expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 21 Mei 2015

5 Seconds of Summer ( Part 5 )



Part 5

.

            Sudah dua minggu Luke berada di sekolahnya dan semakin hari ia semakin buruk saja. Luke sering terlambat masuk sekolah dan pakaian yang ia kenakan sangat tidak rapi. Parahnya lagi, Luke sudah di cap sebagai siswa tersombong di sekolahnya. Bagaimana tidak sombong sementara ia tidak mau bergaul dengan siapapun?

            Oke. Luke memang cukup pintar dan nilainya tidak pernah di bawah B. Banyak guru yang menyukainya terutama Mrs. Corine yang adalah guru matematika di sekolah itu. Mrs. Corine menyarankan Luke untuk mengikuti olimpiade matematika tetapi Luke menolak. Ia malas mengikuti olimpiade seperti itu dan Mrs. Corine tidak bisa berbuat apa-apa.

            Pagi ini ternyata ia sial. Tidak ada guru yang mengajar. Tapi untunglah murid-murid di kasih tugas dan mudah saja bagi Luke untuk mengerjakannya. Seperti biasa Cheryl, si gadis tomboi itu sering menyempatkan diri untuk mengeluarkan ocehan tidak jelasnya yang bisa membuat telinganya sakit. Kadang-kadang Cheryl juga suka menyontek dan diam-diam mengambil pekerjaannya.

            Mengenai Three Idiots itu, sepertinya mereka sudah tidak menatapnya sebagai seorang buronan lagi. Ya walau tidak semuanya sih. Terkadang Calum, si cowok berwajah Asia itu suka menyindirnya dan mengejeknya hingga ia menjadi bahan tawa di kelas.

            “Heh kamu udah jadi? Boleh lihat tidak?” Tanya Cheryl. Gadis itu langsung mengambil bukunya dan membawanya ke mejanya. Benar-benar tidak sopan!

            “Cheryl aku juga boleh lihat tidak?” Teriak suara seorang cowok yang tidak lain adalah Calum.

            Calum, cowok itu berjalan santai ke meja Cheryl dan langsung mengambil buku Luke. Melihat hal itu, Luke begitu marah dan ingin sekali menghajar Calum. Ngapain juga cowok idiot itu mencontek bukunya sementara cowok itu suka sekali membuatnya menderita?

            “Bisa tidak sih kau lebih sopan? Pantesan aja Helen jijik melihatmu!” Ucap Cheryl.

            Mendengar Cheryl menyebut nama Helen, ekspresi wajah Calum langsung berubah. Helen. Gadis yang selama ini ia impikan. Gadis yang sangat susah sekali ia raih. Bahkan sedikit saja. Apa memang ia sudah sangat keterlaluan?

            “Menurutmu, aku itu gimana? Apa aku terlalu buruk di mata Helen?” Tanya Calum. Lho? Kenapa Calum jadi curhat ke Cheryl?

            Cheryl melihat wajah Calum secara teliti. Sebenarnya Calum cukup manis dan cakep. Hanya saja sikap cowok itu yang aneh dan jahilnya minta ampun.

            “Sebelum aku menjawab, sebaiknya kamu ngaca dulu aja deh di depan cermin.” Ucap Cheryl lalu secepat kilat merebut buku Luke yang ada di tangan Calum. Tetapi Calum tau gimana sikap Cheryl dan malah menarik buku Luke hingga Cheryl tidak bisa mengambilnya. Tetapi karena tarikan keduanya yang begitu kuat, buku itu pun sobek dan wajah Cheryl langsung berubah menjadi pucat. Mati aku! Batinnya.

            Luke yang sudah tau bukunya sobek secara refleks langsung memukul mejanya dengan keras. Otomatis semuanya menjadi kaget. Bahkan Michael yang serius bermain gitar bersama Ashton di belakang sana ikut kaget juga. Kini, semua mata memandang ke arahnya.

            “Mungkin kalian menganggap aku itu anak yang sombong. Oke, aku terima! Tapi asal kalian tau, aku muak berada di sekolah ini, khususnya berada di kelas ini dengan teman-teman yang aneh! Kau Cheryl, bisa tidak sih kau menjauhiku? Aku malas mendengar ocehan tidak jelasmu. Dan kau Calum, bisa tidak kau ubah sikapmu menjadi lebih baik? Kenapa sikapmu seperti anak kecil saja? Apa Ibumu tidak pernah mengajarimu tata karma yang baik?”

            Rasanya lega mengeluarkan seluruh kekesalan dan kebencian yang ia rasakan. Luke pun berjalan ke tempat Cheryl dan Calum dan langsung mengambil bukunya yang robek. Sebelum kembali ke mejanya, Luke menatap tajam ke arah Cheryl dan Calum secara bergantian dengan tatapan permusuhan.

            “Tuh dengar! Ubah sikap burukmu biar Helen mau melirikmu!” Bisik Cheryl.

            Calum menatap Cheryl dengan tatapan bingung. “Aku hanya ingin menjadi diriku apa adanya.” Ucapnya.

***

            “Luce!”

            Itu suara Helen. Tampaknya gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting. Luce pun menghentikan langkahnya.

            “Ada apa?” Tanya Luce.

            “Kau sudah janji kan mau memperkenalkan aku dengan kakakmu itu?” Tanya Helen.

            Luce langsung tersenyum. “Oh ya ampun aku lupa! Hmm.. Bagaimana kalau besok? Besok kan hari libur dan kau bisa mengunjungi rumahku.” Ucapnya.

            Tidak perlu berpikir lama, Helen akhirnya mengangguk setuju. “Oke.”

***

            Entah apa yang membuatnya dipanggil di ruang BK. Padahal Luke merasa sama sekali tidak melakukan kesalahan yang besar. Apa karena ia suka terlambat sekolah dan memakai pakaian yang tidak rapi? Seharusnya Cheryl dan Calum yang dipanggil ke BK. Kenapa harus ia?

            Ternyata jawabannya adalah: Karena ia harus diberi masukan sedikit mengenai sikapnya yang kurang disuka selama menginjakkan kaki di sekolah ini. Mrs. Leha tau bahwa Luke memiliki sikap yang berbeda diantara murid lainnya. Luke cenderung suka menyendiri dan sombong. Ia tidak mau peduli dengan siapapun. Ada beberapa anak yang mengajaknya bergabung seperti bermain sepak bola namun Luke menolak mentah-mentah dengan gaya angkuhnya. Itulah yang Mrs. Leha pikirkan, dan mau tidak mau ia harus merubah sikap Luke.

            Sebenarnya Mrs. Leha sudah tau kenapa dan alasan Luke bersikap seperti itu dikarenakan masa lalunya yang membuatnya menjadi seperti ini. Padahal di sekolah lamanya Luke adalah murid yang aktif dan mudah bergaul dengan siapapun.

            “Kau tau kenapa Ibu menyuruhmu kemari?” Tanya Mrs. Leha.

            Luke tidak langsung menjawab. Cowok itu menunduk sambil memainkan gelang yang ada di tangan kanannya. “Seharusnya Ibu menyuruh Calum dan Cheryl kemari. Dia sudah merobek bukuku!” Bantah Luke.

            “Bukan masalah buku, Calum atau Cheryl. Calum memang begitu. Dia nakal dan suka membuat onar disini bersama Ashton dan Michael.” Ucap Mrs. Leha.

            “Kenapa pihak sekolah tidak berniat mengeluarkan mereka?”

            Mrs. Leha tersenyum. “Meski mereka nakal, tapi mereka tidak senakal yang kamu kira. Sebenarnya mereka baik jika kau mau mengenal lebih jauh tentang mereka. Dan persahabatan mereka erat sekali. Mereka bersahabat sejak kelas sepuluh.”

            Luke menghela nafas panjang. “Lantas saya harus bagaimana?” Tanyanya dengan ekspresi kepasrahan.

            “Ayo ikut Ibu!”

            Mrs. Leha mengajak Luke mengelilingi sekolah sambil berceria panjang lebar mengenai sekolah itu. Luke mendengarnya dengan malas. Apalagi ketika Mrs. Leha menceritakan tentang kegiatan-kegiatan sekolah yang ada di Summary High School. Termasuk kegiatan ekstrakulikulernya.

            “Di sekolah ini banyak menyaring bakat-bakat siswa yang terpendam. Ada yang tergabung dalam grup olahraga seperti sepak bola, futsal, basket, voli dan sebagainya. Ada yang tergabung dalam grup siswa-siswa pintar seperti olimpiade, karya ilmiah dan sebagainya. Ada juga yang berbau seni seperti tari, dance, melukis, paduan suara, band…”

            Jika boleh saja ia kembali ke rumah, maka ia memilih kabur. Mrs. Leha menjelaskan hal-hal yang sangat tidak penting. Dan di dalam hatinya, Luke sangat berharap hari ini juga Mrs. Leha mengeluarkannya dari sekolah karena tidak tahan dengan sikapnya.

            “Nah, Ibu minta kamu harus bergabung dalam suatu grup. Entah itu apa, yang penting grup.” Ucap Mrs. Leha.

            Grup? Luke menelan ludahnya. “Aku tidak membutuhkan grup manapun. Bahkan teman! Mrs. Leha tau kan bagaimana kisah masa laluku? Bagiku, mereka yang ingin menjadi temanku hanya karena ingin tenar saja.” Ucapnya.

            Mrs. Leha tersenyum penuh arti. “Artinya kamu memilih teman yang salah. Berhati-hatilah memilih teman. Ibu yakin sekali anak-anak disini mau berteman denganmu bagaimana dirimu. Percayalah.”

            Lama-lama Luke muak dengan ucapan dan nasehat Mrs. Leha. “Maaf. Luke tidak butuh teman atau siapapun. Mrs. Leha harus mengerti. Luke memang berbeda dari lainnya.” Ucapnya sedikit pelan dan rendah.

            Ya. Mrs. Leha bisa mengerti bagaimana perasaan Luke. Anak itu tidak bisa dipaksa. Tapi bagaimanapun juga ia harus bisa merubah sikap Luke. Bagaimanapun caranya.

***

            Kesialan untuk yang kedua kalinya. Kelas bahasa Inggris sudah dimulai lima belas menit yang lalu dan ia terlambat masuk kelas. Katanya sih guru bahasa Inggris galak sekali dan jika ada siswa yang terlambat masuk apapun alasannya, siswa itu tidak boleh masuk ke dalam kelas. Luke sudah terlambat dan ia tidak bisa masuk ke dalam kelas.

            “Kau juga terlambat? Sama. Jadi aku ada temannya disini haha..”

            Suara itu.. Perutnya serasa ingin muntah saja. Itu suara Calum dan ia melihat Calum berdiri di dekat pintu kelas dengan gaya yang menyebalkan. Tapi kenapa Calum hanya seorang diri? Mana dua bocah idot lainnya? Katanya kan mereka selalu bersama?

            “Aku tidak mengenalmu.” Ucap Luke.

            Calum berjalan mendekati Luke. “Kau memang sombong Luk. Baru pertama masuk saja sudah sangat sombong. Di sekolah ini tidak ada yang mengajarkan kesombongan.” Ucapnya.

            Kenapa seakan-akan Calum seperti Mrs. Leha? Kenapa dia sok sekali memberi nasehat? Sebenarnya Luke ingin menghiraukan Calum tapi entah mengapa sekali ini ia ingin sekali berbicara panas dengan cowok itu.

            “Terserah kau mengataiku somobong atau apalah. Daripada kalian. Tiga murid idiot yang selalu mendapat nilai di bawah C! Aku heran sekali kenapa guru-guru disini tidak mengeluarkan kalian dari sekolah ini. Apa karena sekolah ini memang bodoh ya?”

            Baru kali ini Calum menemukan orang seperti Luke yang sombongnya bukan main. Bukan hanya sombong. Tetapi suka mengejek dan merendahkan orang lain. Calum tau, Luke bukanlah cowok biasa. Kali saja Luke anak orang kaya dan hidupnya hura-hura. Tapi kalau orang kaya, mengapa Luke bisa sekolah disini?

            “Hei! Kami memang nakal. Tapi kami tidak senakal yang kau kira. Kami bukanlah sekumpulan grup yang suka nongkrong tidak jelas di bar atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan umur kami. Aku bisa menebak. Kau pasti anak orang kaya ya?”

            Bukan. Mantan anak orang kaya. Batin Luke dalam hati. “Terserah. Tapi aku berharap aku ingin kau dan lainnya tidak menganggapku, karena memang aku tidak ingin dianggap di sekolah ini.” Ucap Luke lalu pergi menjauh dari Calum.

            Dari jauh, Calum menatap Luke dengan penuh tanda tanya. Ada apa dengan Luke? Calum yakin sekali ada masa lalunya yang buruk, yang membuatnya menjadi aneh seperti ini. Tapi jika dilihat baik-baik, wajah Luke menyiratkan kesedihan.

***

            “Ada apa Mike?”

            Suara Ashton mengagetkannya. Kemudian Ashton melihat lembaran ulangan matematika Michael yang sudah dibagi tadi. Michael mendapat nilai D? Bahkan kalau ada di bawah D, mungkin itu yang lebih tepat. Jawaban Michael tidak ada yang benar sama sekali. Jika disamakan dengan angka, nilai Michael tidak jauh mendapat nilai dua puluh!

            “Wah kau dalam masalah Mik. Sebodoh-bodohnya aku, aku tidak pernah mendapat nilai seperti itu.” Ucap Ashton.

            Michael memang paling lemah di pelajaran matematika dan otaknya sakit jika dipaksakan untuk mengerjakan soal matematika. Pelajaran lainnya pun begitu tapi tidak seburuk matematika. Yah minimal-lah ia mendapat nilai C.

            “Mama bakal marah. Dia sudah muak dengan sifaku dan Ayah sudah menjual komputerku.” Ucap Michael.

            “Apa? Ayahmu menjual komputermu? Bagaimana bisa?” Tanya Ashton kaget.

            “Aku yang menyuruh mereka.” Jawab Michael.

            Ashton menggeleng-gelengkan kepala. “Kau sudah bosan ya bermain game?” Tanyanya.

            Michael tersenyum. “Ya. Karena aku ingin sekali membentuk sebuah band yang real. Dan itulah keinginanku yang sebenarnya.” Ucapnya.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar