expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 21 Mei 2015

5 Seconds of Summer ( Part 6 )



Part 6

.

            Sesuai janjinya, Luce mengajak Helen mengunjungi rumahnya. Di teras, Luce kaget melihat Luke yang sedang memainkan gitarnya. Hah! Apa kakaknya sudah kembali normal? Di sampingnya, Helen menatap Luke dengan tak kedip. Itu Luke? Itu kakak Luce?

            “Itu Luke?” Tanya Helen menunjuk ke arah Luke.

            “Iya.” Jawab Luce tersenyum.

            “Oh astaga! Dia tampan sekali dan jago main gitar! Ah, dia tipe cowok impianku! Kau harus membuatku dekat dengan Luke.” Ucap Helen bersemangat.

            Luce tidak menyangka baru saja pertama kali melihat Luke, Helen langsung naksir kakaknya. Tapi Luce tidak berniat mencoba mendekatkan Helen dengan Luke atau lebih tepatnya lagi mencomblangkan Helen dengan Luke. Luce tau Helen seperti mantan Luke yang bernama Kay dan Luke muak dengan gadis seperti itu yang hanya menilainya dari wajahnya saja.

            Keduanya pun masuk ke dalam dan Helen merasa jantungnya berdebar-debar tak karuan. Oh ya ampun! Kenapa ada cowok sekeren Luke? Menyadari kedatangan Luce dan satu teman Luce yang tidak ia kenal, langsung saja Luke menghentikan permainannya.

            “Hai kak! Kenalin ini Helen, teman dekat Luce.” Ucap Luce.

            Mungkin ini hari keberuntungan Helen. Dia bisa merasakan sentuhan lembut tangan Luke dan hatinya girang sekali. Apalagi saat matanya bertatapan langsung dengan mata Luke. Luke. Cowok itu harus takluk padanya. Harus!

            “Kakakmu sudah punya pacar belum?” Bisik Helen pelan.

            Luce sedikit kaget mendengar pertanyaan Helen. “Be.. Belum. Kenapa? Tapi aku saranin kamu jangan jatuh cinta padanya soalnya dia sudah muak dengan cewek.” Ucapnya.

            Tapi, mana mau Helen peduli. Pikirannya sudah tertuju pada Luke. Ya, Luke. Gebetan barunya. Cowok impiannya dan ia harus bisa mendapatkan Luke bagaimanapun caranya.

***

            Hari ini ada kelas matematika dan Michael tidak bisa serius. Ia merasa kepalanya begitu sakit dan pening. Rasa sakitnya berbeda sekali dari biasanya. Apa ia sedang terkena penyakit? Michael tidak berani memeriksa ke dokter. Ia takut sesuatu yang tidak ia harapkan akan menimpanya.

            Sementara itu, Calum juga tidak serius. Seperti biasa ia suka melamun dan tidak pernah memerhatikan penjelasan guru. Entah mengapa pikirannya akhir-akhir ini tertuju pada Helen. Gadis yang sudah lama mengisi hatinya itu memang benar-benar menyita pikirannya. Apa benar ia harus berubah? Tapi ia rasa ia tidak buruk sama sekali. Kata Ashton dan Michael, ia cukup imut dan bisa bikin cewek jatuh cinta padanya walau hanya sekali pandang.

            Mungkin benar saatnya ia harus berubah menjadi lebih baik. Ia harus memperbaiki nilai-nilainya yang hancur agar membuat bangga siapa saja. Dan sebelumnya, ia harus bisa menjadi teman Helen dan mencoba membuat gadis itu ramah padanya.

            “Calum Thomas Hood. Selesaikan soal di papan ini.” Pinta Mrs. Corine.

            Calum yang tengah asyik melamun langsung kaget. Apa? Mrs. Corine menyuruhnya mengerjakan soal di papan? Benar-benar hari kematiannya. Jika ia tidak bisa menjawab, ia akan di hukum berdiri di depan sepanjang pelajaran.

            “Maaf saya tidak bisa.” Jawab Calum jujur. Alhasil Calum dihukum berdiri di depan kelas tanpa sedikit pun rasa malu. Padahal soal di papan sana mudah sekali.

            “Ashton Irwin?”

            Tanpa menunggu lama, Ashton maju ke depan tapi tidak mengambil spidol. Melainkan mengikuti apa yang dikerjakan Calum yaitu di hukum di depan kelas. Semua murid tertawa melihat sikap Ashton barusan sementara Mrs. Corine menggeleng-gelengkan kepala. Lalu pandangannya teralih pada Michael.

            “Michael Clifford?”

            Michael yang juga tengah melamun dan menahan sakit di kepalanya langsung maju ke depan seakan-akan ia juga kena hukuman. Jadilah tiga idiot itu berdiri di depan kelas sepanjang pelajaran. Bagi Mrs. Corine, ketiga murid itulah yang paling bodoh dan tidak mau diajar. Padahal Mrs. Corine tau ketiganya itu berbakat hanya saja tidak mau berusaha.

            “Kalian masih sama saja. Kalian tidak mau berubah. Seharusnya kalian merasa malu di hukum di depan sini.” Ucap Mrs. Corine.

            Tiba-tiba, dari arah pintu kelas, dua orang gadis membawa beberapa buku yang mungkin adalah buku tugas milik kelas 11-3. Dua gadis yang tidak lain adalah Luce dan Helen! Melihat kedatangan Helen yang tidak diundang, wajah Calum langsung ceria. Dengan santainya cowok itu berjalan mendekati Luce dan Helen.

            “Ketua kelas mana?” Tanya Helen yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Calum.

            Kebetulan si ketua kelas tidak masuk, akhirnya Calum yang mengambil buku-buku itu. Helen memerhatikan sikap Calum dengan sebal. Tetapi rasa sebalnya menghilang tatkala ia tidak sengaja melihat seorang cowok yang tidak lain adalah Luke yang sedang duduk kalem bersama buku-bukunya.

            “Len..” Ucap Luce pelan.

            Helen tersadar. Ia tersadar buku yang ada di tangannya sudah ada di tangan Calum. Otomatis seisi kelas menggodainya dan Helen amat sebal. Ia ingin sekali menghajar Calum yang sangat menyebalkan itu.

            “Sejak kapan cowok idiot seperti kamu jadi ketua kelas?” Tanya Helen dengan suara yang agak dibesarkan.

            Calum tersenyum senang. “Sejak kamu hadir di hatiku.” Ucapnya menggoda. Seisi kelas semakin ribut mendengar gombalan Calum.

            Wajah Helen menjadi merah padam. “Dasar cowok sialan! Cowok tidak tau diri!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan tempat itu disusul Luce yang tengah bingung.

            “Ahahaha Cal kau ternyata pandai menggombal. Haha..” Tawa Ashton dengan keras. Sementara Michael hanya tersenyum saja.

            “DIAM SEMUA!” Bentak Mrs. Corine secara tiba-tiba. Ashton yang sepertinya tidak sadar karena masih tertawa belum sepenuhnya diam, dan ia diam setelah Mrs. Corine menatapnya dengan tajam. Langsung saja Aston menundukkan kepala.

            “Setelah sepulang sekolah ini kalian harus menemui Ibu di ruang guru. Ada sesuatu yang ingin Ibu sampaikan.” Ucap Mrs. Corine dan dibalas anggukan oleh Calum, Michael dan Ashton.

            Setelah itu, Mrs. Corine beralih menatap Luke. “Kau juga. Luke Robert Hemmings. Setelah sepulang sekolah nanti kau harus menemui Ibu di ruang guru.” Ucapnya.

            Otomatis Luke kaget dan kesal mengapa dia juga yang ikut kena. Padahal masalahnya dengan Mrs. Leha belum selesai dan kenapa ia harus berurusan dengan Mrs. Corine?

***

            “Len..”

            Suara Luce menyadarkannya. Luce pun duduk di samping Helen sambil tersenyum. Helen yang sadar akan kehadiran Luce langsung menatap Luce.

            “Kamu pasti tau ya kalau selama ini Calum mati-matian mengejarku?” Tanya Helen.

            “Seharusnya kamu senang dong ada cowok yang beneran mencintaimu dengan tulus.” Jawab Luce.

            Helen tersenyum masam. “Tapi aku muak dengan Calum, Luc. Dia menyebalkan sekali dan membuat hidupku tidak tenang.” Ucapnya.

            “Aku yakin semua yang pernah Calum lakukan padamu itu karena Calum beneran mencintaimu dengan tulus dan mencoba dekat denganmu. Kalau dipikir-pikir, apa salahnya sih menyukai cowok seperti Calum? Walau dia terkenal dengan gelar idiot, nakal, atau apalah, tapi menurutku Calum itu baik, menyenangkan dan bisa membuat tertawa.”

            “Tapi Luc, masalahnya aku sedang jatuh cinta!” Ucap Helen.

            “Sama siapa?” Tanya Luce.

            “Luke, Luc! Luke Robert Hemmings!”

***

            Tidak taulah apakah saking semangatnya atau tidak, tiga idiot itu sudah sampai di meja Mrs. Corine sementara Mrs. Corine tidak ada karena masih mengajar. Padahal jam terakhir ada guru tapi mereka lebih memilih untuk membolos saja.

            “Kau kenapa Mike?” Tanya Calum heran. Sedaritadi Michael memang diam saja dan beda sekali dari Michael yang biasanya.

            “Mmm.. Tidak ada. Hanya saja…” Sepertinya Michael tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya.

            “Ungkapin aja Mike tidak apa-apa. Kami kan sudah lama menjadi sahabatmu.” Ucap Ashton.

            Akhirnya Michael melanjutkan ucapannya. “Sebenarnya aku ingin berubah menjadi lebih baik. Aku ingin membuat bangga Ayah-Ibuku, tapi dengan caraku sendiri. Aku tau aku tidak pintar bahkan sangat bodoh. Tapi aku ingin membanggakan Ayah-Ibuku dengan cara yang lain.” Ucapnya.

            “Dengan cara apa?” Tanya Calum penasaran.

            Michael tersenyum. “Aku ingin membentuk sebuah band. Kau tau, sebentar lagi akan diadakan kompetisi band antar sekolah dan aku ingin sekali ikut disana.” Ucapnya.

            “Ternyata ucapanmu yang kemarin itu serius juga ya.” Ucap Ashton.

            “Kalau begitu, kita buat band saja! Aku juga mau! Ashton yang akan menjadi drummer-nya dan aku sendiri yang akan menjadi bassist-nya. Gimana?” Ucap Calum dengan semangat.

            Belum sempat Michael menjawab, Luke sudah berjalan mendekati mereka dan menatap mereka dengan penuh kebencian. Sengaja Luke duduk menjauhi mereka dan berharap secepatnya Mrs. Corine datang sehingga ia bisa cepat pulang ke rumah.

            “Anak sombong itu datang juga. Ternyata dia juga bermasalah.” Sindir Ashton.

            “Ya. Kemarin saja dia bermasalah sama guru BK.” Tambah Calum.

            Luke yang mendengarnya langsung naik darah dan menatap mereka dengan sangat-sangat kesal. Kesal sekali! Ia memang benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya.

            “Itu semua karena kalian! Aku menyesal bersekolah di sekolah bodoh ini dan sekelas dengan orang-orang bodoh seperti kalian!” Balas Luke kasar.

            “Hei! Kami tau kalau kami itu bodoh. Tapi jangan mengata-ngatain kalau kami bodoh! Aku tau kau pintar dan tidak seperti kami.” Ucap Ashton.

            Untunglah Mrs. Corine datang dan suasana menjadi agak mendingan. Terpaksa Luke duduk di dekat Calum dengan perasaan yang jijik. Lalu ia menatap Mrs. Corine dengan sebal sekaligus penuh dengan tanda tanya.

            “Kalian ingin tau apa tujuan Ibu menyuruh kalian kesini?” Tanya Mrs. Corine.

            Semuanya terdiam.

            “Bukan karena kalian bermasalah sama Ibu. Tapi Ibu ingin kalian bekerja sama. Ibu ingin Calum, Ashton dan Michael bekerja sama dengan Luke karena kalian sama-sama saling membutuhkan.” Ucap Mrs. Corine dengan santai.

            APA?! Umpat Luke dalam hati. Tentu saja ia kaget bukan main mendengar ucapan gila Mrs. Corine. Sekolah ini benar-benar aneh. Sama halnya dengan Michael, Calum dan Ashton. Bekerja sama dengan orang sombong seperti Luke?

            “Ta.. Tapi..” Ucap Calum bingung.

            “Maksudnya, Ibu ingin Luke mengajari kalian sampai kalian jago di mata pelajaran Ibu. Atau seenggaknya kalian sedikit bisa dan sedikit menyukai matematika. Dan kau Luk, Ibu ingin kau menjadi guru matematika untuk mereka.” Ucap Mrs. Corine.

            Luke merasa perutnya begitu mual. Menjadi guru matematika hanya untuk tiga cowok idiot yang menyebalkan itu? Tell me this is just a dream! *eaeaeaea* Dan kenapa harus dia? Kenapa harus dia yang mengajari tiga cowok itu? Kenapa tidak yang lainnya saja?

            “Mereka yang membutuhkanku dan aku tidak membutuhkan mereka.” Ucap Luke.

            “Iya ibu tau. Tapi selama ibu perhatikan, kamu sendiri terus. Kata Mrs. Leha kamu butuh teman agar kamu kembali ceria seperti dulu. Nah, ibu yakin mereka nantinya bisa membantumu. Persahabatan mereka sudah tidak diragukan lagi.” Ucap Mrs. Corine.

            Sekali lagi, Luke tidak membutuhkan yang namanya teman. Ia hanya ingin sendiri. Ia tidak membutuhkan teman. Enak sekali Mrs. Corine menyuruhnya menjadi guru matematika untuk Calum, Michael dan Ashton.

            “Kalau kamu menolak, nilaimu akan terancam dan Ibu tidak segan-segan memberimu nilai C di mata pelajaran matematika!” Ucap Mrs. Corine mengancam.

            Untuk kali ini, Luke tidak bisa berbuat apa-apa. Ia melihat Calum dan lainnya tampak pasrah juga. Lagipula mereka juga ingin nilai-nilai mereka menjadi bagus. Mungkin dengan cara ini mereka bisa berubah. Tapi Luke sama sekali tidak menyangka akan bergabung dengan mereka. Eh tunggu, ini kan hanya sebentar saja dan tidak selamanya kan? Kalau mereka sudah pintar, ia pasti sudah tidak dibutuhkan lagi.

            Akhirnya Luke mengangguk dengan berat hati.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar