expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 22 Mei 2014

My Wish Is Can With You ( Part 11 )



Part 11

.

.

.

Gadis itu menatap kesal wajah lelaki di depannya. Namun lelaki itu hanya tersenyum santai. Tak merasa bersalah memasuki kamar seorang gadis.

“Lo kenapa bisa ada di kamar gue? Ohyaya.. Gue tau gue tau..” Kata Sivia.

Cowok yang tak lain adalah Rian itu menarik tangan Sivia hingga gadis itu duduk manis di sampingnya. Tentu Sivia nggak bisa menolak. Dengan jantung yang berdebar-debar, kini Sivia berada di samping Rian.

“Gimana sekolah lo?” Tanya Rian basa-basi.

“Baik.” Jawab Sivia singkat. Namun ada wajah kebetean disana.

“Ohyaya.. Bagus.. Gue datang kesini cuma minta pendapat sama bantuan lo aja.”

Sivia mengangkat sebelah alisnya. “Pendapat? Maksudnya apa?” Tanyanya.

“Intinya, ini ada hubungannya dengan sahabat lo yang bernama Ify.”

“Hah?”

***

Argh! Sial!

Debo menendang kerikil di depannya. Alhasil, kerikil itu terlempar dan masuk ke jurang. Kenapa ia bodoh sekali? Kenapa? Debo juga sedikit heran. Kok bisa Rio tau kalo ia mengikutinya? Padahal ia mengikuti Rio secara diam-diam. Apa jangan-jangan Rio memiliki indra keenam?

Wajah tampan seperti lo nggak akan di tolak cewek manapun.

Teringat Debo dengan kalimat yang tadi diucapkan Rio. Rasa penasarannya terhadap Rio semakin bertambah. Rio? Siapa dia?

Ketika sampai di rumah, Debo langsung membanting pintu kamarnya yang mampu mengeluarkan bunyi yang cukup keras. Untunglah Laura dan lainnya nggak memarahinya. Bagus! Debo sudah capek di ceramahin oleh Ibunya.

“Argh! Fy! Gimana caranya agar gue bisa dapetin elo?” Kata Debo frustrasi.

Tubuhnya pun ia jatuhkan di atas kasurnya yang sedikit berantakan. Tapi ia tidak peduli. Mau berantakan kek, enggak kek...

“Dan lo Rio! Semenjak lo hadir di kehidupan gue, membuat segalanya hancur! Sebenarnya lo siapa sih? Kenapa gue begitu benci dengan lo? Dan kenapa rasanya gue pernah mengenal lo sebelumnya?”

Jawaban yang ia harapkan tak kunjung datang. Jawaban.. Oh jawaban... Dimana keberadaan dirimu? Kapan dirimu datang tuk menghapus segala rasa penasaran ini?

Kedua matanya melirik pada sebuah bingkai foto Adrian. Bingkai foto yang tampak tua. Namun Debo banyak menyimpan foto-foto Adrian di tempat rahasianya yang ia yakini tak ada satupun yang dapat menemukannya.

“Aneh.” Gumam Debo sambil menatap bingkai foto Adrian. Tangan kanannya mengambil bingkai foto Adrian lalu menatap foto itu dengan lekat. “Lo tau Ad, dulu gue juga benci sama lo. Benci sekali. Dan entah mengapa rasa benci yang telah lama hilang kini kembali hadir. Bukan. Bukan rasa benci gue ke elo. Tapi...” Debo terdiam sejenak. “Rio..”

Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Sepertinya Debo telah berhasil menguak misteri ini. Namun dugaannya sementara. Sebuah dugaan yang menurutnya konyol.

“Rio.. Apa dia adalah Adrian?”

***

Pagi yang sama. Pagi yang tak ada bedanya dari pagi sebelumnya. Aktifitas pagi pun dimulai seperti biasa. Bagi para murid, mereka telah siap untuk berangkat sekolah demi mendapatkan ilmu yang sangat penting bagi mereka. Demikian pun bagi para pekerja. Merek bekerja dengan penuh semangat demi menghidupi kebutuhan.

Sivia berjalan dengan langkah santai menuju kelasnya. Ia tak sabaran bertemu Ify. Pasalnya, semalam Ify terus saja ngoceh mengenai Rio yang membuatnya bosan. Tapi Ify berjanji akan membawakannya Cake tape kesukaannya. Makanya, Sivia tak sabaran bertemu dengan Ify.

Tanpa ia sadari, ia sedang berhadapan dengan seorang cowok tampan yang menatapnya dengan tatapan yang hanya cowok itu sendiri yang tau. Sepertinya cowok itu sedang menghadangnya.

“Ada masalah apa gue sama lo?” Tanya Sivia malas.

Cowok itu nggak menjawab. Ia malah menghadang Sivia dan tak memberi izin gadis itu untuk kabur darinya. Lama-lama Sivia jadi kesal juga.

“Kak Rio! Lo mau apa lagi?” Tanya Sivia akhirnya.

Cowok yang ternyata adalah Rio itu pun memberi ruang kabur untuk Sivia. Sekarang Rio tak lagi menghadang Sivia.

“Orang aneh.” Gumam Sivia lalu melangkah ke kelasnya. Tapi, ada satu lagi yang menghadangnya. Dia adalah Nadia, teman kelasnya.

“Ada apa lagi? Gue udah nggak sabar makan cake tape buatan Ify!” Kata Sivia kesal.

Namun Nadia malah menatap Sivia dengan tatapan aneh. Merasa ditatap secara tak biasa, kekesalan Sivia bertambah banyak. Tuh cewek kenapa sih? Kayaknya gue nggak punya utang deh sama dia?

“Vi, kok tadi gue perhatikan lo bicara sendiri sih?” Tanya Nadia.

“Hah?” Kata Sivia kaget.

“Iya. Tadi lo hadang-hadangan kayak orang gila. Marah sendiri lagi. Apa lo nggak waras gara-gara kak Alvin ninggalin lo?”

Alvin! Nama yang hampir ia lupakan. Saat Nadia mengucapkan nama itu, jantungnya kini berpacu dengan kecepatan lebih. Alvin... Argh! Seharusnya nama cowok itu sudah ia lupakan dan tidak boleh ia simpan. Apalagi ia rindukan!

“Kenapa? Lo tadi ngobrol sama siapa?” Tanya Nadia ulang.

Sivia malas menjawab. Padahal ia tau jawabannya. Ia pun memilih meninggalkan Nadia yang tampaknya kecewa.

Setelah sampai di kelas, Sivia langsung menuju bangkunya. Disana sudah ada Ify yang duduk manis sambil membaca komik Jepang. Diam-diam, Sivia mengecek apakah Ify membawa cake buatannya. Namun, cake itu tak ditemukannya.

“Oh, Via. Hehe.. Gue lupa bawa cakenya. Sorry ya..” Kata Ify.

Kini, kekesalan Sivia bertambah hingga mencapai puncaknya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sesuatu penting yang harus ia tanyakan ke Ify.

“Fy, nggak ke kelas kak Rio?” Tanya Sivia.

Ify menoleh ke arah Sivia. “Entahlah. Gue malu.” Jawabnya.

“Mmm..” Kenapa ia ragu bertanya? “Mmm.. Fy.. Mmm..”

“Apa?” Tanya Ify heran melihat gelagat aneh sahabatnya.

“Mmm.. Lo.. Lo tau siapa cowok yang pernah bantuin lo waktu lo kepeleset di tangga?”

Sebuah pertanyaan yang tidak di duga Ify. Sivia benar-benar aneh! Itu kan bukan masalah Sivia. Mengapa Sivia perlu menanyakan hal itu?

“Gue nggak tau.” Jawab Ify.

Sivia pun berpikir sejenak. “Mmm.. Bukannya lo pernah bilang yang nolongin lo itu kak Rio?”

Deg! Berdebar-debar ketika mendengar pertanyaan itu. Ya! Menurutnya, cowok yang pernah menolongnya itu adalah Rio. Karena wajahnya mirip dengan wajah Rio. Tapi sayangnya, ketika ia menanyai hal ini ke Rio, Rio menjawab cowok itu bukan dirinya.

“Menurut gue sih begitu. Tapi kak Rio bilang dia nggak pernah nolong gue.”

“Mmm.. Waktu itu.. Lo nggak merasa takut ketika lo di tolong sama cowok itu?”

Ify bingung dengan pertanyaan Sivia. “Enggak. Malah jantung gue yang berpacu cepat. Soalnya, cowok itu cakep sih.”

Bisa jadi jawabannya adalah ‘iya’. Kalo gini caranya, tidak adil dong! Artinya, Ify adalah cewek yang emang ditakdirkan untuknya! Batin Sivia.

“Terus, waktu lo ketemu kak Rio, lo merasa takut nggak?”

“Tunggu.. Tunggu! Lo kenapa sih Vi? Kok lo aneh kayak gini sih? Apa yang terjadi dengan sahabat gue?” Tanya Ify heran dan sedikit lebay.

Namun Sivia tidak bisa bercanda. “Jawab pertanyaan gue Fy! Ini penting!”

Ify jadi ngeri sendiri melihat wajah Sivia yang tiba-tiba saja berubah menjadi garang. “Ng.. Awalnya sih iya. Tatapan kak Rio itu mengerikan. Tapi entah mengapa, gue seperti nggak asing lagi dengan tatapan itu. Dan gue keinget sama cowok yang pernah nyelametin gue. Nah.. Gue jadinya ngira cowok yang nolong gue itu Kak Rio. Tapi dugaan gue salah.”

“Terus?”

“Iya Via! Kalo lo ngira gue nggak takut sama kak Rio itu salah besar! Justru karena tatapannya yang mengerikan dan misterius, gue jadinya penasaran dan berusaha menghilangkan rasa takut gue. Dan nggak tau kenapa. Gue terbiasa dengan tatapan kak Rio dan gue merasa... Merasa kasian sama kak Rio.”

Apa jawabannya salah?

“Intinya, gue sama kayak lainnya. Sama-sama takut sama tatapan kak Rio. Tapi karena hati gue udah mantap sama kak Rio, jadinya rasa takut itu lama-lama menghilang dan berubah menjadi rasa kasian..”

Sivia terdiam mendengar penjelasan Ify. Lalu ia berkata. “Lo serius cinta kak Rio?” Tanyanya.

Ify mengangguk.

“Yakin?”

“Iya Via..”

“Nggak. Maksud gue, lo mencintainya secara tulus nggak?”

***

“Fy!”

Mendengar namanya di panggil oleh seseorang, Ify pun membalikkan badan dan mendapati Debo yang sedang berlari mendekatinya. Senyum manis Debo yang terlihat ceria membuatnya juga ikut tersenyum.

“Ada apa Deb? Tumben ya kita ngobrol. Gue kangen tau sama lo. Lonya sih yang pengen sendiri dan nggak mau diganggu.”

Hati Debo merasa senang mendengar kalimat yang diucapkan Ify. Gue kangen tau sama lo. Apa artinya Ify mulai menyukainya dan berhenti menyukai Rio?

“Hehehe.. Sorry. Tapi mulai sekarang gue nggak bakal gini lagi.” Kata Debo.

Tanpa sepengetahuan keduanya, seorang cowok memerhatikan keduanya. Matanya yang tajam dan telinganya yang mampu mendengar obrolan keduanya dari jarak yang cukup jauh sangat membantunya.

“Iya.. Iya.. Nggak pulang? Gue udah di jemput tuh!” Kata Ify.

“Ngg.. Ya.. Ya.. Ntar lagi gue pulang. Mmm.. Ntar sore lo ada acara nggak?”

Tampaknya Ify sedang berpikir. “Ng.. Nggak ada. Emangnya kenapa?”

“Gue mau..”

“KAK RIO !!” Teriak Ify girang.

Seorang cowok yang sedikit kaget karena namanya di panggil mendadak gugup. Padahal jaraknya dengan jarak Ify berada lumayan jauh. Tapi, mengapa Ify bisa tau keberadaannya? Ify berjalan mendekatinya. Sementara Debo berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak.

“Apa kabar kak Rio?” Sapa Ify.

“Baik.” Jawab Rio.

“Mmm.. Kak Rio udah nyicip kan brownis Ify?”


Di belakang sana, Debo menatap pemandangan itu dengan perasaan cemburu serta ketidaksukaan yang luar biasa. Entah mengapa, timbul idenya untuk mencelakai Rio. Ya! Ia banyak memiliki anah buah. Selain jago main sepak bola, Debo juga jago karate dan banyak memiliki anak buah yang kejagoannya dalam karate hampir menyamai Debo. Dengar-dengar, Debo mempunyai sebuah geng bernama Bob’s geng. Yaitu perkumpulan anak cowok yang pandai dalam berkelahi.

“Sudah.” Jawab Rio singkat.

“Gimana? Rasanya enak kan?” Tanya Ify ceria.

Ada apa dengan gadis ini? Batin Rio.

“Lo.. Lo nggak takut sama gue?” Tanya Rio.

“Kak.. Jangan bahas itu lagi. Ify emang takut sama kakak. Namun, dari ketakutan itulah yang menjadikan Ify suka sama kak Rio..”

Kini, Rio sudah tak penasaran lagi. Ifylah gadis yang selama ini dicarinya. Lantas, apa yang ia lakukan setelah ini? Pergi begitu saja?

***

Lagi-lagi, lelaki bernama Rian itu berada di dalam kamarnya. Sivia jadi kesal sendiri. Tapi ia nggak berani memarahi Rian atau mengusir Rian.

“Ada apa lagi sih? Tau nggak, gue dianggap orang gila sama Nadia gara-gara lo!” Kesal Sivia.

Rian malah tertawa. “Lo lagi dapet ya? Kok bawaannya marah dan kesal mulu?”

“Sok tau lo!”

Tawa yang dibuat Rian adalah tawa yang manis. Yang membuat siapa saja ikut tertawa melihat tawanya. Rian. Apapun yang dilakuan oleh cowok itu, mampu membuat siapa saja jatuh hati melihatnya. Sekalipun yang dilakukannya buruk.

“Lo udah temukan orangnya kan? Sekarang lo pergi! Dan jangan pernah ganggu gue lagi.” Kata Sivia.

“Siapa?” Tanya Rian.

“Pura-pura bego!” Balas Sivia.

Sebenarnya, rian tau apa yang dibicarakan Sivia. Dan sebenarnya ia tau sendiri tanpa bantuan Sivia. Benar apa yang dikatakan Sivia. Seharusnya ia pergi saja karena keinginannya sudah terwujud. Namun, hati kecilnya mengatakan bahwa ia tak yakin sepenuhnya dengan orang itu.

“Yakin dengan gadis itu?” Tanya Rian.

“Ya. TULUS! Sekarang, tunggu apa lagi? Pergi sana!” Usir Sivia.

“Tapi gue nggak yakin.”

Sivia menjadi jengkel dengan lelaki di sampingnya ini. “Sahabat gue itulah orang yang lo cari. Percayalah. Dia sama kayak lainnya. Takut ketika bertatapan dengan lo, dan..”

“Oke-oke. Kalo yang itu gue sudah tau. Jadi, pertemuan pertama tak berarti apa-apa. Bukan begitu?”

Teringat dengan cerita Ify ketika gadis itu terpeleset di tangga dan di selamatkan oleh seorang cowok yang sangat Sivia kesalkan. “Ya! Sekarang lo pergi saja.”

Rian tersenyum. “Gue nggak yakin kalo dia benar-benar mencintai gue secara tulus. Karena itulah gue nggak akan pergi. Lagipula, gue masih betah ngobrol sama lo yang ternyata asyik juga kalo di ajak ngobrol.”

“Terserah lo deh.” Kata Sivia akhirnya. Ia nggak sanggup lagi perang mulut dengan Rian.

“Oke. Ohya, ada surat buat lo.”

Surat? Sivia terhenyak. Surat? Surat apaan? Siapa yang mengirimkannya surat? Dan, gimana caranya Rian bisa menemukan surat itu dan mengapa Rian bisa tau surat itu ditujukan untuknya?

“Dari Marvel Alvin Syaputra..”

***
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar