expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 24 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 23 )



Part 23

.

.

.

“Kak Rio.. Kak Rio... Kabur Fy. Perawat bilang kak Rio nggak ada di kamarnya.” Jelas Sivia.

Ify terhenyak. Bagaimana Rio bisa kabur? Bukannya Rio belum sadar? Apa sewaktu Rio sadar cowok itu langsung kabur? Tapi, bagaimana caranya keluar dari rumah sakit?

“Kok bisa? Lo ngga liat cara kabur kak Rio di CCTV?” Tanya Ify.

“Itu dia Fy. Kata suster, kamera CCTVnya rusak. Pas banget bersamaan dengan hilangnya kak Rio. Aneh bukan?”

Tapi, bagi Sivia hal itu bukannya hal aneh. Rio bisa saja dengan mudah melakukan hal yang diinginkannya. Seperti kejadian barusan tadi.

“Terus, dimana kak Rio? Di...”

Keempatnya dikagetkan oleh kedatangan seorang cowok bersama seorang cewek yang di bawa menggunakan ranjang dorong(?) dengan di bantu oleh beberapa perawat. Debo yang sadar kalo cewek itu adalah Shilla semakin bertambah panik.

“Shilla kenapa?” Tanya Debo pada Gabriel.

“Tiba-tiba saja Shilla pingsan sewaktu liat Adrian.” Jawab Gabriel jujur.

Deg! Shilla pingsan untuk yang kedua kalinya gara-gara Shilla melihat Adrian. Apa maksudnya ini? Sebenarnya, siapa sosok Adrian yang dimaksud Shilla itu?

“Dimana dia liat Adrian?” Tanya Debo.

“Di dufan. Kalo lo mau ketemu orangnya, ayo ikut gue!”

Tanpa basa-basi, Debo mengangguk. Keduanya pun bergegas pergi ke dufan yang jaraknya nggak terlalu jauh. Hanya saja kemacetan Ibu Kota yang membuat segalanya menjadi lambat.

“Fy, itu tadi Shilla ya?” Tanya Sivia.

Ify hanya mengangguk.

Ternyata, Shilla emang cantik. Banyak cowok yang menyukainya. Nggak heran, Cakka sampai ingin membunuh Debo karena Debo berhasil mendapatkan Shilla, Batin Sivia. Ia teringat dengan cerita yang pernah Rian atau Rio ceritakan padanya.

***

Sesampai di dufan, Gabriel berlari diikuti Debo yang berada di belakangnya. Namun, Gabriel kecewa karena orang yang dicarinya tidak ada. Shit! Kemana cowok itu? Padahal gue butuh dia! Batin Gabriel kecewa. Debo menangkap kekecewaan di wajah Gabriel.

“Kenapa?” Tanya Debo.

Gabriel menatap Debo. “Orang itu sudah nggak ada. Tadi gue liat orang itu sedang duduk di bangku sana.” Jelasnya sambil menunjuk sebuah bangku yang tak jauh dari tempatnya.

“Gimana ciri-ciri orang itu?” Tanya Debo.

Gabriel tampak bepikir dan mengingat-ingat. Tetapi ingatannya mudah hilang. Alhasil, Gabriel sama sekali nggak bisa menjelaskan bagaimana ciri-ciri orang tersebut. Tiba-tiba Gabriel teringat sesuatu.

“Tadi, gue perhatikan orang itu sedang sedih.” Kata Gabriel.

Sedih? Batin Debo.

“Ya udah. Kita balik saja. Gue khawatir dengan kondisi Shilla.” Kata Debo akhirnya.

Sebelum Debo membalikkan badan, Gabriel langsung menarik tangannya. Mengakibatkan Debo membalikkan badannya dan kembali berhadapan dengan Gabriel.

“Lo... Lo masih mencintai Shilla?” Tanya Gabriel yang nyaris tak terdengar.

***

Entah sejak kapan gadis itu melamun. Malam yang sunyi ini, ia memilih menatap jutaan bintang yang bertebaran di atas sana. Bintang-bintang itu bergabung, dan membentuk sebuah pola yang tidak bisa ia tebak.

Maafin gue kak.. Maafin gue.. Batin Ify. Ia emang salah karena telah menampar Rio. Sekarang, Rio menghilang dan ia menyesal. Tidak seharusnya ia lebih mementingkan emosinya dibanding perasaannya. Perasaannya jauh lebih penting daripada emosinya.

Disini. Di taman belakang rumahnya, Ify duduk bersila dengan kesendirian. Tapi Ify tidak merasa sendiri. Banyak sahabat-sahabat alam yang menemaninya. Ada bintang, bulan sabit yang ditutupi awan hitam, angin malam, dan suara-suara hewan seperti jangkrik. 


“Kak, maafin Ify kak. Ify ingin kakak disini menemani Ify. Ify kangen sama kak Rio. Ify kangen segala yang ada dalam diri kak Rio..” Kata Ify.

Di balik semak-semak, seekor kelinci hitam yang sepertinya terpisah dari rumahnya ikut merasakan kesedihan yang di alami Ify. Dengan segera kelinci itu mendekati Ify. Ify yang dibuat kaget oleh kedatangan kelinci manis itu langsung di pangkunya.

“Sedang apa kamu kemari?” Tanya Ify pada kelinci itu.

Nampaknya, seekor kelinci itu nyaman berada di atas pangkuan Ify. Ify pun senang dengan kehadiran kelinci yang tak di duganya datang mendekatinya. Namun tiba-tiba, kelinci itu melompat, menjauhinya. Ify tidak tau apa penyebab kelinci itu meloncat meninggalkannya. Apa kelinci itu sedang ketakutan? Bukannya kelinci tadi itu nyaman berada di atas pangkuannya?

Kedua kalinya Ify di buat kaget. Pertama, oleh kelinci tadi. Kedua, oleh setangkai bunga mawar merah yang berada di atas pundaknya. Ify merasa ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Tapi Ify tidak berani membalikkan badan.

Jantungnya berdetakan tidak karuan menyadari kehadiran seseorang yang tidak di duganya. Orang itu kini berada di sampingnya dengan jarak yang sangat dekat. Ify tau siapa orang di sampingnya itu. Detakan jantungnya yang tidak normal itulah yang menjawabnya.

“Fy, maafkan aku.” Kata orang itu sambil memberikannya setangkai bunga mawar merah.

Perlahan, Ify menoleh ke samping kanan dan mendapati Rio yang sedang tersenyum manis. Walau gelap, Ify mampu melihat senyuman manis itu. Dengan tangan yang bergetar, Ify menerima mawar dari Rio.

“Jadi, lo mau maafin gue?” Ulang Rio.

Ify hanya mengangguk. Kedatangan Rio yang mendadak membuatnya bingung harus berbuat apa. Kenapa kak Rio bisa ada disini? Kenapa kak Rio tau kalo gue ada disini? Bukannya kak Rio sedang sakit?

“Thanks ya Fy..” Kata Rio senang lalu merangkul gadis itu.

Ini.. Ini hanya mimpi kan Tuhan? Ini hanya sebuah mimpi indah yang hanya terjadi sesaat dan tidak terulang kembali? Batin Ify kebingungan. Namun rangkulan Rio merealkan keadaan, bahwa ini bukan mimpi, ini nyata, dan ini bukan sekedar mimpi indah.

“Kak.. Kak Rio kok bisa ada disini?” Tanya Ify heran.

Rio tersenyum. “Salah ya gue ada disini? Salah ya gue nemenin lo yang lagi galau?” Tanyanya yang membuat pipi Ify memerah.

“Bu.. Bukan itu maksudnya. Kak Rio kan ada di rumah sakit. Kok kak Rio bisa kabur sih?”

“Emang gue harus cerita sedetail-detailnya ya cara gue kabur dari rumah sakit?”

“Ng.. Nggak juga sih kak..”

Terdiam sesaat. Hanya terdengar nyanyian jangkrik malam. Dan suara angin yang berlalu. Ify yang hanya memakai kaus tipis mulai merasa kedinginan. Beda dengan Rio yang memakai jaket hitam tebal. Rio pun memeluk Ify agar gadis itu tidak kedinginan.

Rio mulai bicara. “Waktu gue sadar, gue nggak betah di rumah sakit. Makanya gue memilih untuk keluar dari rumah sakit. Untungnya, gue nggak ketahuan suster dan dokter.” Jelasnya.

Suatu kebetulan yang aneh! Batin Ify. Mana mungkin Rio tidak ketahuan? Di rumah sakit selalu ramai. Tentu saja ada saksi mata yang melihat Rio keluar dari rumah sakit. Namun Ify tidak bertanya lebih lanjut.

“Terus, kenapa kak Rio tau kalo Ify ada disini?” Tanya Ify.

“Lo mau tau jawabannya?” Tanya Rio dan diangguki Ify.

“Karena...” Rio menatap lekat wajah Ify. Yang ditatap tersipu malu. Coba kalo sekarang siang hari, Rio bakal tertawa melihat mukanya yang seperti kepiting rebus saking malunya. “Karena.... Hati gue menyuruh gue untuk pergi ke tempat ini. Dan disinilah gue, melihat seorang Alyssa Sifyla yang sedang merindukan sosok Rivano Gabril.” Sambungnya.

Ify terdiam. Kata demi kata yang diucapkan Rio barusan sangat berpengaruh baginya. Kata demi kata tadi menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang dahulu sangat diharapkannya.

“I love you.. Aku mencintaimu Fy. Jadilah bidadari dalam hidupku. Temani hari-hari sepiku. Karena aku nggak bisa hidup tanpa senyumanmu..” Ucap Rio sambil memejamkan matanya.

Sadar hal ini bukanlah mimpi, Ify ikut memejamkan mata. Membuat air mata kebahagiaannya turun membasahi pipinya. Ify tidak menyangka. Cintanya di balas dengan cinta yang sama oleh Rio. Ify bahagia sekali.

Namun, Ify tidak tau bahwa saat ini Rio sedang menahan tangisnya. Bukan, bukan tangis kebahagiaan. Melainkan tangis sesungguhnya. Yaitu tangis kesedihan.

***

“Lo.. Lo sudah sadar?”

Shilla mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu berusaha memulihkan ingatannya yang sempat kacau. Setelah baikan, Shilla menoleh ke arah cowok yang sedang menatapnya dengan khawatir.

“Gue ada dimana?” Tanyanya bingung.

Cowok yang ternyata adalah Gabriel terlihat lega. Sepertinya Shilla sudah sembuh dari sakitnya.

“Lo adalah di rumah sakit.”

Shilla terhenyak mendengar jawaban seorang cowok yang tidak dikenalinya. Tapi ia merasa nggak asing lagi dengan cowok itu. Gue kenapa? Kenapa gue ada di rumah sakit? Bukannya gue sama Debo? Ada apa dengan gue? Batin Shilla.

“Gue Gabriel. Kakak kelas lo.” Kata Gabriel memperkenalkan diri.

Tapi, Shilla nggak tertarik dengan perkenalan yang dilakukan Gabriel barusan. “Kok bisa gue ada di rumah sakit? Dimana Debo?”

Apa Shilla masih mencintai Debo? Batin Gabriel miris. Jika Shilla masih mencintai Debo, Gabriel nggak bisa berbuat apapun. Ia bukan tipe cowok pecemburu dan membenci seseorang yang telah mengambil hati gadis yang sangat ia cintai.

“Lo pingsan Shill.” Jawab Gabriel.

“Pingsan?” Tanya Shilla nggak yakin. Gadis itu berusaha mengingat hal terakhir yang ia lakukan sebelum ia berada di tempat ini. Tapi, kepalanya sakit jika ia paksakan untuk mengingat.

Belum saja Gabriel menjawab, pintu kamar rawat Shilla di buka oleh seseorang. Gabriel tersenyum menyambut tamu yang datang.

“Hai Shill! Apa kabar?” Sapa Debo.

“Baik. Kok gue bisa ada di rumah sakit?” Jawab+Tanya Shilla.

Yang ditanya nggak menjawab. Kalo gue ceritakan ke elo, gue takut lo hilang kesadaran lagi. Gue takut lo ingat kak Adrian lagi. Gue harap, lo telah melupakan nama itu..

***

Pagi yang cerah. Secerah wajah gadis yang bernama Ify. Gadis itu tampak bahagia. Dua hari yang lalu, pangerannya menyatakan cinta padanya. Membuatnya tak berhenti tersenyum. Tapi gue merasa bukan kekasih kak Rio.. Ify tau, Rio juga mencintainya. Tapi Rio nggak sampai mengajaknya pacaran.

“Pagi Via!” Sapa Ify.

Yang disapa hanya tersenyum. Lalu melanjutkan kerjaannya yang numpuk. Yaitu tugas matematika dari Pak Adit. Huft! Seharusnya tugas itu dikerjakan di rumah, kenapa Sivia kerjainnya di sekolah?

“Makanya, jangan keasyikan pacaran sama kak Alvin. Jadinya lo lupa segalanya. Padahal tugas dari Pak Adit lebih penting dari Kak Alvin..”

Tangan kanan Sivia yang lincah menulis di atas kertas langsung ia hentikan. Ia beralih menatap Ify yang sedang nyengir.

“PR lo mana? Gue nyontek.” Kata Sivia yang dibalas tawa oleh Ify.

Untunglah, pelajaran matematika ada di jam ketiga yaitu sehabis keluar main. Jadi Sivia bisa tenang ngerjainnya. Kalo di jam pertama, siap aja di hukum sama Pak Adit.

“Eh, ntar jenguk Shilla ya. Shilla udah di rumah kok. Barusan tadi gue dikabari sama Debo.” Kata Sivia dan diangguki Ify.

***

Rumah Shilla cukup mewah. Di garasi yang luas, terpakir mobil ferari hitam yang harganya nggak bisa dianggap murah. Di samping teras, terdapat aneka macam tumbuhan dan bunga-bunga. Juga ada kolam ikan koi yang tak jauh dari teras. Ify berandai-andai memiliki rumah seperti ini. Jika rumahnya semewah rumah Shilla, Ify betah di dalam rumah terus.

Kamar Shilla ada di lantai dua. Ify dan Sivia yakin di rumah itu ada teman-teman Shilla yang menjenguknya. Buktinya, di garasi itu terdapat lima motor. Nggak tau juga ding kalo lima motor itu adalah motor Shilla, bukan motor teman-teman Shilla.

“Lo yakin Fy mau masuk ke dalam? Gue nggak akrab sama Shilla.” Kata Sivia ragu.

Seorang pembantu kira-kira berumur empat puluhan tahun tersenyum ramah menyambut kedatangan dua gadis yang cantik-cantik. Pembantu itu menyuruh Ify dan Sivia masuk ke dalam. Ify dan Sivia dibuat malu oleh pembantu yang menganggap mereka layaknya putri raja.

“Shilla ada di kamar. Kamarnya ada di lantai dua.” Jelasnya.

“Oh, makasih ya bi.” Kata Sivia+Ify.

Keduanya pun menaiki tangga. Hmm.. Capek juga punya rumah bertingkat. Setiap hari naik turun. Apa Shilla nggak capek? Kamarnya kan di atas? Di tangga kelima, Ify merasa menginjak sesuatu. Gadis itu memberhentikan langkahnya. Di belakang, Sivia heran mengapa sahabatnya itu tidak lanjut ke tangga selanjutnya.

“Ada apa Fy?” Tanya Sivia.

Yang ditanya nggak menjawab. Ify malah jongkok untuk mengambil sesuatu yang diinjaknya. Ternyata, ada selembar foto malang yang tak sengaja diinjaknya. Ify mengambil foto itu dan memerhatikan foto itu baik-baik. Sivia yang penasaran pun ikut melihat selembar foto yang di bawa Ify.

Ketika Sivia menatap foto itu, ia langsung menutup mulutnya saking kagetnya. Sementara Ify kebingungan. Foto siapa ini? Siapa cowok ini?

“Vi.. Foto siapa ini? Kok bisa ada di tangga rumah Shilla? Kok cowok ini menge...”

“Ayo naik! Buang aja foto itu!” Kata Sivia sedikit kasar yang menyebabkan Ify dipenuhi tanda tanya besar. Tapi dia nggak berani bertanya lebih lanjut mengenai foto itu.

***
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar