expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 21 Mei 2015

5 Seconds of Summer ( Prolog )






            Dari jendela kamarnya yang sedikit berdebu, bisa ia lihat beberapa orang berseragam polisi yang mulai memeriksa rumahnya. Orang-orang itu tampak sibuk sekali. Mungkin sebentar lagi orang-orang itu akan memeriksa kamarnya yang sebentar lagi akan ia tinggali. Sebenarnya, ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. Kisah ini terjadi begitu cepat bagaikan mimpi buruk.


            Seorang wanita yang matanya sembab berusaha untuk tegar dan mengurus masalah-masalah itu. Sedangkan seorang gadis berumur empat belas tahun terlihat tertunduk lesu di luar pinggir rumahnya. Duduk meringkuk sambil menendang batu disekitarnya. Sedangkan ia, ia hanya bisa menarik nafas dalam-dalam sambil berusaha untuk tenang.

            Pesan singkat lima menit yang lalu membuat semuanya menjadi sempurna. Sempurna untuk melengkapi penderitaan ini. Tidak segan-segan ia membanting ponselnya sampai ponselnya terlepas dari tempatnya dan baterainya entah pergi kemana. Dia.. Dia hanya memanfaatkannya saja. Selama ini dia bermain-main di belakangnya dan kini tertawa melihat keadaannya. Ia kira, gadis yang ia yakini adalah cinta-nya masih tetap setia padanya bagaimanapun keadaannya. Namun perkiraannya salah besar.

            “Luke…”

            Terdengar suara seorang wanita yang tidak lain adalah Ibunya. Cowok yang bernama Luke itu berusaha mengumpulkan seluruh indra pendengarannya agar mampu menangkap suara itu. Rasanya seperti sedang berada di sebuah tempat yang akan membunuhnya. Rasanya seperti ada yang memaksa nyawanya keluar dari tubuhnya. Tapi ia tidak boleh lemah.

            “Luke..”

            Suara itu terdengar lagi, tetapi tampak lirih. Luke tidak bisa menahan perih di hatinya mendengar suara sedih Ibunya. Kemudian ia merasa ada tangan yang mengelus-elus punggungnya lalu memeluknya dari belakang.

            “Ini sudah takdir kita, nak. Apapun cobaannya, Mama harap kamu bisa tegar menghadapi semuanya.” Lirih Ibunya.

            Ya. Ia harus tegar bagaimanapun keadaannya. Sekalipun itu bisa membunuh hidupnya dan membunuh semua impian-impiannya.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar