expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 21 Mei 2015

5 Seconds of Summer ( Part 2 )



Part 2

.

            Hari-hari disibukkan oleh memberes-bereskan rumah. Sebentar lagi keluarga besar Ibunya akan datang ke rumah ini. Tentu saja Ibunya harus membersihkan rumah agar semakin terlihat cantik. Walau rumahnya berukuran sedang, tetapi itu tidak membuat mereka merasa tidak betah tinggal di rumah ini. Luke mulai memahami kehidupan barunya dan tidak mengingat kembali kehidupan lamanya. Hidup sederhana dan berkecukupan jauh lebih baik dibanding hidup kaya dan suka menghambur-hamburkan uang.

            Setelah selesai sarapan, ketiganya bekerja sama untuk mempercantik rumah. Luce yang sangat menyukai bunga mencoba menata bunga-bunga yang sudah tertara manis di dalam pot. Tinggal mengatur dimana akan ia letakkan pot itu. Ibunya sibuk membersihkan dapur dan tempat-tempat lain. Sedangkan Luke memilih tempat belakang rumah yang terkesan angker. Banyak rumput liar disana. Tugasnya adalah mencabuti rumput-rumput itu hingga terlihat lumayan dan tidak mengerikan.

            Luke berpikir. Baru kali ini ia berusaha dan bekerja keras. Selama ini ia hanya menggunakan kekayaan Ayahnya. Ia sama sekali tidak pernah bekerja keras. Bahkan sedikitpun. Luke sama sekali tidak pernah membayangkan bagaimana perjuangan hidup orang-orang yang berada di kasta terendah. Ia tidak pernah membayangkan bagaimana seorang Ibu yang setiap harinya berkeliling menjual makanan demi menghidupi keluarga.

            Mungkin sudah seharusnya ia berubah dan menjadi dewasa. Tuhan sudah menulis semua takdirnya di dalam buku-Nya dan takdir-takdir itu tidak akan bisa diubah kecuali oleh si Penulisnya. Tiba-tiba Luke teringat dengan sahabat-sahabatnya. Connor, Dave dan Cody. Mereka memang baik dan menyenangkan. Tapi mereka sama sekali tidak menghargai apa arti dari sebuah persahabatan. Sekenanya mereka meninggalkannya dan tidak mau mendukungnya sediktpun. Seakan-akan ia telah berubah menjadi sampah yang harus dibuang ditempat selayaknya.

            Begitu pula dengan sesosok gadis cantik bak Model Victoria yang bernama Christina Kayla. Yang selama ini bermain-main di belakangnya bersama Connor. Sebenarnya, apa yang Kay inginkan darinya? Apa Kay hanya mencintainya karena ia tampan dan kaya? Apa Kay tidak pernah mencintainya karena dari hatinya yang paling dalam? Kalau boleh jujur, ia masih mencintai Kay dan ingin bersama gadis itu lagi walau gadis itu sudah memanfaatkannya. Tiba-tiba Luke teringat dengan lagu yang berjudul Fool’s Gold karya sebuah grup musik terkenal di Inggris bernama One Direction. Kisahnya sama persis seperti lagu itu.

            Kay hanya memanfaatkannya saja tapi ia tidak menyesal sudah mencintai gadis itu. Walau ada perasaan benci dan sakit hati dengan gadis itu. Ah ya, mengapa harus diingat kembali masa yang telah lalu itu? Bukankah masa lalu biarkanlah berlalu?

            Tidak terasa Luke telah menyelesaikan tugasnya. Untung tidak ada hewan-hewan yang mengerikan disana seperti ular. Luke kembali masuk ke dalam rumah dan ternyata di ruang tamu sudah ada keluarganya. Malu jika ia mendatangi mereka dengan keadaan seperti ini. Keringat yang bercucuran dan tangan yang dipenuhi tanah.

            “Wah kak Luke sudah selesai. Mandi aja sana.” Kata Luce sambil berusaha menahan tawanya melihat penampilan kakaknya.

            Seenggaknya Luce, adik yang sangat disayanginya itu sudah mulai ceria. Apalagi sore nanti Luce sudah mendapatkan kembali barang solmate-nya yaitu gitar. Bodoh juga polisi-polisi itu menyita semua alat-alat yang berhubungan dengan musik.

***

            Matahari mulai bergeser ke arah barat. Suasana tidak terlalu panas. Sore ini Luce kelihatan ceria. Gadis berumur empat belas tahun itu tidak sabaran berjalan-jalan mengelilingi Kota Perth. Walau tinggal di pinggiran kota, tapi tidak jauh juga untuk tiba di Kota. Cukup mengendarai bus mini saja dengan waktu yang tidak sampai sejam mereka sudah tiba di tengah  Kota.

            “Semoga uangnya cukup.” Batin Luce.

            “Ya. Semua ini Mama lakukan karena kamu. Jadi kamu tidak boleh membantah Mama yang sudah belain-belain beli gitar untukmu. Padahal masih banyak barang-barang lain yang lebih berguna, yang masih dibutuhkan.” Ucap Luke.

            Saat ini mereka sudah berada di dalam bus mini. Luke sudah tau dimana toko musik yang akan mereka kunjungi. Bibinya tadi yang memberitahu padanya. Ketika mendengar ucapan Luke, Luce sedikit heran. Ada apa dengan kakaknya? Kenapa seakan-akan kakaknya tidak menginginkannya untuk membeli gitar?

            “Kak Luke masih sakit hati ya sama teman-teman kakak?” Tanya Luce hati-hati.

            Luce tau siapa sahabat-sahabat kakaknya itu dan tau kebiasaan kakaknya dengan sahabat-sahabat kakaknya itu.

            “Sedikit. Tapi sudahlah. Masa lalu biarkanlah berlalu. Tidak usah dibahas lagi.” Ucap Luke.

            “Tapi kak Luke seakan-akan tidak suka jika Luce beli gitar. Apa semua ini ada hubungannya dengan…”

            “Luc, tidak usah dibahas lagi okay? Aku baik-baik saja dan inilah kehidupan baruku. Kakak ingin menjauhi kehidupan lama kakak dan say welcome dengan kehidupan baru.” Potong Luke.

            Mungkin Luke belum sepenuhnya pulih. Mungkin Luke membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghadapi semua itu. Tapi Luce yakin semuanya akan baik-baik saja. Sama persis dengan apa yang telah dikatakan kakaknya.

            Akhirnya keduanya tiba di toko musik. Luce tersenyum ceria memandangi berbagai alat musik yang terpampang disana. Khusus-nya gitar. Ada banyak sekali gitar disana. Tapi Luce harus menahan diri. Sekarang ia bukanlah orang kaya yang sekenanya bisa mengambil semua barang yang ia inginkan dengan cara menggosok kartu. Sama hal-nya dengan Luke. Ia menahan ludahnya melihat berbagai macam gitar dengan keluaran terbaru. Jika saja hal itu tidak terjadi….

            Ketika Luce sudah mendapatkan gitar yang diinginkannya dengan harga yang cukup murah, Luke pun membayarnya. Sementara Luke membayar di kasir, Luce memilih untuk berkeliling melihat-lihat seluk beluk toko itu. Tiba-tiba, entah dari kapan dan sejak kapan kedua matanya bertatapan dengan dua bola mata yang langsung menghanyutkannya. Luce tidak mengenali siapa si pemilik mata itu. Kejadian ini bagaikan slow motion. Cukup lama mereka bertatapan, si pemilik mata itu langsung mengalihkan pandangan ke arah lain dan Luce menjadi malu. Ya, ia sangat bodoh.

            Cowok itu cukup tampan dan mampu membuat hatinya terasa sejuk. Apalagi bola matanya yang indah. Luce memperkirakan usia cowok itu sama seperti usia kakaknya. Ya kira-kira tujuh belas tahun.

            “Hei!”

            Suara Luke mengagetkannya. Luce tersenyum sambil merebut gitar yang dibawa Luke dan cepat-cepat keluar dari tempat itu. Gadis itu tidak sadar bahwa cowok yang tadi tak sengaja ditatapnya itu memerhatikannya sampai ia keluar dari toko. Seulas senyum menghiasi bibir cowok itu. Teman disampingnya yang berwajah Asia langsung menggodanya.

            “Ada cewek cantik lewat.” Godanya. Tapi cowok itu sama sekali tidak mempedulikan godaan temannya.

            Sementara itu, Luke melihat gelagat aneh dari adiknya. Ada apa dengan Luce? Luce baik-baik saja kan? Sambil menunggu bus yang datang, Luke sempat bertanya pada Luce.

            “Ada apa?” Tanya Luke.

            Yang ditanya hanya menggeleng-gelengkan kepala, pertanda baik-baik aja. Namun hatinya berkata sebaliknya. Luce, gadis itu penasaran dengan cowok yang tadi sempat ditatapnya. Akankah ia bertemu dengan cowok itu lagi?

            Sebuah bus datang dan berhenti tepat di hadapan mereka. Dua adik-kakak itu masuk ke dalam bus yang isinya hanya ditumpangi tiga orang. Seorang nenek, seorang Ibu-ibu dan seorang pemuda yang kira-kira berusia di atas dua puluhan tahun. Luke dan Luce sengaja memilih tempat duduk yang paling ujung. Luce yang hampir lupa bahwa di pangkuannya sudah ada gitar langsung cepat-cepat membuka bungkus gitar itu dan tersenyum lebar.

            “Kau puas?” Tanya Luke.

            Luce tersenyum. “Tentu saja. Bahkan aku senang sekali. Aku berjanji akan membuat lagu lebih banyak dari kemarin.” Ucapnya.

            Langsung saja Luke mengacak-acak poni adiknya dengan penuh kasih sayang. Ia rasa Luce sudah kembali menemukan cahaya hidupnya. Sedangkan ia, mungkin Luce lebih kuat di bandingkan dirinya, dan ia masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima semua ini dan kembali normal seperti dulu.

***

            Tak lupa Luke membeli brownis pesanan Ibunya. Keduanya tiba di rumah dan suasana mulai terlihat gelap. Luke menyandarkan bahunya di sofa. Saudara-saudara Ibunya sudah pulang tadi kecuali neneknya. Sepertinya, neneknya ingin banyak menghabiskan waktu di rumah ini karena Ibunya yang paling jarang bertemu dengan neneknya.

            Luce yang masih setia dengan gitarnya memilih duduk di samping kakaknya. Gadis itu tau kondisi kakaknya yang masih belum sepenuhnya pulih dan masih syok. Luce juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia pribadi juga masih belum bisa mengikhlaskan semuanya. Ayahnya sudah tiada dan ia ingin sekali Ayahnya duduk disini, di sampingnya.

            Perlahan, Luce mulai memainkan gitar itu dan jari-jari gadis itu mampu menciptakan nada-nada yang indah. Luce tersenyum dan terus tersenyum sambil memetik gitar itu. Seakan-akan ia hanya berdua bersama gitar itu dan tidak ada siapa-siapa disini. Sementara Luke, entah apa yang ada dipikiran cowok itu. Sedari tadi cowok itu menyandarkan punggungnya di sofa dan seperti tengah mengharapkan sesuatu yang mustahil.

            “Aku ingat sewaktu Ayah mengajari kita bermain gitar. Waktu itu aku putus asa. Tetapi Ayah tak henti-hentinya mengajariku hingga aku pandai. Ah, aku rindu Ayah. Andai dia ada disini..” Ucap Luce. Tampaknya gadis itu seperti tengah menahan air mata.

            Luke menatap Luce. “Ayah selalu ada dimanapun kita berada. Percayalah.” Ucapnya.

            Luce mengangguk-angguk. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah inspirasi. Inspirasi yang ada hubungannya dengan cowok yang dilihatnya tadi. Cowok yang misterius namun dapat membuatnya terdiam dan menghadirkan seribu pertanyaan yang sulit untuk ditemukan jawabannya.

            When I Look At him. Batinnya sambil tersenyum. Mungkin itu adalah judul lagu yang tepat untuk seseorang yang tidak dikenalinya namun mampu membuatnya tersenyum walau sekejap.

            “Gayamu seperti orang yang tengah jatuh cinta saja.” Luke menebak.

            Langsung saja kedua pipi Luce memerah. “Ah biasa saja. Jatuh cinta sama siapa juga? Luce kan baru datang di rumah ini.” Ucapnya.

            Tapi Luke tau adiknya sedang menyembunyikan sesuatu. Kemudia, Luce mengajaknya bernyanyi bersama dan Luke tidak bisa menolak. Ia tidak ingin menghilangkan kebahagiaan adiknya hanya karena ia tidak mau bernyanyi bersama adiknya.

***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar