Part 1
.
Tak terasa pesawat yang mereka
tumpangi akhirnya mendarat di bandara. Para penumpang mulai turun dari pesawat.
Luke yang terbangun dari tidurnya karena dibangunkan oleh adik semata wayangnya
langsung bangkit dan mengikuti Ibunya. Dari belakang, Luke menatap sedih
punggung Ibunya. Sementara di sampingnya, adiknya yang bernama Luce terus saja
mengeratkan tangannya di lengannya. Adiknya jauh lebih lemah dibanding Ibunya.
Ketiganya pun berjalan menuju
pengambilan barang-barang dan mereka harus bersabar menunggu kedatangan koper
mereka. Alat yang menggerakkan koper itu berjalan dan Luke menatapnya dengan
kosong sampai tidak sadar Ibunya menyuruhnya mengambil dua buah koper yang
berukuran besar, dan satu buah kardus yang berisi barang-barang mereka yang
masih boleh digunakan, sedangkan barang-barang penting yang berhubungan dengan
sekolah dan pekerjaan tidak mereka simpan di bagasi.
Luke menggeret koper yang berwarna
hitam dan membawa kardus yang cukup berat itu sementara Ibunya menggeret koper
yang lain. Barang-barang itulah yang merupakan sisa barang-barang dari sejuta
barang-barang berharga yang sudah disita oleh pihak polisi. Jika di ingat
kejadian kemarin, sungguh teramat sedih. Bahkan Luke ingin sekali amnesia untuk
melupakan kejadian kemarin.
Ayahnya, seorang lelaki yang selama
ini dibanggakannya dituduh korupsi dan entah bagaimana ceritanya Ayahnya mati
mengenaskan di sebuah rumah sepi yang jauh dari Kota. Tentu saja hal itu
membuat seisi rumah kaget. Luke yang baru pulang sekolah dikagetkan oleh berita
yang bagaikan mimpi buruk itu.
Ayahnya sudah tiada dan kini ia tidak
akan lagi tinggal bersama Ayahnya dan ia satu-satunya laki-laki yang ada di
keluarga itu. Lantas, bagaimana kelanjutan hidupnya? Kata orang, hidupnya
begitu sempurna. Sudah kaya, disenangi teman, disenangi guru, Most Wanted Boy
di sekolahnya, dan sekarang? Mungkin gelar-gelar itu sudah tak berlaku lagi
baginya. Ia bukanlah Luke yang dulu. Luke yang dulu sudah tidak ada.
Kini, beban keluarga ditanggung oleh
Ibunya. Bagaimana mungkin Luke bisa bekerja mencari uang sedangkan ia masih
duduk di bangku SMA dan adiknya yang masih duduk di bangku SMP? Ibunya adalah
seorang guru matematika dan sangat baik terhadap murid-muridnya. Karena itulah
Ibunya dinobatkan menjadi guru terbaik. Matematika yang kata orang adalah
pelajaran yang bisa bikin kepala pusing kini berubah menjadi pelajaran yang
paling banyak minatnya. Mungkin Ibunya bisa diterima kerja di salah satu
sekolah yang ada di Perth.
Perth.. Tidak jauh beda kan dari
Sydney? Sydney cukup menyisahkan kenangan-kenangan buruk yang bagaimamapun juga
harus ia lupakan. Rasa kebencian yang ia rasakan juga masih terasa. Ia benci
dengan sahabat-sahabatnya. Dan ia benci dengan pacarnya, lebih tepatnya lagi
mantannya yang ternyata tidak benar-benar mencintainya dan memilih orang lain
yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Menyakitkan bukan?
Mungkin Tuhan sedang mengirimkannya
sebuah ujian berat. Mungkin Tuhan sedang mengetesnya apakah ia bisa lolos dari
semua ini. Luke berujar bahwa ia harus bisa lulus dari ujian ini walau rasanya
susah. Hidup kaya dan terkadang suka membuang-buang uang menyulitkannya untuk
menjalani hidup sederhana yang harus menghargai sedikitpun uang. Tapi sekali
lagi ia harus bisa lulus dari semua ujian ini.
Taksi yang membawanya menuju rumah
barunya terasa begitu panas saat ia tumpangi walau taksi itu full AC. Ibunya
sudah mulai bisa tersenyum dan ceria walau masih ada luka disana. Sementara Luce,
adiknya itu belum berubah. Masih tetap diam dan menahan air mata. Sebagai kakak
yang baik, ia harus bisa menguatkan adiknya. Apalagi adiknya sedang jatuh di
jurang yang paling dalam. Ia harus bisa meghibur adiknya agar bisa kembali
ceria meski ia juga membutuhkan hiburan.
Pemandangan di luar jendela tampak
begitu tentram dan damai. Bangunan-bangunan megah berdiri menjulang. Ada
beberapa pohon yang sengaja di tanam di sekitar jalan agar terlihat lebih asri.
Kota yang indah. Mungkin Kota yang lebih baik dibandingkan dengan Kota
kelahirannya. Untuk menghibur dirinya, Luke menyel lagu melalui headsetnya.
Alunan lagu yang lembut membuat suasana hatinya menjadi damai. Apalagi di
tambah dengan instrumen gitar yang membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.
Tidak terasa taksi itu berhenti di
sebuah rumah sederhana. Sepertinya rumah itu tengah menanti kedatangannya. Luke
turun dari taksi itu dan membiarkan supir taksi itu mengeluarkan
barang-barangnya. Setelah semuanya selesai, ketiganya pun masuk ke dalam rumah
itu. Rumah itu adalah rumah sederhana yang dibeli oleh nenek dari pihak Ibunya.
Tentu saja saudara-saudara dari pihak Ibunya merasa simpati dengan kondisi yang
menimpanya. Kebanyakan saudara-saudara Ibunya tinggal di Perth. Karena itulah
Ibunya memutuskan untuk pindah ke Perth.
“Welcome
home! Mama harap kalian berdua betah tinggal disini.” Ucap Ibunya.
Itulah ucapan Ibunya yang pertama
kali semenjak menginjakkan kaki di Kota Perth. Luke mengangguk-angguk sambil
memaksakan senyum. Sebuah lesung pipit muncul di pipi kanannya. Itulah salah
satu hal yang membuat Luke tampak istimewa dan banyak digandrungi oleh para
gadis. Kay. Gadis bodoh yang telah menyia-nyiakan cinta Luke. Ya, dia
benar-benar gadis yang bodoh. Bahkan sangat bodoh.
Satu yang Luke inginkan. Ia ingin
sekali tidur karena matanya terasa berat sekali. Apalagi ini sudah sangat
larut. Tadi pesawat yang ia tumpangi di delay hingga tiga jam. Seharusnya ia
sudah tiba di Perth pukul delapan malam, namun ternyata mereka tiba di Perth
pukul sebelas malam. Setelah melihat dekorasi kamarnya yang tidak buruk-buruk
amat, langsung saja Luke menjatuhkan tubuhnya di atas kasur itu dan tidak
peduli apa kasur itu keras atau tidak. Rasa kantuknya sudah tidak bisa ia
tahan.
“Biarkan kakak-mu istirahat.” Lirih
Ibunya pada Luce yang berada di sampingnya.
***
Jam berapakah sekarang? Luke
terbangun dan merasa tubuhnya cukup segar dan sedikit bersemangat. Luke melihat
jam di ponselnya tetapi ia rasa jam di ponselnya tidak tepat karena timezone di Sydney berbeda dua jam dari timezone yang ada di Perth. Setelah
mengumpulkan seluruh tenaganya, Luke berjalan keluar dan melihat di meja makan
sudah ada menu sarapan sederhana diantaranya adalah omelet kesukaannya.
“Morning
sayang. Gimana tidurmu?” Sapa Ibunya.
Luke tersenyum. “Baik. Mama
sendiri?” Jawab dan tanya Luke.
“Baik. Mama sudah lebih baik dari
kemarin.” Jawab Ibunya.
Ya. Inilah kehidupan barunya yang
sangat berbeda dari kehidupan lamanya. Luke sengaja melirik ke arah adiknya
yang tengah memakan roti berselai stroberi. Luce begitu kalem dan tidak banyak
bertindak. Di sekolah, Luce adalah anak yang cukup pendiam dan tidak banyak
omong. Namun otaknya begitu cerdas dan pandai memainkan alat musik terutama
gitar.
“Ma, bolehkan Luce membeli gitar?
Yang murah saja Ma.” Ucap Luce di sela-sela makannya.
Luke sudah menduganya hal itu akan
terjadi. Adiknya itu tidak bisa hidup tanpa gitar dan sehari-harinya Luce
sering memainkan gitar dan menciptakan lagu. Adiknya sangat berbakat di bidang
itu. Sementara ia, mungkin hal-hal seperti itu tidak perlu di ingat-ingat lagi.
Ini adalah hidup barunya, bukan hidup lamanya.
“Boleh. Mama mempunyai sedikit uang.
Nanti sore kamu bisa beli bersama kakakmu.” Ucap Ibunya.
Ucapan Ibunya mampu membuat hatinya
perih. Mama mempunyai sedikit uang. Kalau
begitu, kenapa Ibunya mau membelikan Luce gitar sedangkan kondisi uang mereka
sedang tidak baik? Luke tidak bisa menebak jalan pikiran Ibunya. Apa Ibunya
sebegitu sayangnya pada Luce sehingga mau memberikan apa saja yang Luce
inginkan meski kondisinya tidak memungkingkan?
“Kamu sendiri mau tidak?” Tanya
Ibunya.
Tentu saja pertanyaan itu ditujukan
padanya dan alangkah bodohnya jika ia menjawab ‘ya’. Luke menggeleng-gelengkan
kepala pertanda menolak. Hal itu membuat Ibunya heran karena Luke dan Luce
sama-sama menyukai musik dan sangat pandai dalam hal musik terutama gitar.
Kini tinggal menunggu sore hari dan Luce
begitu tidak sabar. Ya. Walau hidup gadis itu berubah total, tetapi selagi ia
masih bisa bermain gitar, semuanya akan baik-baik saja. Ya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar