Part 23
.
.
.
“Kak Rio.. Kak
Rio... Kabur Fy. Perawat bilang kak Rio nggak ada di kamarnya.” Jelas Sivia.
Ify terhenyak.
Bagaimana Rio bisa kabur? Bukannya Rio belum sadar? Apa sewaktu Rio sadar cowok
itu langsung kabur? Tapi, bagaimana caranya keluar dari rumah sakit?
“Kok bisa? Lo ngga
liat cara kabur kak Rio di CCTV?” Tanya Ify.
“Itu dia Fy. Kata suster,
kamera CCTVnya rusak. Pas banget bersamaan dengan hilangnya kak Rio. Aneh
bukan?”
Tapi, bagi Sivia
hal itu bukannya hal aneh. Rio bisa saja dengan mudah melakukan hal yang
diinginkannya. Seperti kejadian barusan tadi.
“Terus, dimana kak
Rio? Di...”
Keempatnya
dikagetkan oleh kedatangan seorang cowok bersama seorang cewek yang di bawa
menggunakan ranjang dorong(?) dengan di bantu oleh beberapa perawat. Debo yang
sadar kalo cewek itu adalah Shilla semakin bertambah panik.
“Shilla kenapa?”
Tanya Debo pada Gabriel.
“Tiba-tiba saja
Shilla pingsan sewaktu liat Adrian.” Jawab Gabriel jujur.
Deg! Shilla pingsan
untuk yang kedua kalinya gara-gara Shilla melihat Adrian. Apa maksudnya ini?
Sebenarnya, siapa sosok Adrian yang dimaksud Shilla itu?
“Dimana dia liat
Adrian?” Tanya Debo.
“Di dufan. Kalo lo
mau ketemu orangnya, ayo ikut gue!”
Tanpa basa-basi,
Debo mengangguk. Keduanya pun bergegas pergi ke dufan yang jaraknya nggak
terlalu jauh. Hanya saja kemacetan Ibu Kota yang membuat segalanya menjadi
lambat.
“Fy, itu tadi
Shilla ya?” Tanya Sivia.
Ify hanya
mengangguk.
Ternyata, Shilla emang cantik. Banyak cowok yang
menyukainya. Nggak heran, Cakka sampai ingin membunuh Debo karena Debo berhasil
mendapatkan Shilla, Batin
Sivia. Ia teringat dengan cerita yang pernah Rian atau Rio ceritakan padanya.
***
Sesampai di dufan,
Gabriel berlari diikuti Debo yang berada di belakangnya. Namun, Gabriel kecewa
karena orang yang dicarinya tidak ada. Shit!
Kemana cowok itu? Padahal gue butuh dia! Batin Gabriel kecewa. Debo
menangkap kekecewaan di wajah Gabriel.
“Kenapa?” Tanya
Debo.
Gabriel menatap
Debo. “Orang itu sudah nggak ada. Tadi gue liat orang itu sedang duduk di
bangku sana.” Jelasnya sambil menunjuk sebuah bangku yang tak jauh dari
tempatnya.
“Gimana ciri-ciri
orang itu?” Tanya Debo.
Gabriel tampak
bepikir dan mengingat-ingat. Tetapi ingatannya mudah hilang. Alhasil, Gabriel
sama sekali nggak bisa menjelaskan bagaimana ciri-ciri orang tersebut.
Tiba-tiba Gabriel teringat sesuatu.
“Tadi, gue perhatikan
orang itu sedang sedih.” Kata Gabriel.
Sedih? Batin
Debo.
“Ya udah. Kita
balik saja. Gue khawatir dengan kondisi Shilla.” Kata Debo akhirnya.
Sebelum Debo
membalikkan badan, Gabriel langsung menarik tangannya. Mengakibatkan Debo
membalikkan badannya dan kembali berhadapan dengan Gabriel.
“Lo... Lo masih
mencintai Shilla?” Tanya Gabriel yang nyaris tak terdengar.
***
Entah sejak kapan
gadis itu melamun. Malam yang sunyi ini, ia memilih menatap jutaan bintang yang
bertebaran di atas sana. Bintang-bintang itu bergabung, dan membentuk sebuah
pola yang tidak bisa ia tebak.
Maafin gue kak.. Maafin gue.. Batin Ify. Ia emang salah karena telah menampar Rio.
Sekarang, Rio menghilang dan ia menyesal. Tidak seharusnya ia lebih
mementingkan emosinya dibanding perasaannya. Perasaannya jauh lebih penting
daripada emosinya.
Disini. Di taman
belakang rumahnya, Ify duduk bersila dengan kesendirian. Tapi Ify tidak merasa
sendiri. Banyak sahabat-sahabat alam yang menemaninya. Ada bintang, bulan sabit
yang ditutupi awan hitam, angin malam, dan suara-suara hewan seperti jangkrik.
“Kak, maafin Ify
kak. Ify ingin kakak disini menemani Ify. Ify kangen sama kak Rio. Ify kangen
segala yang ada dalam diri kak Rio..” Kata Ify.
Di balik
semak-semak, seekor kelinci hitam yang sepertinya terpisah dari rumahnya ikut
merasakan kesedihan yang di alami Ify. Dengan segera kelinci itu mendekati Ify.
Ify yang dibuat kaget oleh kedatangan kelinci manis itu langsung di pangkunya.
“Sedang apa kamu
kemari?” Tanya Ify pada kelinci itu.
Nampaknya, seekor
kelinci itu nyaman berada di atas pangkuan Ify. Ify pun senang dengan kehadiran
kelinci yang tak di duganya datang mendekatinya. Namun tiba-tiba, kelinci itu
melompat, menjauhinya. Ify tidak tau apa penyebab kelinci itu meloncat meninggalkannya.
Apa kelinci itu sedang ketakutan? Bukannya kelinci tadi itu nyaman berada di
atas pangkuannya?
Kedua kalinya Ify
di buat kaget. Pertama, oleh kelinci tadi. Kedua, oleh setangkai bunga mawar
merah yang berada di atas pundaknya. Ify merasa ada seseorang yang berdiri di
belakangnya. Tapi Ify tidak berani membalikkan badan.
Jantungnya
berdetakan tidak karuan menyadari kehadiran seseorang yang tidak di duganya.
Orang itu kini berada di sampingnya dengan jarak yang sangat dekat. Ify tau
siapa orang di sampingnya itu. Detakan jantungnya yang tidak normal itulah yang
menjawabnya.
“Fy, maafkan aku.”
Kata orang itu sambil memberikannya setangkai bunga mawar merah.
Perlahan, Ify
menoleh ke samping kanan dan mendapati Rio yang sedang tersenyum manis. Walau
gelap, Ify mampu melihat senyuman manis itu. Dengan tangan yang bergetar, Ify
menerima mawar dari Rio.
“Jadi, lo mau
maafin gue?” Ulang Rio.
Ify hanya
mengangguk. Kedatangan Rio yang mendadak membuatnya bingung harus berbuat apa. Kenapa kak Rio bisa ada disini? Kenapa kak
Rio tau kalo gue ada disini? Bukannya kak Rio sedang sakit?
“Thanks ya Fy..”
Kata Rio senang lalu merangkul gadis itu.
Ini.. Ini hanya mimpi kan Tuhan? Ini hanya sebuah mimpi
indah yang hanya terjadi sesaat dan tidak terulang kembali? Batin Ify kebingungan. Namun rangkulan Rio merealkan
keadaan, bahwa ini bukan mimpi, ini nyata, dan ini bukan sekedar mimpi indah.
“Kak.. Kak Rio kok
bisa ada disini?” Tanya Ify heran.
Rio tersenyum.
“Salah ya gue ada disini? Salah ya gue nemenin lo yang lagi galau?” Tanyanya
yang membuat pipi Ify memerah.
“Bu.. Bukan itu
maksudnya. Kak Rio kan ada di rumah sakit. Kok kak Rio bisa kabur sih?”
“Emang gue harus
cerita sedetail-detailnya ya cara gue kabur dari rumah sakit?”
“Ng.. Nggak juga
sih kak..”
Terdiam sesaat.
Hanya terdengar nyanyian jangkrik malam. Dan suara angin yang berlalu. Ify yang
hanya memakai kaus tipis mulai merasa kedinginan. Beda dengan Rio yang memakai
jaket hitam tebal. Rio pun memeluk Ify agar gadis itu tidak kedinginan.
Rio mulai bicara.
“Waktu gue sadar, gue nggak betah di rumah sakit. Makanya gue memilih untuk
keluar dari rumah sakit. Untungnya, gue nggak ketahuan suster dan dokter.”
Jelasnya.
Suatu kebetulan yang aneh! Batin Ify. Mana mungkin Rio tidak ketahuan? Di rumah
sakit selalu ramai. Tentu saja ada saksi mata yang melihat Rio keluar dari
rumah sakit. Namun Ify tidak bertanya lebih lanjut.
“Terus, kenapa kak
Rio tau kalo Ify ada disini?” Tanya Ify.
“Lo mau tau
jawabannya?” Tanya Rio dan diangguki Ify.
“Karena...” Rio
menatap lekat wajah Ify. Yang ditatap tersipu malu. Coba kalo sekarang siang
hari, Rio bakal tertawa melihat mukanya yang seperti kepiting rebus saking
malunya. “Karena.... Hati gue menyuruh gue untuk pergi ke tempat ini. Dan
disinilah gue, melihat seorang Alyssa Sifyla yang sedang merindukan sosok
Rivano Gabril.” Sambungnya.
Ify terdiam. Kata
demi kata yang diucapkan Rio barusan sangat berpengaruh baginya. Kata demi kata
tadi menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang dahulu sangat diharapkannya.
“I love you.. Aku
mencintaimu Fy. Jadilah bidadari dalam hidupku. Temani hari-hari sepiku. Karena
aku nggak bisa hidup tanpa senyumanmu..” Ucap Rio sambil memejamkan matanya.
Sadar hal ini
bukanlah mimpi, Ify ikut memejamkan mata. Membuat air mata kebahagiaannya turun
membasahi pipinya. Ify tidak menyangka. Cintanya di balas dengan cinta yang
sama oleh Rio. Ify bahagia sekali.
Namun, Ify tidak
tau bahwa saat ini Rio sedang menahan tangisnya. Bukan, bukan tangis
kebahagiaan. Melainkan tangis sesungguhnya. Yaitu tangis kesedihan.
***
“Lo.. Lo sudah
sadar?”
Shilla
mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu berusaha memulihkan ingatannya yang
sempat kacau. Setelah baikan, Shilla menoleh ke arah cowok yang sedang
menatapnya dengan khawatir.
“Gue ada dimana?”
Tanyanya bingung.
Cowok yang ternyata
adalah Gabriel terlihat lega. Sepertinya Shilla sudah sembuh dari sakitnya.
“Lo adalah di rumah
sakit.”
Shilla terhenyak
mendengar jawaban seorang cowok yang tidak dikenalinya. Tapi ia merasa nggak
asing lagi dengan cowok itu. Gue kenapa?
Kenapa gue ada di rumah sakit? Bukannya gue sama Debo? Ada apa dengan gue? Batin
Shilla.
“Gue Gabriel. Kakak
kelas lo.” Kata Gabriel memperkenalkan diri.
Tapi, Shilla nggak
tertarik dengan perkenalan yang dilakukan Gabriel barusan. “Kok bisa gue ada di
rumah sakit? Dimana Debo?”
Apa Shilla masih mencintai Debo? Batin Gabriel miris. Jika Shilla masih mencintai Debo,
Gabriel nggak bisa berbuat apapun. Ia bukan tipe cowok pecemburu dan membenci
seseorang yang telah mengambil hati gadis yang sangat ia cintai.
“Lo pingsan Shill.”
Jawab Gabriel.
“Pingsan?” Tanya
Shilla nggak yakin. Gadis itu berusaha mengingat hal terakhir yang ia lakukan
sebelum ia berada di tempat ini. Tapi, kepalanya sakit jika ia paksakan untuk
mengingat.
Belum saja Gabriel
menjawab, pintu kamar rawat Shilla di buka oleh seseorang. Gabriel tersenyum
menyambut tamu yang datang.
“Hai Shill! Apa
kabar?” Sapa Debo.
“Baik. Kok gue bisa
ada di rumah sakit?” Jawab+Tanya Shilla.
Yang ditanya nggak
menjawab. Kalo gue ceritakan ke elo, gue
takut lo hilang kesadaran lagi. Gue takut lo ingat kak Adrian lagi. Gue harap,
lo telah melupakan nama itu..
***
Pagi yang cerah.
Secerah wajah gadis yang bernama Ify. Gadis itu tampak bahagia. Dua hari yang
lalu, pangerannya menyatakan cinta padanya. Membuatnya tak berhenti tersenyum. Tapi gue merasa bukan kekasih kak Rio..
Ify tau, Rio juga mencintainya. Tapi Rio nggak sampai mengajaknya pacaran.
“Pagi Via!” Sapa
Ify.
Yang disapa hanya
tersenyum. Lalu melanjutkan kerjaannya yang numpuk. Yaitu tugas matematika dari
Pak Adit. Huft! Seharusnya tugas itu dikerjakan di rumah, kenapa Sivia
kerjainnya di sekolah?
“Makanya, jangan
keasyikan pacaran sama kak Alvin. Jadinya lo lupa segalanya. Padahal tugas dari
Pak Adit lebih penting dari Kak Alvin..”
Tangan kanan Sivia
yang lincah menulis di atas kertas langsung ia hentikan. Ia beralih menatap Ify
yang sedang nyengir.
“PR lo mana? Gue
nyontek.” Kata Sivia yang dibalas tawa oleh Ify.
Untunglah,
pelajaran matematika ada di jam ketiga yaitu sehabis keluar main. Jadi Sivia
bisa tenang ngerjainnya. Kalo di jam pertama, siap aja di hukum sama Pak Adit.
“Eh, ntar jenguk
Shilla ya. Shilla udah di rumah kok. Barusan tadi gue dikabari sama Debo.” Kata
Sivia dan diangguki Ify.
***
Rumah Shilla cukup
mewah. Di garasi yang luas, terpakir mobil ferari hitam yang harganya nggak
bisa dianggap murah. Di samping teras, terdapat aneka macam tumbuhan dan
bunga-bunga. Juga ada kolam ikan koi yang tak jauh dari teras. Ify
berandai-andai memiliki rumah seperti ini. Jika rumahnya semewah rumah Shilla,
Ify betah di dalam rumah terus.
Kamar Shilla ada di
lantai dua. Ify dan Sivia yakin di rumah itu ada teman-teman Shilla yang
menjenguknya. Buktinya, di garasi itu terdapat lima motor. Nggak tau juga ding
kalo lima motor itu adalah motor Shilla, bukan motor teman-teman Shilla.
“Lo yakin Fy mau
masuk ke dalam? Gue nggak akrab sama Shilla.” Kata Sivia ragu.
Seorang pembantu
kira-kira berumur empat puluhan tahun tersenyum ramah menyambut kedatangan dua
gadis yang cantik-cantik. Pembantu itu menyuruh Ify dan Sivia masuk ke dalam.
Ify dan Sivia dibuat malu oleh pembantu yang menganggap mereka layaknya putri
raja.
“Shilla ada di
kamar. Kamarnya ada di lantai dua.” Jelasnya.
“Oh, makasih ya
bi.” Kata Sivia+Ify.
Keduanya pun
menaiki tangga. Hmm.. Capek juga punya rumah bertingkat. Setiap hari naik
turun. Apa Shilla nggak capek? Kamarnya kan di atas? Di tangga kelima, Ify
merasa menginjak sesuatu. Gadis itu memberhentikan langkahnya. Di belakang,
Sivia heran mengapa sahabatnya itu tidak lanjut ke tangga selanjutnya.
“Ada apa Fy?” Tanya
Sivia.
Yang ditanya nggak
menjawab. Ify malah jongkok untuk mengambil sesuatu yang diinjaknya. Ternyata,
ada selembar foto malang yang tak sengaja diinjaknya. Ify mengambil foto itu
dan memerhatikan foto itu baik-baik. Sivia yang penasaran pun ikut melihat
selembar foto yang di bawa Ify.
Ketika Sivia
menatap foto itu, ia langsung menutup mulutnya saking kagetnya. Sementara Ify
kebingungan. Foto siapa ini? Siapa cowok
ini?
“Vi.. Foto siapa
ini? Kok bisa ada di tangga rumah Shilla? Kok cowok ini menge...”
“Ayo naik! Buang
aja foto itu!” Kata Sivia sedikit kasar yang menyebabkan Ify dipenuhi tanda
tanya besar. Tapi dia nggak berani bertanya lebih lanjut mengenai foto itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar