecil.

Maafkan gue Via.. Gue nggak bisa melakukan apapun...

***

“Lo liat Fy matahari yang akan tenggelam disana?” Tanya Rio menunjuk ke arah barat.

Ify menoleh ke arah barat dimana matahari hendak terbenam. “Lihat kak. Memangnya ada apa?” Tanyanya.

“Saat itulah lo nggak akan bisa lagi melihat gue.”

Masih terekam jelas percakapannya dengan Rio di dalam mimpi buruknya. Sore yang nampak mendung ini, Ify duduk di bangku taman dengan kesendirian. Tidak ada Rio di sampingnya.

“Kak Rio.. Kakak ada dimana? Ify kangen sama kakak..” Ucapnya.

“Lo kangen gue ya Fy?”

Suara Rio terdengar lembut di telinganya. Ify menoleh menatap kekasihnya yang sedang tersenyum kepadanya. Rio pun duduk di samping Ify. Tak lupa pula ia merangkul gadis itu.

“Maaf Fy karena Rio telat datang kesini..” Kata Rio.

Ify tersenyum. “Nggak papa kak. Ohya, kak Rio mau kan temani Ify melihat fenomena tenggelamnya matahari? Lihat!” Ify menunjuk ke arah barat. Tempat dimana matahari bersembunyi untu sementara waktu. “Sebentar lagi, matahari akan tenggelam.” Sambungnya.

Sebentar lagi, matahari akan tenggelam.. Batin Rio sedih. Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin membuatnya menangis, karena aku cinta dia Tuhan, aku sayang dia Tuhan...

“Fy..”

Ify menoleh ke arah Rio.

“Ada sebuah rahasia yang harus gue ceritakan. Sebelumnya, lo ambil dulu surat ini. Ntar malem, baru lo boleh baca.” Kata Rio seraya memberikan Ify surat itu.

“Rahasia apa kak?” Tanya Ify mulai tidak enak.

Sebelum menjawab, Rio menarik nafas dalam-dalam. Jujur, ia nggak sanggup menceritakan pada Ify. Tapi, sebelum semuanya terlambat dan ia nggak akan bisa lagi melihat wajah cantik itu, ia harus mengatakannya.

“Bahwa Rio sebenarnya adalah Adrian..” Jawab Rio nyaris tak di dengar.

Deg! Kak Rio bercanda kan? Batin Ify nggak percaya. Ify menatap wajah pucat Rio. Ia berusaha mencari kebohongan disana. Tapi, hanya kebenaranlah yang ia temukan.

“Fy, maafkan aku. Maafkan aku. Seharusnya kamu tidak mengenal aku. Ku mohon Fy, maafkan semua kesalahan ku yang telah membuatmu menderita seperti ini. Aku..”

“Kak..” Ify memotong pembicaraan Rio. “Kakak janji untuk tidak meninggalkan Ify.” Sambungnya.

Rio tersenyum pahit. “Sayangnya, aku nggak bisa menepati janjiku, dan sebentar lagi Adrian akan meninggalkanmu. Sejatinya, Adrian sudah mati. Hanya saja Adrian ngotot ingin balik ke dunia. Maafkan Adrian, Fy.. Adrian mencintaimu..”

Sebentar lagi, matahari akan tenggelam. Ify teringat dengan mimpinya. Ternyata.. Mimpi itu nyata... Ify ingin menangis. Tapi entah mengapa, air matanya nggak bisa keluar. Apa karena air matanya terlalu sering keluar makanya ia nggak bisa menangis lagi?

“Fy, se.. selamat tinggal..” Lirih Rio. Ia menatap nanar matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.

Lalu, dipeluknya dengan erat tubuh kekasihnya itu. Ify memejamkan mata. Rasanya seperti mimpi buruk kemarin. Apakah setelah ini pelukan Rio berubah menjadi abstrak seperti dalam mimpinya?

“Fy, berjanjilah padaku. Kalau aku sudah nggak ada lagi, kamu jangan menangis. Karena aku benci melihatmu menangis. Maafkan aku sayang.. Maafkan aku.. Aku harus meninggalkanmu karena malaikat telah menjemputku dengan keretanya. Maafkan aku..”

Suasanya mulai gelap. Bulan sabit terlihat di langit magrib yang pucat. Rio melepaskan pelukannya itu. Dari atas sana, sebuah suara memanggilnya. Rio paham arti dari panggilan itu. Bahwa secepatnya ia harus kembali pada pangkuan-Nya.

“Sekali lagi, maafkan aku. Sampaikan segala perminta maafanku ke semuanya. Terutama Sivia. Makasih Fy karena udah mau mencintai Rio setulus hati. Ify jangan khawatir, Rio selalu menjaga dan memerhatikan Ify dari atas sana.”

Untuk yang terakhir kalinya, Rio menatap wajah cantik itu. Rio heran. Mengapa Ify tidak menangis? Mengapa gadis itu beranggapan bahwa kejadian ini merupakan sebuah kejadian yang biasa? Sebelum pergi menyusul matahari yang sudah duluan menghilang, Rio mencium kening Ify. Berharap kekasihnya itu selalu bahagia, sesuai dengan harapan gadis itu sendiri.

Perlahan, Rio mundur menjauhi Ify yang sedang menatapnya. Semakin lama, ia semakin mundur dan tubuhnya di makan oleh kegelapan malam. Ify sadar. Sekarang, ia sendiri. Tidak ada siapapun yang menemaninya.

“Kak Rio..” Lirihnya. “Jangan tinggalkan Ify..”

Dan.. Ify pun menangis. Menangis sejadi-jadinya. Berharap kekasihnya datang tuk sekedar mengobati kesedihannya. Tapi itu mustahil. Rio sudah pergi dan ia kehilangan. Sangat kehilangan.

“Kak Rio..”

***

Tiga hari kemudian....

Matanya menatap nanar kuburan sang kekasih yang sangat dicintainya itu. Tiga hari sudah kekasihnya itu meninggalkannya. Sebisa mungkin ia mengikhlaskan hatinya untuk menerima kenyataan bahwa kekasihnya telah pergi selama-lamanya dan nggak akan pernah kembali.

Di belakangnya, ada Sivia, Alvin, Debo dan Gabriel. Shilla? Setelah kejadian pembunuhan itu, polisi menangkapnya dan hakim memutuskan untuk menghukumnya selama tiga tahun penjara. Tentu saja Shilla menerimanya. Ia memang pantas dimasukkan di penjara karena kesalahannya.

“Fy, balik yuk.” Kata Sivia berusaha menahan tangisnya. Tangannya digenggam erat oleh tangan Alvin.

“Nggak. Biarkan gue sendiri disini. Kalian pergi aja.” Kata Ify.

Tentu saja Sivia dan lainnya nggak bisa membiarkan Ify berada sendirian di tempat ini. Ntar kalo terjadi apa-apa dengan Ify bagaimana? Sivia nggak mau sahabatnya diapa-apakan oleh orang lain.

“Kita balik!” Kata Ify tiba-tiba.

Gadis itu membalikkan badannya. Ia menatap satu persatu wajah sahabatnya. Ada Sivia, Alvin, Debo dan Gabriel. Mungkin.. Mungkin ini terakhir kalinya aku liat kalian.. Batinnya.

***

Surat yang Rio berikan kepadanya tiga hari yang lalu sudah ia baca. Ify tersenyum sedih. Surat itu mampu membuat air matanya terus mengalir, sampai saat ini. Kak Rio.. Ify juga mencintai kakak.. Karena itulah, Ify akan menyusul kakak...

Di tangannya kini, ada sebuah pisau tajam. Ify siap dengan segala resiko yang ditanggungnya. Pisau tajam itu kini berada tepat di pergelangan tangannya. Sebelum ia melakukan sesuatu yang sangat dibenci Tuhan, Ify memejamkan mata. Berusaha mengingat kembali momen-momen indah bersama sang kekasih, yaitu Rivano Gabriel atau Adrian.

Maafkan Ify.. Maafkan Ify...

Dan... Darah segar itu keluar dari pergelangan tangannya. Pisau tajam itu memutus urat yang melindungi darah(?) hingga darah itu keluar dan nggak bisa dihentikan. Ify tersenyum parau. Berusaha menahan kesakitan yang ia rasakan.

Di belakangnya, Sivia yang baru datang heran melihat sahabatnya yang sedang memegang pisau yang penuh dengan darah. Pisau? Darah?

“ASTAGA !! IFYY !!” Teriaknya ketakutan.

Namun sayang, tubuh itu terjatuh bersimbuh darah segar. Wajah cantik itu terlihat pucat pasi. Sivia bersimpuh di samping Ify sambil menangis menggenggam tangan Ify.

“Fy.. Hiks.. Hiks.. Jangan mati.. Jangan..”

Terakhir yang ia lihat, sebuah senyuman bahagia menghiasi wajah Ify. Sivia akui. Ify sangat bahagia dengan pilihannya. Yaitu mati menyusul sang kekasih. Secara perlahan, Sivia mencium kening sahabatnya itu, seraya berkata dalam hati. Bahagia disana Fy, bahagialah bersama kak Rio dan jangan lupakan kami yang tulus menyayangimu...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar