expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 24 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 21 )



Part 21

.

.

.

“Lo mau nyari gue?”

Debo terhenyak mendapati orang yang dicarinya sedang tersenyum sinis ke arahnya. Syukurlah! Batin Debo. Sekarang, apakah Rio mau ia bawa ke hadapan Ayah Shilla?

“Iya. Gue butuh elo.” Jawab Debo.

“Mau lo apa?” Tanya Rio sedikit kasar.

Sebelum menjawab, sebisa mungkin Debo menahan keinginannya untuk menyobek mulut kasar Rio agar tidak berucap kasar lagi.

“Ayah Shilla ingin bertemu lo.” Jawab Debo selembut mungkin.

Rio tersenyum misterius. Namun senyuman itu menyiratkan perasaan sedih sekaligus perasaan rindu. Bodoh jika ia menolak ajakan Debo untuk menemui Ayah Shilla.

“Oke. Ayo kita kesana.” Kata Rio.

Debo berhasil dibuat melongo dengan tingkah Rio barusan.

***

“Aku akan berusaha mengembalikan kesadaranmu, Shilla..”

Dengan seluruh keberanian, cowok itu mendekati Shilla yang sedang tertawa sendiri. Cowok itu tersenyum tipis melihat keadaan tak wajar dari Shilla.

Ketika Shilla menyadari ada orang sedang memerhatikannya, tawa Shilla makin keras. Membuat cowok itu sedikit kebingungan. Apa gue lucu? Tanyanya dalam hati.

“Hahaha.. Lo siapa? Hahaha... Jangan dekatin gue.. Hahaha..” Tawa Shilla.

Masih dengan senyumannya, cowok itu pun berbicara. “Lo pasti lupa gue. Gue kakak kelas lo dulu sewaktu kita masih SMP.” Jawabnya.

Tiba-tiba Shilla menatap tajam cowok itu. “Siapapun elo, cepat panggilin Kak Adrian! Gue butuh Kak Adrian! Cepat!” Bentak Shilla.

Mendengar nama ‘Adrian’, cowok itu termenung. Sudah lama ia tidak mendengar nama itu. Setaunya, Adrian adalah anak lelaki berwajah buruk dengan sosok yang mengerikan. Ditambah lagi dengan kulitnya yang bersisik seperti ular. Adrian telah meninggal kira-kira dua tahun yang lalu karena tertabrak mobil.

Lantas, mengapa Shilla butuh Adrian? Bukannya dulu Shilla sangat membenci Adrian? Cowok itu tau bahwa tak ada seorang pun yang merasa kasian dengan Adrian yang terlahir sebagai manusia malang yang dibenci orang-orang.

“Kenapa diem?” Tanya Shilla.

Cowok itu tersadar. “Adrian sudah mati, Shilla.” Jawab cowok itu.

Shilla tersenyum sinis. “Omong kosong! Buktinya, kemarin gue ketemu kak Adrian! Tapi sayangnya kak Adrian nggak nyadar kalo dirinya itu Adrian. Hahaha.. Manusia bodoh! Hahaha..”

Tiba-tiba, gadis itu menangis dicampur amarah. Air mata amarahnya keluar, membasahi pipinya yang pucat. Shilla pun terjatuh. Untungnya cowok itu dengan tangkas menangkap tubuh Shilla agar tubuh itu tidak jatuh.

“PERGI SANA!! PERGI SANA!! GUE NGGAK MAU LIAT WAJAH LO LAGI!! PERGI SANA!!” Bentak Shilla. Sekuat mungkin ia melepaskan tubuhnya yang tengah dipeluk oleh cowok tak dikenalnya itu.

Tetapi cowok itu malah memeluk Shilla dengan erat. “Gue nggak akan pergi, Shilla.. Gue akan selalu berada di samping lo karena gue cinta sama elo Shill..” Ucap cowok itu.

“Hahaha.. Bisa bohong aja lo! Sana pergi! Cari cewek lain!”

“Nggak! Nggak akan! Gue nggak akan pergi! Gue harus bisa mengembalikan kesadaran lo!” Kata cowok itu tetap dengan pendiriannya.

Shilla bungkam. Tak tau apa yang harus ia omongkan lagi. Ia hanya bisa merasakan pelukan hangat dari cowok itu. Tidak tau kenapa, Shilla larut dalam pelukan itu. Membuat hatinya menjadi tenang.

Kak Adrian... Batin Shilla.

***

Dua cowok tampan itu sampai di depan rumah Shilla. Seorang lelaki kira-kira berusia empat puluhan tahun tersenyum hangat menyapa dua cowok itu. Cowok pertama ikut tersenyum, sedangkan cowok kedua terdiam dalam perasaan bingungnya.

Lelaki yang tak lain adalah Ayah Shilla itu mengajak Debo dan Rio masuk ke dalam. Rio yang semula ragu langsung ditarik tangannya oleh Debo. Setelah mereka duduk nyaman di sofa, keheningan pun tercipta. Rio larut dalam perasaan anehnya saat kedua matanya menatap sepasang mata yang teramat tenang dan berwibawa.

Dia kah? Tanya Rio pada dirinya sendiri.

“Apakah kamu yang bernama Rio?” Tanya Hendra.

Rio mengangguk berat. Sementara Debo berusaha menerka dimana keberadaan Shilla. Dimana gadis itu? Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja.

“Darimana asalmu?” Tanya Hendra.

“Tidak jauh dari tempat ini. Saya tinggal di sebuah perumahan sepi. Disana saya tinggal bersama tante saya, sementara kedua orangtua saya sudah tiada.” Jelas Rio.

Debo yang mendengarnya teramat yakin bahwa Rio sedang berbohong. Tidak mungkin cowok misterius seperti Rio mau membongkar jati dirinya.

“Hmm.. Bolehkah saya menanyakan sesuatu? Tapi kamu harus menjawab dengan jujur.”

“Iya.” Jawab Rio singkat.

Terdiam sesaat. Debo memerhatikan tatapan mata Rio yang terlihat berbeda dari biasanya saat menatap wajah Hendra. Tiba-tiba saja, Debo menemukan suatu titik, dimana titik itu menghasilka suatu kesimpulan bahwa wajah Rio memiliki banyak kemiripan dengan wajah Hendra. Refleks Debo menutup mulutnya! Sekarang ia paham mengapa Shilla menganggap Rio adalah Adrian. Yaitu karena wajah Rio mirip dengan Ayahnya.

Jadi.. Rio adalah Adrian? Batin Debo tak yakin.

“Sebelumnya, kamu pernah mengenal Shilla?”

“Belum.” Jawab Rio.

“Lantas, mengapa tiba-tiba Shilla yakin sekali kalo kamu adalah Adrian?”

Rio tersenyum pedih. “Saya.. Saya tidak tau.” Jawabnya dengan sedikit bergetar.

“Saya tau kamu bohong.” Kata Hendra, membuat Debo terkaget-kaget. “Kamu pasti mengenali Shilla. Saya yakin itu. Dan kamu pasti mengenali putra saya yang bernama Adrian.” Lanjutnya.

“Maaf Pak. Saya tidak kenal Shilla ataupun Adrian. Saya adalah Rio, bukan Adrian. Jadi, tolong jangan menunuduh saya kalo saya itu Adrian.” Kata Rio.

Hendra tersenyum. “Saya tidak menunduh. Saya hanya ingin kamu jujur. Itu saja.”

Dalam diam, Debo tertawa. Hebat juga Ayah Shilla! Debo berharap Rio mau jujur. Dan segala rasa penasarannya terhadap Rio telah terjawab.

“Jawaban saya tadi jujur dan tidak dibuat-buat.”

Namun, percuma saja Hendra bicara dengan Rio. Cowok itu sama sekali nggak tau mengapa putrinya berubah menjadi gila seperti ini gara-gara menganggap Rio adalah Adrian. Hendra pun mengizinkan Rio dan Debo pergi.

“Sial! Misteri ini nggak bisa terungkap!” Kata Debo.

“Misteri apa?” Tanya Rio yang mendengarnya.

Debo menatap wajah tampan Rio dengan seksama. “Gue tau lo bohong. Tapi tak apa, itu juga hak lo. Tapi, gue harap lo mau bantu Shilla agar gadis itu kembali sadar.” Ucapnya.

“Bukan urusan gue!” Kata Rio dengan suara kasar lalu pergi meninggalkan Debo.

Sementara Debo tersenyum kecut melihat kepergian Rio.

***

Pagi ini, Ify sama sekali tidak tersenyum. Bawaannya selalu marah saja. Sivia yang melihat sikap aneh sahabatnya itu mencoba untuk tau apa penyebab Ify menjadi seperti ini. Namun, Ify nggak mau bicara dengan Sivia.

Dari Debo, akhirnya Sivia paham. Mungkin kemarahan Ify akibat dari kejadian kemarin. Kejadian yang membuat Sivia terhenyak.

“Kemarin, Shilla ketemu Rio. Tiba-tiba Shilla menganggap Rio adalah Adrian. Tapi Rio menolak kasar tuduhan Shilla itu. Dan pada akhirnya, Rio mendorong keras tubuh Shilla dan Shilla terjatuh. Mungkin saja itu penyebab Ify marah pada Rio karena dengan sekenanya Rio memperlakukan Shilla dengan kasar.” Jelas Debo.

Ingin sekali Sivia menjelaskan segalanya. Tapi, ia nggak mau membuat Rio marah dengannya. Ia sudah berjanji pada Rio untuk tidak membongkar jati dirinya. Tapi, kapan Yo semua orang tau siapa sebenarnya elo? Batin Sivia.

“Gue mau bolos.” Kata Sivia tiba-tiba.

Alasannya, hari ini nggak ada satupun guru yang ngajar. Guru-guru itu pada rapat. Nggak tau ngebahas apa. Yang jelas, murid-murid pada bete karena nggak dipulangin. Ujung-ujungnya ya banyak yang bolos diam-diam.

“Fy, nggak mau ikut gue bolos?” Tanya Sivia.

Yang ditanya nggak menjawab. Masih sama seperti tadi. Ify diam dengan wajah yang dihiasi amarah. Namun, Sivia masih bisa menemukan titi kesedihan di wajah Ify. Sivia yakin Ify nggak betul-betul marah dengan Rio. Palingan besok Ify kangen Rio terus baikan lagi. Ya tapi sebaiknya begini saja. Ify marah sama Rio itu suatu hal yang melegakan. Artinya, Ify nggak lagi mencintai Rio dan Ify nggak akan merasakan kesedihan lagi.

“Sebaiknya lo lupakan kak Rio. Lebih baik lo benci dia.” Kata Sivia sebelum meninggalkan kelasnya.

Setelah Sivia berhasil kabur dari sekolah ( Untunglah nggak ada Pak satpam jadi gampang aja keluar masuk sekolah. Apa jangan-jangan satpamnya ikut rapat juga ya? Hihi ), gadis itu bingung akan kemana ia. Pulang? Nggak asyik. Pasti di rumah sepi.

Entah mengapa, Sivia merindukan sosok Alvin. Surat yang ia dapat dari Alvin belum ia buka karena Alvin melarangnya. Dan Sivia hampir lupa kalo hari ini tanggal jadiannya dengan Alvin. Shit! Kenapa gue bisa melupakan momen manis ini?

Wajah Sivia tiba-tiba berubah menjadi cerah. Sepertinya ia tau waktu yang tepat untuk membuka surat Alvin. Yaitu sekarag! Tepat dimana ia resmi menjadi kekasih seorang Marvel Alvin Syaputra.

“Untung setiap saat gue bawa tuh surat.” Kata Sivia senyum sendiri.

Surat itu ia ambil dari dalam tasnya. Sedikit robek, namun tetap bagus seperti sedia kala. Apa emang waktu yang tepat untuk membuka surat itu adalah sekarang? Sivia sedikit ragu. Ah, buka aja deh. Kalo seandainya waktunya bukan sekarang ya nggak apa-apa.

Surat itu pun ia buka perlahan. Setelah ia buka, cukup sepuluh detik ia selesai baca karena hanya ada lima kata di dalam surat itu. Ini namanya bukan surat! Tapi perintah!

Cari gue di Taman Sentral

Apa... Apa Alvin sudah kembali? Apa.. Apa Alvin tidak benar-benar meninggalkannya?

***

Suasana di taman Sentral lumayan sepi. Biasanya, Taman Sentral ramai dikunjungi orang pada hari Minggu atau hari libur. Taman ini sangat indah dan lengkap. Disini, ada kolam renangnya juga. Tidak ketinggalan pula aneka wahana permainan seperti yang kita lihat di Ancol atau Dufan.

Gue nggak yakin Alvin ada disini. Batin Sivia.

Gadis itu terus saja berjalan. Menikmati indahnya suasana taman yang sepi. Sivia ingat, tempat inilah tempat yang menjadi saksi cinta mereka. Alvin menyatakan cintanya tepat di taman ini. Sivia tersenyum. Andai waktu bisa diulang kembali...

Tiba-tiba, Sivia mendengar suara petikan gitar yang terdengar lembut di telinganya. Dilanjutkan dengan suara indah yang sangat dikenalinya. Alvin... Ternyata benar! Inilah waktu yang tepat!

Dengan langkah kaki yang lebar, Sivia berlari mencari sumber suara itu. Tepatnya di sebuah bangku yang di belakangnya ada pohon akasia yang besar. Masih ia ingat di batang pohon akasia yang kukuh itu, terdapat ukiran namanya dan nama Alvin. Semoga ukiran itu masih ada sampai sekarang.

“Alvin..” Kata Sivia tak percaya.

Alvin menoleh ke Sivia dan tersenyum. Senyuman yang disukai Sivia. Sivia membalas senyuman Alvin dengan senyuman manisnya. Senyum yang sering membuat Alvin terpesona dengannya.

“Akhirnya lo datang juga..” Kata Alvin. Ia menaruh gitarnya di sampingnya. Lalu dengan segala kerinduan, Alvin memeluk Sivia.

Sivia menangis di pelukan Alvin. “Vin.. Jangan pernah ninggalin Via..”

“Iya Via.. Alvin janji nggak bakal ninggalin Via. Tapi Via harus janji kalo Via nggak boleh cuekin Alvin. Via tau kan kalo Alvin nggak suka dicuekin orang..”

“Iya Vin, maafin Via. Via cuma tes Alvin aja kok. Makanya Via sering cuek dan kesal sama Alvin. Ternyata, Alvin memang benar-benar mencintai Via.. Makasih ya Vin atas segala cinta yang Alvin berikan untuk Via..”

Siapapun yang melihatnya, tergiur untuk meneteskan air mata. Oh, inikah yang dinamakan cinta sejati? Dan jika kita kehilangan cinta sejati, tentu kita merasa sedih. Sedih sekali sampai-sampai ingin bunuh diri.

“Maafin Alvin juga Via.. Alvin nggak ninggalin kamu. Alvin juga sedang mengetesmu. Ternyata, kamu sedih banget ya ditinggalkan oleh Marvel Alvin Syaputra..”

Alvin melepaskan pelukannya. Ia melihat wajah Sivia yang kembali kesal seperti dulu. Namun, Alvin suka melihat kekesalan Sivia.

“Jadi, lo bales dendam ke gue ya? Setelah gue ngetes elo, terus giliran lo ngetes gue?” Tanya Sivia yang dibalas dengan gelak tawa Alvin.

“Hahaha.. Bisa jadi Via.. Hahaha.. Satu sama..”

Karena nggak tahan melihat Alvin tertawa, Sivia pun ikutan tertawa. Hari ini hari yang sangat indah. Setahun sudah ia menjalani hubungan dengan Alvin. Sivia berharap, hubungannya dengan Alvin tetap seperti ini dan nggak akan berakhir dengan tragis dan air mata kesedihan.

Drdrdrt...

Ify nelpon gue? Batin Sivia. Tak tau kenapa, perasaannya menjadi nggak enak. Jangan-jangan, sesuatu hal buruk menimpa Ify! Cepat-cepat Sivia menekan tombol hijau, sementara Alvin menatap kekasihnya itu dengan khawatir.

Belum setengan menit, Sivia dibuat kaget oleh suara Ify disebrang sana. Suara Ify terdengar terisak-isak karena sedang menangis.

“Ada apa Via?” Tanya Alvin mendapati Sivia yang telah selesai telponan dengan Ify.

Sivia menatap Alvin. “Kak Rio.. Dia di bawa ke rumah sakit..”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar