Part 11
.
.
.
Gadis itu menatap
kesal wajah lelaki di depannya. Namun lelaki itu hanya tersenyum santai. Tak
merasa bersalah memasuki kamar seorang gadis.
“Lo kenapa bisa ada
di kamar gue? Ohyaya.. Gue tau gue tau..” Kata Sivia.
Cowok yang tak lain
adalah Rian itu menarik tangan Sivia hingga gadis itu duduk manis di
sampingnya. Tentu Sivia nggak bisa menolak. Dengan jantung yang berdebar-debar,
kini Sivia berada di samping Rian.
“Gimana sekolah
lo?” Tanya Rian basa-basi.
“Baik.” Jawab Sivia
singkat. Namun ada wajah kebetean disana.
“Ohyaya.. Bagus..
Gue datang kesini cuma minta pendapat sama bantuan lo aja.”
Sivia mengangkat
sebelah alisnya. “Pendapat? Maksudnya apa?” Tanyanya.
“Intinya, ini ada
hubungannya dengan sahabat lo yang bernama Ify.”
“Hah?”
***
Argh! Sial!
Debo menendang
kerikil di depannya. Alhasil, kerikil itu terlempar dan masuk ke jurang. Kenapa
ia bodoh sekali? Kenapa? Debo juga sedikit heran. Kok bisa Rio tau kalo ia
mengikutinya? Padahal ia mengikuti Rio secara diam-diam. Apa jangan-jangan Rio
memiliki indra keenam?
Wajah tampan seperti lo nggak akan di tolak cewek manapun.
Teringat Debo
dengan kalimat yang tadi diucapkan Rio. Rasa penasarannya terhadap Rio semakin
bertambah. Rio? Siapa dia?
Ketika sampai di
rumah, Debo langsung membanting pintu kamarnya yang mampu mengeluarkan bunyi yang
cukup keras. Untunglah Laura dan lainnya nggak memarahinya. Bagus! Debo sudah
capek di ceramahin oleh Ibunya.
“Argh! Fy! Gimana
caranya agar gue bisa dapetin elo?” Kata Debo frustrasi.
Tubuhnya pun ia
jatuhkan di atas kasurnya yang sedikit berantakan. Tapi ia tidak peduli. Mau
berantakan kek, enggak kek...
“Dan lo Rio!
Semenjak lo hadir di kehidupan gue, membuat segalanya hancur! Sebenarnya lo
siapa sih? Kenapa gue begitu benci dengan lo? Dan kenapa rasanya gue pernah
mengenal lo sebelumnya?”
Jawaban yang ia
harapkan tak kunjung datang. Jawaban.. Oh jawaban... Dimana keberadaan dirimu?
Kapan dirimu datang tuk menghapus segala rasa penasaran ini?
Kedua matanya
melirik pada sebuah bingkai foto Adrian. Bingkai foto yang tampak tua. Namun
Debo banyak menyimpan foto-foto Adrian di tempat rahasianya yang ia yakini tak
ada satupun yang dapat menemukannya.
“Aneh.” Gumam Debo
sambil menatap bingkai foto Adrian. Tangan kanannya mengambil bingkai foto
Adrian lalu menatap foto itu dengan lekat. “Lo tau Ad, dulu gue juga benci sama
lo. Benci sekali. Dan entah mengapa rasa benci yang telah lama hilang kini
kembali hadir. Bukan. Bukan rasa benci gue ke elo. Tapi...” Debo terdiam
sejenak. “Rio..”
Tiba-tiba bulu
kuduknya merinding. Sepertinya Debo telah berhasil menguak misteri ini. Namun
dugaannya sementara. Sebuah dugaan yang menurutnya konyol.
“Rio.. Apa dia
adalah Adrian?”
***
Pagi yang sama.
Pagi yang tak ada bedanya dari pagi sebelumnya. Aktifitas pagi pun dimulai
seperti biasa. Bagi para murid, mereka telah siap untuk berangkat sekolah demi
mendapatkan ilmu yang sangat penting bagi mereka. Demikian pun bagi para
pekerja. Merek bekerja dengan penuh semangat demi menghidupi kebutuhan.
Sivia berjalan
dengan langkah santai menuju kelasnya. Ia tak sabaran bertemu Ify. Pasalnya,
semalam Ify terus saja ngoceh mengenai Rio yang membuatnya bosan. Tapi Ify
berjanji akan membawakannya Cake tape kesukaannya. Makanya, Sivia tak sabaran
bertemu dengan Ify.
Tanpa ia sadari, ia
sedang berhadapan dengan seorang cowok tampan yang menatapnya dengan tatapan
yang hanya cowok itu sendiri yang tau. Sepertinya cowok itu sedang
menghadangnya.
“Ada masalah apa
gue sama lo?” Tanya Sivia malas.
Cowok itu nggak
menjawab. Ia malah menghadang Sivia dan tak memberi izin gadis itu untuk kabur
darinya. Lama-lama Sivia jadi kesal juga.
“Kak Rio! Lo mau
apa lagi?” Tanya Sivia akhirnya.
Cowok yang ternyata
adalah Rio itu pun memberi ruang kabur untuk Sivia. Sekarang Rio tak lagi
menghadang Sivia.
“Orang aneh.” Gumam
Sivia lalu melangkah ke kelasnya. Tapi, ada satu lagi yang menghadangnya. Dia
adalah Nadia, teman kelasnya.
“Ada apa lagi? Gue
udah nggak sabar makan cake tape buatan Ify!” Kata Sivia kesal.
Namun Nadia malah
menatap Sivia dengan tatapan aneh. Merasa ditatap secara tak biasa, kekesalan
Sivia bertambah banyak. Tuh cewek kenapa
sih? Kayaknya gue nggak punya utang deh sama dia?
“Vi, kok tadi gue
perhatikan lo bicara sendiri sih?” Tanya Nadia.
“Hah?” Kata Sivia
kaget.
“Iya. Tadi lo
hadang-hadangan kayak orang gila. Marah sendiri lagi. Apa lo nggak waras
gara-gara kak Alvin ninggalin lo?”
Alvin! Nama yang
hampir ia lupakan. Saat Nadia mengucapkan nama itu, jantungnya kini berpacu
dengan kecepatan lebih. Alvin... Argh! Seharusnya nama cowok itu sudah ia
lupakan dan tidak boleh ia simpan. Apalagi ia rindukan!
“Kenapa? Lo tadi
ngobrol sama siapa?” Tanya Nadia ulang.
Sivia malas
menjawab. Padahal ia tau jawabannya. Ia pun memilih meninggalkan Nadia yang
tampaknya kecewa.
Setelah sampai di
kelas, Sivia langsung menuju bangkunya. Disana sudah ada Ify yang duduk manis
sambil membaca komik Jepang. Diam-diam, Sivia mengecek apakah Ify membawa cake
buatannya. Namun, cake itu tak ditemukannya.
“Oh, Via. Hehe..
Gue lupa bawa cakenya. Sorry ya..” Kata Ify.
Kini, kekesalan
Sivia bertambah hingga mencapai puncaknya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Sesuatu penting yang harus ia tanyakan ke Ify.
“Fy, nggak ke kelas
kak Rio?” Tanya Sivia.
Ify menoleh ke arah
Sivia. “Entahlah. Gue malu.” Jawabnya.
“Mmm..” Kenapa ia
ragu bertanya? “Mmm.. Fy.. Mmm..”
“Apa?” Tanya Ify
heran melihat gelagat aneh sahabatnya.
“Mmm.. Lo.. Lo tau
siapa cowok yang pernah bantuin lo waktu lo kepeleset di tangga?”
Sebuah pertanyaan
yang tidak di duga Ify. Sivia benar-benar
aneh! Itu kan bukan masalah Sivia. Mengapa Sivia perlu menanyakan hal itu?
“Gue nggak tau.”
Jawab Ify.
Sivia pun berpikir
sejenak. “Mmm.. Bukannya lo pernah bilang yang nolongin lo itu kak Rio?”
Deg! Berdebar-debar
ketika mendengar pertanyaan itu. Ya! Menurutnya, cowok yang pernah menolongnya
itu adalah Rio. Karena wajahnya mirip dengan wajah Rio. Tapi sayangnya, ketika
ia menanyai hal ini ke Rio, Rio menjawab cowok itu bukan dirinya.
“Menurut gue sih
begitu. Tapi kak Rio bilang dia nggak pernah nolong gue.”
“Mmm.. Waktu itu..
Lo nggak merasa takut ketika lo di tolong sama cowok itu?”
Ify bingung dengan
pertanyaan Sivia. “Enggak. Malah jantung gue yang berpacu cepat. Soalnya, cowok
itu cakep sih.”
Bisa jadi jawabannya adalah ‘iya’. Kalo gini caranya,
tidak adil dong! Artinya, Ify adalah cewek yang emang ditakdirkan untuknya! Batin Sivia.
“Terus, waktu lo
ketemu kak Rio, lo merasa takut nggak?”
“Tunggu.. Tunggu!
Lo kenapa sih Vi? Kok lo aneh kayak gini sih? Apa yang terjadi dengan sahabat
gue?” Tanya Ify heran dan sedikit lebay.
Namun Sivia tidak
bisa bercanda. “Jawab pertanyaan gue Fy! Ini penting!”
Ify jadi ngeri
sendiri melihat wajah Sivia yang tiba-tiba saja berubah menjadi garang. “Ng..
Awalnya sih iya. Tatapan kak Rio itu mengerikan. Tapi entah mengapa, gue
seperti nggak asing lagi dengan tatapan itu. Dan gue keinget sama cowok yang
pernah nyelametin gue. Nah.. Gue jadinya ngira cowok yang nolong gue itu Kak
Rio. Tapi dugaan gue salah.”
“Terus?”
“Iya Via! Kalo lo
ngira gue nggak takut sama kak Rio itu salah besar! Justru karena tatapannya yang
mengerikan dan misterius, gue jadinya penasaran dan berusaha menghilangkan rasa
takut gue. Dan nggak tau kenapa. Gue terbiasa dengan tatapan kak Rio dan gue
merasa... Merasa kasian sama kak Rio.”
Apa jawabannya salah?
“Intinya, gue sama
kayak lainnya. Sama-sama takut sama tatapan kak Rio. Tapi karena hati gue udah
mantap sama kak Rio, jadinya rasa takut itu lama-lama menghilang dan berubah
menjadi rasa kasian..”
Sivia terdiam
mendengar penjelasan Ify. Lalu ia berkata. “Lo serius cinta kak Rio?” Tanyanya.
Ify mengangguk.
“Yakin?”
“Iya Via..”
“Nggak. Maksud gue,
lo mencintainya secara tulus nggak?”
***
“Fy!”
Mendengar namanya
di panggil oleh seseorang, Ify pun membalikkan badan dan mendapati Debo yang
sedang berlari mendekatinya. Senyum manis Debo yang terlihat ceria membuatnya
juga ikut tersenyum.
“Ada apa Deb?
Tumben ya kita ngobrol. Gue kangen tau sama lo. Lonya sih yang pengen sendiri
dan nggak mau diganggu.”
Hati Debo merasa
senang mendengar kalimat yang diucapkan Ify. Gue kangen tau sama lo. Apa artinya Ify mulai menyukainya dan
berhenti menyukai Rio?
“Hehehe.. Sorry.
Tapi mulai sekarang gue nggak bakal gini lagi.” Kata Debo.
Tanpa sepengetahuan
keduanya, seorang cowok memerhatikan keduanya. Matanya yang tajam dan
telinganya yang mampu mendengar obrolan keduanya dari jarak yang cukup jauh
sangat membantunya.
“Iya.. Iya.. Nggak
pulang? Gue udah di jemput tuh!” Kata Ify.
“Ngg.. Ya.. Ya..
Ntar lagi gue pulang. Mmm.. Ntar sore lo ada acara nggak?”
Tampaknya Ify
sedang berpikir. “Ng.. Nggak ada. Emangnya kenapa?”
“Gue mau..”
“KAK RIO !!” Teriak
Ify girang.
Seorang cowok yang
sedikit kaget karena namanya di panggil mendadak gugup. Padahal jaraknya dengan
jarak Ify berada lumayan jauh. Tapi, mengapa Ify bisa tau keberadaannya? Ify
berjalan mendekatinya. Sementara Debo berusaha menahan amarahnya agar tidak
meledak.
“Apa kabar kak
Rio?” Sapa Ify.
“Baik.” Jawab Rio.
“Mmm.. Kak Rio udah
nyicip kan brownis Ify?”
Di belakang sana,
Debo menatap pemandangan itu dengan perasaan cemburu serta ketidaksukaan yang
luar biasa. Entah mengapa, timbul idenya untuk mencelakai Rio. Ya! Ia banyak
memiliki anah buah. Selain jago main sepak bola, Debo juga jago karate dan
banyak memiliki anak buah yang kejagoannya dalam karate hampir menyamai Debo.
Dengar-dengar, Debo mempunyai sebuah geng bernama Bob’s geng. Yaitu perkumpulan
anak cowok yang pandai dalam berkelahi.
“Sudah.” Jawab Rio
singkat.
“Gimana? Rasanya
enak kan?” Tanya Ify ceria.
Ada apa dengan gadis ini? Batin Rio.
“Lo.. Lo nggak
takut sama gue?” Tanya Rio.
“Kak.. Jangan bahas
itu lagi. Ify emang takut sama kakak. Namun, dari ketakutan itulah yang
menjadikan Ify suka sama kak Rio..”
Kini, Rio sudah tak
penasaran lagi. Ifylah gadis yang selama ini dicarinya. Lantas, apa yang ia
lakukan setelah ini? Pergi begitu saja?
***
Lagi-lagi, lelaki
bernama Rian itu berada di dalam kamarnya. Sivia jadi kesal sendiri. Tapi ia
nggak berani memarahi Rian atau mengusir Rian.
“Ada apa lagi sih?
Tau nggak, gue dianggap orang gila sama Nadia gara-gara lo!” Kesal Sivia.
Rian malah tertawa.
“Lo lagi dapet ya? Kok bawaannya marah dan kesal mulu?”
“Sok tau lo!”
Tawa yang dibuat
Rian adalah tawa yang manis. Yang membuat siapa saja ikut tertawa melihat
tawanya. Rian. Apapun yang dilakuan oleh cowok itu, mampu membuat siapa saja
jatuh hati melihatnya. Sekalipun yang dilakukannya buruk.
“Lo udah temukan
orangnya kan? Sekarang lo pergi! Dan jangan pernah ganggu gue lagi.” Kata
Sivia.
“Siapa?” Tanya
Rian.
“Pura-pura bego!”
Balas Sivia.
Sebenarnya, rian
tau apa yang dibicarakan Sivia. Dan sebenarnya ia tau sendiri tanpa bantuan
Sivia. Benar apa yang dikatakan Sivia. Seharusnya ia pergi saja karena
keinginannya sudah terwujud. Namun, hati kecilnya mengatakan bahwa ia tak yakin
sepenuhnya dengan orang itu.
“Yakin dengan gadis
itu?” Tanya Rian.
“Ya. TULUS!
Sekarang, tunggu apa lagi? Pergi sana!” Usir Sivia.
“Tapi gue nggak
yakin.”
Sivia menjadi
jengkel dengan lelaki di sampingnya ini. “Sahabat gue itulah orang yang lo
cari. Percayalah. Dia sama kayak lainnya. Takut ketika bertatapan dengan lo,
dan..”
“Oke-oke. Kalo yang
itu gue sudah tau. Jadi, pertemuan pertama tak berarti apa-apa. Bukan begitu?”
Teringat dengan
cerita Ify ketika gadis itu terpeleset di tangga dan di selamatkan oleh seorang
cowok yang sangat Sivia kesalkan. “Ya! Sekarang lo pergi saja.”
Rian tersenyum.
“Gue nggak yakin kalo dia benar-benar mencintai gue secara tulus. Karena itulah
gue nggak akan pergi. Lagipula, gue masih betah ngobrol sama lo yang ternyata
asyik juga kalo di ajak ngobrol.”
“Terserah lo deh.”
Kata Sivia akhirnya. Ia nggak sanggup lagi perang mulut dengan Rian.
“Oke. Ohya, ada
surat buat lo.”
Surat? Sivia
terhenyak. Surat? Surat apaan? Siapa yang mengirimkannya surat? Dan, gimana
caranya Rian bisa menemukan surat itu dan mengapa Rian bisa tau surat itu ditujukan
untuknya?
“Dari Marvel Alvin
Syaputra..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar