Part 4
.
Michael memasukkan sepedanya ke
garasi rumah. Jarak rumah dengan sekolah yang cukup dekat membuatnya lebih suka
mengendarai sepeda biasa dan bukan motor. Selain buang bensi, naik sepeda biasa
bisa menyehatkan badan. Setelah selesai memarkirkan sepeda, Michael memasuki
rumahnya yang tidak terlalu besar.
Di meja makan, ia sudah menemukan
berbagai makanan yang tersusun rapi disana. Ibunya memang sangat disiplin. Ia
harus makan tepat waktu jika tidak ingin terkena penyakit. Entah mengapa hari
ini terasa berbeda dari hari-hari lainnya. Ia merasa kepalanya begitu pening
dan dunia seakan-akan berputar. Cepat-cepat Michael mengambil makan siang dan
langsung membawanya di kamar.
Michael memakan makanannya dengan
asal-asalan. Layar komputernya sudah aktif dan saatnya untuk menyelesaikan game
yang belum ia kalahkan kemarin. Michael memang hobi bermain game dan terkadang
bisa berada di depan komputer dalam waktu yang sangat lama sampai Ibunya sering
marah-marah padanya.
“Kenapa kamu tidak cari hobi baru
sih?” Omel Ibunya.
Tapi Michael tidak mempedulikan
ucapan Ibunya. Hidupnya adalah game, game dan game. Pernah sekali-kali Ibunya
mengeluh karena sikapnya yang berada di luar batas normal. Padahal Michael
adalah satu-satunya anak Ibunya dan tidak mempunyai saudara lain. Sikapnya yang
menjengkelkan lainnya yaitu nilainya yang selalu merah, dan warna rambut yang
suka ia gonta-ganti. Juga ia memasang tindik di telinganya.
Tidak ada satupun gadis yang mau
dengannya. Tapi itu tidak membuat Michael sedih. Saat ini ia tidak berniat
untuk pacaran, bahkan menyukai seorang gadis. Kecuali… Gadis yang ia temukan di
toko musik yang tidak tau kenapa bisa membuatnya tersenyum aneh sampai Calum
menggodanya.
Gadis yang istimewa. Kemudian
Michael mematikan komputernya lalu mengambil gitar tua yang selama ini
menemaninya. Gitar yang hampir rusak tapi masih bisa digunakan. Jari-jarinya
pun mulai bermain bersama senar-senar gitar itu sehingga menciptakan nada yang
indah. Ya. Selain komputer, Michael senang bermain gitar dan menyanyi. Kata
orang sih suaranya bagus. Michael sering mengamen di jalanan dan hasilnya
lumayan.
Entah sejak kapan dua sahabatnya
yang tidak lain adalah Calum dan Ahston sudah ada di kamarnya sambil tersenyum.
Yang paling jahil adalah Calum. Langsung saja Calum duduk di dekatnya sambil
ikutan menyanyi. Grup musik favotit mereka adalah One Direction dan mereka
berharap sekali ingin melihat One Direction secara langsung.
“Masih ingat sama cewek yang kita
temui di toko musik?” Tanya Calum.
“Tentu saja. Wajahnya masih
tergambar jelas dibenakku.” Jawab Michael.
Calum memukul-mukul pelan pundah
Michael. “Akhirnya kau jatuh cinta juga. Tapi jangan sedih kalau cintamu
ditolak. Aku sudah berpengalaman. Terutama Helen, gadis impianku. Susah sekali
mendapatkan hatinya.” Ucapnya.
“Aku tidak bilang kalau aku jatuh
cinta.” Bantah Michael.
Ashton yang tadi diam kini angkat
bicara. “Kalian ingat anak baru itu?” Tanyanya.
Semua mata memandang ke arahnya.
Lalu Ahston melanjutkan ucapannya. “Ku rasa dia sombong dan menganggap sekolah
ini adalah sampah. Lihat saja dari matanya yang sepertinya tidak ikhlas.”
“Iya. Entah mengapa aku ingin sekali
mengerjainya. Hahaha… Aku tau kalau kita itu suka bikin onar di sekolah. Tapi
kita tidak sampai membuat malu nama sekolah kan?” Ucap Calum.
“Sudahlah tidak usah cari masalah
baru. Dia kan anak baru, tidak tau apa-apa tentang sekolah ini. Kalau
seandainya anak baru itu termasuk murid penting di sekolah ini gimana?
Menurutku, Luke bukan anak biasa.” Ucap Michael.
“Ya, aku sependapat denganmu. Dia
terlihat begitu misterius.” Ucap Ashton.
“Tunggu ya. Aku mau keluar dulu.”
Ucap Michael tiba-tiba lalu keluar dari kamarnya. Sepertinya Ibunya-seperti
biasa-selalu menyuruhnya untuk membeli berbagai bahan makanan di supermarket
karena stok bahan makanan sudah habis.
Benar saja. Ibunya memberikannya
selembar kertas yang isinya berbagai jenis bahan makanan dan sayuran. Cukup
banyak sih. Kalau boleh jujur, Michael enggan membeli bahan-bahan makanan
karena hari ini dia malas sekali. Lagipula, tidak sopan rasanya atau lebih
tepatnya lagi khawatir membiarkan Calum dan Ashton berada di kamarnya. Takutnya
mereka membongkar seisi kamarnya dan tertawa melihat rahasia-rahasia konyolnya.
***
Ibu Luke begitu senang mendengar
cerita Luce. Gadis itu tampak ceria dan katanya sudah mendapatkan teman banyak.
Salah satunya adalah Helen. Beda halnya dengan Luke. Wajah cowok itu tampak
mendung dan seperti ingin mati saja. Ibunya tau anaknya itu belum sepenuhnya
bisa menerima keaadaan ini.
“Luk, cepat atau lambat kamu akan
menanggapi hidup barumu ini seperti sedia kala kan? Mama takut kalau kamu bisa
stress. Kamu satu-satunya anak laki-laki Mama. Mama berjanji akan melakukan
apapun agar kamu bisa tersenyum. Kalau kamu ingin rekreasi, Mama bisa
mengajakmu jalan-jalan mengelilingi Perth.” Ucap Ibunya.
Ucapan Ibunya sama sekali tidak
berpengaruh padanya. Luke begitu muak dengan kehidupan barunya. Dan sekolahnya
yang begitu gila. Ditambah lagi tiga bocah idiot yang membuat perutnya ingin
muntah.
“Apa aku bisa mencari sekolah lain?”
Tanya Luke tiba-tiba.
Ibunya sedikit kaget mendengar
pertanyaan Luke. “Sekolah lain? Summery High School adalah pilihan yang tepat.
Luce saja betah sekolah disana. Kenapa kamu tidak?”
Itulah hal yang paling dibenci Luke.
Terkadang Ibunya suka membanding-bandingkannya dengan Luce. Padahal ia tidak
suka dibanding-bandingkan. Setelah selesai makan siang, Luke langsung pergi
menuju kamarnya dan mengunci pintu kamarnya.
“Kakakmu aneh. Mama ingin sekali
kakakmu kembali ceria seperti dulu. Tapi bagaimana caranya?” Gumam Ibu Luke.
Luce hanya mengangkat bahu. “Kak
Luke sudah berubah. Dia bukan Luke yang dulu. Hmm.. Luce mau keluar sebentar ya
Ma. Mungkin ada yang mau Mama titip biar Luce nanti yang beli titipan Mama?”
***
Michael bersama sepeda kesayangannya
sudah tiba di supermarket Mario yang menjadi langganannya. Selain harganya
murah, bahan-bahan makanan disana juga lengkap. Michael juga kenal baik dengan
pemilik supermarket disana. Kadang-kadang ia sering diberi diskon bahkan pernah
di kasih bonus.
Tidak sengaja Michael bertatapan
dengan Alex and the geng yang tergabung dalam sebuah band yang cukup tenar di
sekolah. Alex dan kawan-kawannya sering menyindirnya. Tapi Michael tidak terlalu
mempedulikan mereka meski mereka mengejeknya dengan kata-kata yang pedas.
Michael masuk ke dalam supermarket
yang tidak terlalu ramai. Dengan hati-hati, ia mengambil bahan makanan satu per
satu. Alunan musik lembut terdengar merdu di telinganya. Michael mendengar
lantunan lagu Little Things karya One Direction yang membuat pikirannya menjadi
tenang. Ah, betapa kerennya One Direction. Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda
berbakat yang menjadi juara tiga di X-Factor. Walau tidak bisa disebut sebagai boyband
karena One Direction sendiri tidak suka disebut sebagai boyband melainkan
sebuah grup musik, prestasi mereka amat gemilang. Baru menang di X-Factor saja
sudah terdengar sampai di benua Amerika sana.
Suatu hari nanti, Michael berjanji
akan membentuk sebuah band dan bisa bertemu dengan One Direction. Apalagi jika
ditawarin untuk menjadi band pembuka tour mereka. Itulah impiannya yang
sebenarnya. Ia tidak ingin menjadi seorang programmer komputer atau pakar
komputer. Ia hanya ingin memiliki band yang diterima baik oleh masyarakat dan
ia sendiri yang akan menjadi gitarisnya.
Mungkin ia merasa ia sudah memiliki
sebuah band. Ya. Ahston pandai bermain drum. Sementara Calum, ia tidak tau apa
bakat anak itu. Tapi Calum pernah mengatakan bahwa ia akan memegang bass.
Setelah membayar barang-barang yang
ia beli, Michael tidak sengaja bertabrakan dengan seorang gadis yang pada saat
itu tengah membawa barang-barang di ranjang. Karena merasa bersalah, Michael
mengambil sebagian barang yang tercecer di lantai.
“Kau..” Ucap suara gadis itu sambil
menunjuknya.
Michael begitu kaget mendapati siapa
gadis yang berada tepat dihadapannya. Gadis itu… Gadis yang pernah ia temui di
toko musik.. Tuhan memang baik padanya.
“Eh, kau mengenaliku?” Tanya Michael
berusaha untuk tenang.
Bisa ia lihat pipi gadis itu
memerah. “Aku.. Aku hanya ingat wajahmu saja waktu di toko musik.” Ucapnya.
Michael tersenyum. “Ah ya aku juga
ingat. Namaku Michael Clifford. Panggil Mike aja.” Ucapnya.
Gadis itu ikutan tersenyum. “Lucia
Hemmings. Panggil saja Luce.” Ucapnya.
Entah mengapa keduanya menjadi
akrab. Michael menunggu Luce membeli barang-barang keperluannya lalu
mengajaknya keluar berdua.
“Ooo jadi kau murid baru di Summary
High School?” Tanya Michael.
“Ya. Aku pindahan dari Sydney.”
Jawab Luce.
Luce.. Luke.. Astaga! Apakah Luce
adalah adik Luke? Michael sudah tidak asing lagi dengan wajah Luce karena Luce
mirip dengan Luke. Dan Luke juga murid baru pindahan dari Sydney. Betapa
malunya ia jika ia, Calum dan Ashton pernah mengerjai Luke dan membuat Luke
kesal.
“Kau pasti kenal kakakku. Namanya
Luke Hemmings.” Ucap Luce.
“Ya. Kami sekelas.” Ucap Michael.
“Wah! Kebetulan sekali! Hmm.. Gimana
dia? Maksudnya gimana ekspresi Luke di hari pertamanya sekolah?”
“Hmmm.. Anaknya sedikit aneh dan
misterius sih. Tapi mungkin aslinya memang begitu ya?”
Dugaan Luce benar. Pasti Luke
berpura-pura sok misterius dan tidak mau berbicara dengan siapapun. Tapi entah
mengapa ia ingin sekali Luke berteman baik dengan Michael.
“Hobiku bermain gitar. Kamu?” Tanya
Luce.
“Bermain gitar? Sama! Aku juga suka
bermain gitar!” Ucap Michael.
Benar-benar sempurna! Ternyata
Michael juga suka bermain gitar. Mungkin ia bisa menjadi teman baik Michael
bahkan sahabat Michael.
“Aku belok ke gang itu ya.” Ucap
Michael sambil mengarahkan sepeda yang di tuntunnya menuju arah kanan.
“Ohyaya. Senang berkenalan dengamu,
Mike!” Ucap Luce.
Setelah Michael pergi, Luce baru
sadar. Ia baru sadar kalau ia sudah menemukan seseorang yang mampu membuatnya
tersenyum dalam sekejap. Dia.. Dia Michael Clifford. Cowok ramah yang jika
tersenyum mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan. Dan ia baru sadar bahwa
warna rambut Michael adalah hijau. Apa Michael memang suka mewarnai rambutnya?
***
Mungkin malam ini adalah malam yang
paling tepat untuk membicarakan suatu hal yang serius. Disana ada Ayah dan Ibu
Michael yang siap mengintograsinya dengan berbagai pertanyaan yang dapat
membuat kepalanya sakit.
“Mike, kau sudah besar. Kenapa
sikapmu tidak pernah berubah sih?” Tanya Ibunya.
Saat itu mereka sedang duduk di
teras rumah dengan ditemani lampu neon yang membuat suasana semakin tenang.
Inilah hal yang paling dibenci Michael. Orangtuanya terlalu memaksanya dan
mengaturnya. Padahal ia paling benci bila dipaksa dan harus menuruti kemauan
orangtuanya.
“Mama tidak suka setiap hari kamu
main game aja. Apa kamu tidak takut matamu nanti sakit atau penyakit bahaya
lainnya karena terlalu banyak bermain game?” Tanya Ibunya lagi.
Tiba-tiba Michael teringat dengan
kondisi kepalanya yang belakang-belakangan ini memang suka sakit. Apalagi
ketika ia di suruh berpikir dengan keras terutama dalam masalah pelajaran
seperti matematika.
“Baiklah. Mama boleh menjual
komputer dan semua game yang Mike punya.” Ucap Michael tiba-tiba. Tidak tau apa
yang menyebabkannya mengeluarkan kata-kata itu.
Baik Ibu maupun Ayah Michael
sama-sama kaget. Michael cuma bohongan kan? Bukannya Michael pernah bilang
bahwa ia tidak bisa hidup tanpa komputer dan permainan?
“Mama tidak menyuruhmu menjual
komputer dan membuang semua game-mu. Tapi Mama ingin kamu lebih serius sekolah
dan mengurangi bermain game.” Ucap Ibunya.
Michael menatap Ibunya dengan
tatapan yang sulit diartikan. “Jual saja Ma. Itu kan yang sebenarnya Mama inginkan?
Mike tidak apa-apa. Mike juga tau bagaimana kondsis keuangan Ayah dan
seharusnya Mike mengerti dan membantu Ayah.” Ucapnya.
Keluarga Michael memang tidak bisa
dikatakan keluarga kaya. Saat ini Ayahnya sedang dihadapi utang yang cukup
banyak dan bingung bagaimana cara melunasinya. Michael sadar. Selama ini yang
dilakukannya adalah salah. Ia suka membuang-buang uang dan listrik hanya karena
bermain game, game dan game sementara ada hobinya yang lain, yang menurutnya
lebih besar dibanding hobi bermain game.
“Baiklah. Ayah harap ucapanmu tadi
bukan bohongan. Besok Ayah akan menjual komputermu dan kamu harus janji kalau
kamu mau berubah. Ingat Mike, kamu satu-satunya yang kami punya. Ayah tidak
ingin anak Ayah tidak bisa sukses di kemudian hari. Lakukanlah apa yang kamu
inginkan selama itu tidak menganggu sekolah dan nilai-nilaimu.” Ucap Ayahnya.
Ya, keputusannya sudah bulat.
Michael mulai mencoba melupakan hobinya yaitu bermain game dan mulai serius
untuk belajar karena ia adalah satu-satunya anak dari keluarga Clifford.
Dan Michael hampir lupa kalau tadi
ia telah bertemu dengan Luce, gadis yang pernah ia temui di toko musik beberapa
hari yang lalu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar