Part 21
.
.
.
“Lo mau nyari gue?”
Debo terhenyak
mendapati orang yang dicarinya sedang tersenyum sinis ke arahnya. Syukurlah! Batin Debo. Sekarang, apakah
Rio mau ia bawa ke hadapan Ayah Shilla?
“Iya. Gue butuh
elo.” Jawab Debo.
“Mau lo apa?” Tanya
Rio sedikit kasar.
Sebelum menjawab, sebisa
mungkin Debo menahan keinginannya untuk menyobek mulut kasar Rio agar tidak
berucap kasar lagi.
“Ayah Shilla ingin
bertemu lo.” Jawab Debo selembut mungkin.
Rio tersenyum
misterius. Namun senyuman itu menyiratkan perasaan sedih sekaligus perasaan rindu.
Bodoh jika ia menolak ajakan Debo untuk menemui Ayah Shilla.
“Oke. Ayo kita
kesana.” Kata Rio.
Debo berhasil
dibuat melongo dengan tingkah Rio barusan.
***
“Aku akan berusaha
mengembalikan kesadaranmu, Shilla..”
Dengan seluruh
keberanian, cowok itu mendekati Shilla yang sedang tertawa sendiri. Cowok itu
tersenyum tipis melihat keadaan tak wajar dari Shilla.
Ketika Shilla
menyadari ada orang sedang memerhatikannya, tawa Shilla makin keras. Membuat
cowok itu sedikit kebingungan. Apa gue
lucu? Tanyanya dalam hati.
“Hahaha.. Lo siapa?
Hahaha... Jangan dekatin gue.. Hahaha..” Tawa Shilla.
Masih dengan
senyumannya, cowok itu pun berbicara. “Lo pasti lupa gue. Gue kakak kelas lo
dulu sewaktu kita masih SMP.” Jawabnya.
Tiba-tiba Shilla
menatap tajam cowok itu. “Siapapun elo, cepat panggilin Kak Adrian! Gue butuh
Kak Adrian! Cepat!” Bentak Shilla.
Mendengar nama
‘Adrian’, cowok itu termenung. Sudah lama ia tidak mendengar nama itu.
Setaunya, Adrian adalah anak lelaki berwajah buruk dengan sosok yang mengerikan.
Ditambah lagi dengan kulitnya yang bersisik seperti ular. Adrian telah
meninggal kira-kira dua tahun yang lalu karena tertabrak mobil.
Lantas, mengapa
Shilla butuh Adrian? Bukannya dulu Shilla sangat membenci Adrian? Cowok itu tau
bahwa tak ada seorang pun yang merasa kasian dengan Adrian yang terlahir
sebagai manusia malang yang dibenci orang-orang.
“Kenapa diem?”
Tanya Shilla.
Cowok itu tersadar.
“Adrian sudah mati, Shilla.” Jawab cowok itu.
Shilla tersenyum
sinis. “Omong kosong! Buktinya, kemarin gue ketemu kak Adrian! Tapi sayangnya
kak Adrian nggak nyadar kalo dirinya itu Adrian. Hahaha.. Manusia bodoh!
Hahaha..”
Tiba-tiba, gadis
itu menangis dicampur amarah. Air mata amarahnya keluar, membasahi pipinya yang
pucat. Shilla pun terjatuh. Untungnya cowok itu dengan tangkas menangkap tubuh Shilla
agar tubuh itu tidak jatuh.
“PERGI SANA!! PERGI
SANA!! GUE NGGAK MAU LIAT WAJAH LO LAGI!! PERGI SANA!!” Bentak Shilla. Sekuat
mungkin ia melepaskan tubuhnya yang tengah dipeluk oleh cowok tak dikenalnya
itu.
Tetapi cowok itu
malah memeluk Shilla dengan erat. “Gue nggak akan pergi, Shilla.. Gue akan
selalu berada di samping lo karena gue cinta sama elo Shill..” Ucap cowok itu.
“Hahaha.. Bisa
bohong aja lo! Sana pergi! Cari cewek lain!”
“Nggak! Nggak akan!
Gue nggak akan pergi! Gue harus bisa mengembalikan kesadaran lo!” Kata cowok
itu tetap dengan pendiriannya.
Shilla bungkam. Tak
tau apa yang harus ia omongkan lagi. Ia hanya bisa merasakan pelukan hangat
dari cowok itu. Tidak tau kenapa, Shilla larut dalam pelukan itu. Membuat
hatinya menjadi tenang.
Kak Adrian... Batin Shilla.
***
Dua cowok tampan
itu sampai di depan rumah Shilla. Seorang lelaki kira-kira berusia empat
puluhan tahun tersenyum hangat menyapa dua cowok itu. Cowok pertama ikut
tersenyum, sedangkan cowok kedua terdiam dalam perasaan bingungnya.
Lelaki yang tak
lain adalah Ayah Shilla itu mengajak Debo dan Rio masuk ke dalam. Rio yang
semula ragu langsung ditarik tangannya oleh Debo. Setelah mereka duduk nyaman
di sofa, keheningan pun tercipta. Rio larut dalam perasaan anehnya saat kedua
matanya menatap sepasang mata yang teramat tenang dan berwibawa.
Dia kah? Tanya
Rio pada dirinya sendiri.
“Apakah kamu yang
bernama Rio?” Tanya Hendra.
Rio mengangguk
berat. Sementara Debo berusaha menerka dimana keberadaan Shilla. Dimana gadis itu? Semoga dia dalam keadaan
baik-baik saja.
“Darimana asalmu?”
Tanya Hendra.
“Tidak jauh dari
tempat ini. Saya tinggal di sebuah perumahan sepi. Disana saya tinggal bersama
tante saya, sementara kedua orangtua saya sudah tiada.” Jelas Rio.
Debo yang
mendengarnya teramat yakin bahwa Rio sedang berbohong. Tidak mungkin cowok
misterius seperti Rio mau membongkar jati dirinya.
“Hmm.. Bolehkah
saya menanyakan sesuatu? Tapi kamu harus menjawab dengan jujur.”
“Iya.” Jawab Rio
singkat.
Terdiam sesaat.
Debo memerhatikan tatapan mata Rio yang terlihat berbeda dari biasanya saat
menatap wajah Hendra. Tiba-tiba saja, Debo menemukan suatu titik, dimana titik
itu menghasilka suatu kesimpulan bahwa wajah Rio memiliki banyak kemiripan
dengan wajah Hendra. Refleks Debo menutup mulutnya! Sekarang ia paham mengapa
Shilla menganggap Rio adalah Adrian. Yaitu karena wajah Rio mirip dengan
Ayahnya.
Jadi.. Rio adalah Adrian? Batin Debo tak yakin.
“Sebelumnya, kamu
pernah mengenal Shilla?”
“Belum.” Jawab Rio.
“Lantas, mengapa
tiba-tiba Shilla yakin sekali kalo kamu adalah Adrian?”
Rio tersenyum
pedih. “Saya.. Saya tidak tau.” Jawabnya dengan sedikit bergetar.
“Saya tau kamu
bohong.” Kata Hendra, membuat Debo terkaget-kaget. “Kamu pasti mengenali
Shilla. Saya yakin itu. Dan kamu pasti mengenali putra saya yang bernama
Adrian.” Lanjutnya.
“Maaf Pak. Saya
tidak kenal Shilla ataupun Adrian. Saya adalah Rio, bukan Adrian. Jadi, tolong
jangan menunuduh saya kalo saya itu Adrian.” Kata Rio.
Hendra tersenyum.
“Saya tidak menunduh. Saya hanya ingin kamu jujur. Itu saja.”
Dalam diam, Debo
tertawa. Hebat juga Ayah Shilla! Debo berharap Rio mau jujur. Dan segala rasa
penasarannya terhadap Rio telah terjawab.
“Jawaban saya tadi
jujur dan tidak dibuat-buat.”
Namun, percuma saja
Hendra bicara dengan Rio. Cowok itu sama sekali nggak tau mengapa putrinya
berubah menjadi gila seperti ini gara-gara menganggap Rio adalah Adrian. Hendra
pun mengizinkan Rio dan Debo pergi.
“Sial! Misteri ini
nggak bisa terungkap!” Kata Debo.
“Misteri apa?”
Tanya Rio yang mendengarnya.
Debo menatap wajah
tampan Rio dengan seksama. “Gue tau lo bohong. Tapi tak apa, itu juga hak lo.
Tapi, gue harap lo mau bantu Shilla agar gadis itu kembali sadar.” Ucapnya.
“Bukan urusan gue!”
Kata Rio dengan suara kasar lalu pergi meninggalkan Debo.
Sementara Debo
tersenyum kecut melihat kepergian Rio.
***
Pagi ini, Ify sama
sekali tidak tersenyum. Bawaannya selalu marah saja. Sivia yang melihat sikap
aneh sahabatnya itu mencoba untuk tau apa penyebab Ify menjadi seperti ini.
Namun, Ify nggak mau bicara dengan Sivia.
Dari Debo, akhirnya
Sivia paham. Mungkin kemarahan Ify akibat dari kejadian kemarin. Kejadian yang
membuat Sivia terhenyak.
“Kemarin, Shilla
ketemu Rio. Tiba-tiba Shilla menganggap Rio adalah Adrian. Tapi Rio menolak
kasar tuduhan Shilla itu. Dan pada akhirnya, Rio mendorong keras tubuh Shilla
dan Shilla terjatuh. Mungkin saja itu penyebab Ify marah pada Rio karena dengan
sekenanya Rio memperlakukan Shilla dengan kasar.” Jelas Debo.
Ingin sekali Sivia
menjelaskan segalanya. Tapi, ia nggak mau membuat Rio marah dengannya. Ia sudah
berjanji pada Rio untuk tidak membongkar jati dirinya. Tapi, kapan Yo semua orang tau siapa sebenarnya elo? Batin Sivia.
“Gue mau bolos.”
Kata Sivia tiba-tiba.
Alasannya, hari ini
nggak ada satupun guru yang ngajar. Guru-guru itu pada rapat. Nggak tau
ngebahas apa. Yang jelas, murid-murid pada bete karena nggak dipulangin.
Ujung-ujungnya ya banyak yang bolos diam-diam.
“Fy, nggak mau ikut
gue bolos?” Tanya Sivia.
Yang ditanya nggak
menjawab. Masih sama seperti tadi. Ify diam dengan wajah yang dihiasi amarah.
Namun, Sivia masih bisa menemukan titi kesedihan di wajah Ify. Sivia yakin Ify
nggak betul-betul marah dengan Rio. Palingan besok Ify kangen Rio terus baikan
lagi. Ya tapi sebaiknya begini saja. Ify marah sama Rio itu suatu hal yang
melegakan. Artinya, Ify nggak lagi mencintai Rio dan Ify nggak akan merasakan
kesedihan lagi.
“Sebaiknya lo
lupakan kak Rio. Lebih baik lo benci dia.” Kata Sivia sebelum meninggalkan
kelasnya.
Setelah Sivia
berhasil kabur dari sekolah ( Untunglah nggak ada Pak satpam jadi gampang aja
keluar masuk sekolah. Apa jangan-jangan satpamnya ikut rapat juga ya? Hihi ),
gadis itu bingung akan kemana ia. Pulang? Nggak asyik. Pasti di rumah sepi.
Entah mengapa,
Sivia merindukan sosok Alvin. Surat yang ia dapat dari Alvin belum ia buka
karena Alvin melarangnya. Dan Sivia hampir lupa kalo hari ini tanggal jadiannya
dengan Alvin. Shit! Kenapa gue bisa
melupakan momen manis ini?
Wajah Sivia
tiba-tiba berubah menjadi cerah. Sepertinya ia tau waktu yang tepat untuk
membuka surat Alvin. Yaitu sekarag! Tepat dimana ia resmi menjadi kekasih
seorang Marvel Alvin Syaputra.
“Untung setiap saat
gue bawa tuh surat.” Kata Sivia senyum sendiri.
Surat itu ia ambil
dari dalam tasnya. Sedikit robek, namun tetap bagus seperti sedia kala. Apa emang waktu yang tepat untuk membuka
surat itu adalah sekarang? Sivia sedikit ragu. Ah, buka aja deh. Kalo seandainya waktunya bukan sekarang ya nggak
apa-apa.
Surat itu pun ia
buka perlahan. Setelah ia buka, cukup sepuluh detik ia selesai baca karena
hanya ada lima kata di dalam surat itu. Ini
namanya bukan surat! Tapi perintah!
Cari gue di Taman Sentral
Apa... Apa Alvin
sudah kembali? Apa.. Apa Alvin tidak benar-benar meninggalkannya?
***
Suasana di taman
Sentral lumayan sepi. Biasanya, Taman Sentral ramai dikunjungi orang pada hari
Minggu atau hari libur. Taman ini sangat indah dan lengkap. Disini, ada kolam
renangnya juga. Tidak ketinggalan pula aneka wahana permainan seperti yang kita
lihat di Ancol atau Dufan.
Gue nggak yakin Alvin ada disini. Batin Sivia.
Gadis itu terus
saja berjalan. Menikmati indahnya suasana taman yang sepi. Sivia ingat, tempat
inilah tempat yang menjadi saksi cinta mereka. Alvin menyatakan cintanya tepat
di taman ini. Sivia tersenyum. Andai
waktu bisa diulang kembali...
Tiba-tiba, Sivia
mendengar suara petikan gitar yang terdengar lembut di telinganya. Dilanjutkan
dengan suara indah yang sangat dikenalinya. Alvin...
Ternyata benar! Inilah waktu yang tepat!
Dengan langkah kaki
yang lebar, Sivia berlari mencari sumber suara itu. Tepatnya di sebuah bangku
yang di belakangnya ada pohon akasia yang besar. Masih ia ingat di batang pohon
akasia yang kukuh itu, terdapat ukiran namanya dan nama Alvin. Semoga ukiran
itu masih ada sampai sekarang.
“Alvin..” Kata
Sivia tak percaya.
Alvin menoleh ke
Sivia dan tersenyum. Senyuman yang disukai Sivia. Sivia membalas senyuman Alvin
dengan senyuman manisnya. Senyum yang sering membuat Alvin terpesona dengannya.
“Akhirnya lo datang
juga..” Kata Alvin. Ia menaruh gitarnya di sampingnya. Lalu dengan segala
kerinduan, Alvin memeluk Sivia.
Sivia menangis di
pelukan Alvin. “Vin.. Jangan pernah ninggalin Via..”
“Iya Via.. Alvin
janji nggak bakal ninggalin Via. Tapi Via harus janji kalo Via nggak boleh
cuekin Alvin. Via tau kan kalo Alvin nggak suka dicuekin orang..”
“Iya Vin, maafin
Via. Via cuma tes Alvin aja kok. Makanya Via sering cuek dan kesal sama Alvin.
Ternyata, Alvin memang benar-benar mencintai Via.. Makasih ya Vin atas segala
cinta yang Alvin berikan untuk Via..”
Siapapun yang
melihatnya, tergiur untuk meneteskan air mata. Oh, inikah yang dinamakan cinta
sejati? Dan jika kita kehilangan cinta sejati, tentu kita merasa sedih. Sedih
sekali sampai-sampai ingin bunuh diri.
“Maafin Alvin juga
Via.. Alvin nggak ninggalin kamu. Alvin juga sedang mengetesmu. Ternyata, kamu
sedih banget ya ditinggalkan oleh Marvel Alvin Syaputra..”
Alvin melepaskan
pelukannya. Ia melihat wajah Sivia yang kembali kesal seperti dulu. Namun,
Alvin suka melihat kekesalan Sivia.
“Jadi, lo bales
dendam ke gue ya? Setelah gue ngetes elo, terus giliran lo ngetes gue?” Tanya
Sivia yang dibalas dengan gelak tawa Alvin.
“Hahaha.. Bisa jadi
Via.. Hahaha.. Satu sama..”
Karena nggak tahan
melihat Alvin tertawa, Sivia pun ikutan tertawa. Hari ini hari yang sangat
indah. Setahun sudah ia menjalani hubungan dengan Alvin. Sivia berharap,
hubungannya dengan Alvin tetap seperti ini dan nggak akan berakhir dengan
tragis dan air mata kesedihan.
Drdrdrt...
Ify nelpon gue? Batin Sivia. Tak tau kenapa, perasaannya menjadi nggak
enak. Jangan-jangan, sesuatu hal buruk menimpa Ify! Cepat-cepat Sivia menekan
tombol hijau, sementara Alvin menatap kekasihnya itu dengan khawatir.
Belum setengan
menit, Sivia dibuat kaget oleh suara Ify disebrang sana. Suara Ify terdengar
terisak-isak karena sedang menangis.
“Ada apa Via?”
Tanya Alvin mendapati Sivia yang telah selesai telponan dengan Ify.
Sivia menatap
Alvin. “Kak Rio.. Dia di bawa ke rumah sakit..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar