Part 2
.
Hari-hari disibukkan oleh
memberes-bereskan rumah. Sebentar lagi keluarga besar Ibunya akan datang ke
rumah ini. Tentu saja Ibunya harus membersihkan rumah agar semakin terlihat
cantik. Walau rumahnya berukuran sedang, tetapi itu tidak membuat mereka merasa
tidak betah tinggal di rumah ini. Luke mulai memahami kehidupan barunya dan
tidak mengingat kembali kehidupan lamanya. Hidup sederhana dan berkecukupan
jauh lebih baik dibanding hidup kaya dan suka menghambur-hamburkan uang.
Setelah selesai sarapan, ketiganya
bekerja sama untuk mempercantik rumah. Luce yang sangat menyukai bunga mencoba
menata bunga-bunga yang sudah tertara manis di dalam pot. Tinggal mengatur
dimana akan ia letakkan pot itu. Ibunya sibuk membersihkan dapur dan
tempat-tempat lain. Sedangkan Luke memilih tempat belakang rumah yang terkesan
angker. Banyak rumput liar disana. Tugasnya adalah mencabuti rumput-rumput itu
hingga terlihat lumayan dan tidak mengerikan.
Luke berpikir. Baru kali ini ia
berusaha dan bekerja keras. Selama ini ia hanya menggunakan kekayaan Ayahnya.
Ia sama sekali tidak pernah bekerja keras. Bahkan sedikitpun. Luke sama sekali
tidak pernah membayangkan bagaimana perjuangan hidup orang-orang yang berada di
kasta terendah. Ia tidak pernah membayangkan bagaimana seorang Ibu yang setiap
harinya berkeliling menjual makanan demi menghidupi keluarga.
Mungkin sudah seharusnya ia berubah
dan menjadi dewasa. Tuhan sudah menulis semua takdirnya di dalam buku-Nya dan
takdir-takdir itu tidak akan bisa diubah kecuali oleh si Penulisnya. Tiba-tiba
Luke teringat dengan sahabat-sahabatnya. Connor, Dave dan Cody. Mereka memang
baik dan menyenangkan. Tapi mereka sama sekali tidak menghargai apa arti dari
sebuah persahabatan. Sekenanya mereka meninggalkannya dan tidak mau mendukungnya
sediktpun. Seakan-akan ia telah berubah menjadi sampah yang harus dibuang
ditempat selayaknya.
Begitu pula dengan sesosok gadis
cantik bak Model Victoria yang bernama Christina Kayla. Yang selama ini
bermain-main di belakangnya bersama Connor. Sebenarnya, apa yang Kay inginkan
darinya? Apa Kay hanya mencintainya karena ia tampan dan kaya? Apa Kay tidak
pernah mencintainya karena dari hatinya yang paling dalam? Kalau boleh jujur,
ia masih mencintai Kay dan ingin bersama gadis itu lagi walau gadis itu sudah
memanfaatkannya. Tiba-tiba Luke teringat dengan lagu yang berjudul Fool’s Gold
karya sebuah grup musik terkenal di Inggris bernama One Direction. Kisahnya
sama persis seperti lagu itu.
Kay hanya memanfaatkannya saja tapi
ia tidak menyesal sudah mencintai gadis itu. Walau ada perasaan benci dan sakit
hati dengan gadis itu. Ah ya, mengapa harus diingat kembali masa yang telah
lalu itu? Bukankah masa lalu biarkanlah berlalu?
Tidak terasa Luke telah
menyelesaikan tugasnya. Untung tidak ada hewan-hewan yang mengerikan disana
seperti ular. Luke kembali masuk ke dalam rumah dan ternyata di ruang tamu
sudah ada keluarganya. Malu jika ia mendatangi mereka dengan keadaan seperti
ini. Keringat yang bercucuran dan tangan yang dipenuhi tanah.
“Wah kak Luke sudah selesai. Mandi
aja sana.” Kata Luce sambil berusaha menahan tawanya melihat penampilan
kakaknya.
Seenggaknya Luce, adik yang sangat
disayanginya itu sudah mulai ceria. Apalagi sore nanti Luce sudah mendapatkan
kembali barang solmate-nya yaitu gitar. Bodoh juga polisi-polisi itu menyita
semua alat-alat yang berhubungan dengan musik.
***
Matahari mulai bergeser ke arah
barat. Suasana tidak terlalu panas. Sore ini Luce kelihatan ceria. Gadis berumur
empat belas tahun itu tidak sabaran berjalan-jalan mengelilingi Kota Perth.
Walau tinggal di pinggiran kota, tapi tidak jauh juga untuk tiba di Kota. Cukup
mengendarai bus mini saja dengan waktu yang tidak sampai sejam mereka sudah
tiba di tengah Kota.
“Semoga uangnya cukup.” Batin Luce.
“Ya. Semua ini Mama lakukan karena
kamu. Jadi kamu tidak boleh membantah Mama yang sudah belain-belain beli gitar
untukmu. Padahal masih banyak barang-barang lain yang lebih berguna, yang masih
dibutuhkan.” Ucap Luke.
Saat ini mereka sudah berada di
dalam bus mini. Luke sudah tau dimana toko musik yang akan mereka kunjungi.
Bibinya tadi yang memberitahu padanya. Ketika mendengar ucapan Luke, Luce
sedikit heran. Ada apa dengan kakaknya? Kenapa seakan-akan kakaknya tidak
menginginkannya untuk membeli gitar?
“Kak Luke masih sakit hati ya sama
teman-teman kakak?” Tanya Luce hati-hati.
Luce tau siapa sahabat-sahabat
kakaknya itu dan tau kebiasaan kakaknya dengan sahabat-sahabat kakaknya itu.
“Sedikit. Tapi sudahlah. Masa lalu
biarkanlah berlalu. Tidak usah dibahas lagi.” Ucap Luke.
“Tapi kak Luke seakan-akan tidak
suka jika Luce beli gitar. Apa semua ini ada hubungannya dengan…”
“Luc, tidak usah dibahas lagi okay?
Aku baik-baik saja dan inilah kehidupan baruku. Kakak ingin menjauhi kehidupan
lama kakak dan say welcome dengan
kehidupan baru.” Potong Luke.
Mungkin Luke belum sepenuhnya pulih.
Mungkin Luke membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghadapi semua itu. Tapi
Luce yakin semuanya akan baik-baik saja. Sama persis dengan apa yang telah
dikatakan kakaknya.
Akhirnya keduanya tiba di toko
musik. Luce tersenyum ceria memandangi berbagai alat musik yang terpampang
disana. Khusus-nya gitar. Ada banyak sekali gitar disana. Tapi Luce harus
menahan diri. Sekarang ia bukanlah orang kaya yang sekenanya bisa mengambil
semua barang yang ia inginkan dengan cara menggosok kartu. Sama hal-nya dengan
Luke. Ia menahan ludahnya melihat berbagai macam gitar dengan keluaran terbaru.
Jika saja hal itu tidak terjadi….
Ketika Luce sudah mendapatkan gitar
yang diinginkannya dengan harga yang cukup murah, Luke pun membayarnya.
Sementara Luke membayar di kasir, Luce memilih untuk berkeliling melihat-lihat
seluk beluk toko itu. Tiba-tiba, entah dari kapan dan sejak kapan kedua matanya
bertatapan dengan dua bola mata yang langsung menghanyutkannya. Luce tidak
mengenali siapa si pemilik mata itu. Kejadian ini bagaikan slow motion. Cukup lama mereka bertatapan, si pemilik mata itu
langsung mengalihkan pandangan ke arah lain dan Luce menjadi malu. Ya, ia
sangat bodoh.
Cowok itu cukup tampan dan mampu
membuat hatinya terasa sejuk. Apalagi bola matanya yang indah. Luce memperkirakan
usia cowok itu sama seperti usia kakaknya. Ya kira-kira tujuh belas tahun.
“Hei!”
Suara Luke mengagetkannya. Luce
tersenyum sambil merebut gitar yang dibawa Luke dan cepat-cepat keluar dari
tempat itu. Gadis itu tidak sadar bahwa cowok yang tadi tak sengaja ditatapnya
itu memerhatikannya sampai ia keluar dari toko. Seulas senyum menghiasi bibir
cowok itu. Teman disampingnya yang berwajah Asia langsung menggodanya.
“Ada cewek cantik lewat.” Godanya.
Tapi cowok itu sama sekali tidak mempedulikan godaan temannya.
Sementara itu, Luke melihat gelagat
aneh dari adiknya. Ada apa dengan Luce? Luce baik-baik saja kan? Sambil
menunggu bus yang datang, Luke sempat bertanya pada Luce.
“Ada apa?” Tanya Luke.
Yang ditanya hanya
menggeleng-gelengkan kepala, pertanda baik-baik aja. Namun hatinya berkata
sebaliknya. Luce, gadis itu penasaran dengan cowok yang tadi sempat ditatapnya.
Akankah ia bertemu dengan cowok itu lagi?
Sebuah bus datang dan berhenti tepat
di hadapan mereka. Dua adik-kakak itu masuk ke dalam bus yang isinya hanya
ditumpangi tiga orang. Seorang nenek, seorang Ibu-ibu dan seorang pemuda yang
kira-kira berusia di atas dua puluhan tahun. Luke dan Luce sengaja memilih
tempat duduk yang paling ujung. Luce yang hampir lupa bahwa di pangkuannya
sudah ada gitar langsung cepat-cepat membuka bungkus gitar itu dan tersenyum
lebar.
“Kau puas?” Tanya Luke.
Luce tersenyum. “Tentu saja. Bahkan
aku senang sekali. Aku berjanji akan membuat lagu lebih banyak dari kemarin.”
Ucapnya.
Langsung saja Luke mengacak-acak
poni adiknya dengan penuh kasih sayang. Ia rasa Luce sudah kembali menemukan
cahaya hidupnya. Sedangkan ia, mungkin Luce lebih kuat di bandingkan dirinya,
dan ia masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima semua ini dan kembali
normal seperti dulu.
***
Tak lupa Luke membeli brownis
pesanan Ibunya. Keduanya tiba di rumah dan suasana mulai terlihat gelap. Luke
menyandarkan bahunya di sofa. Saudara-saudara Ibunya sudah pulang tadi kecuali
neneknya. Sepertinya, neneknya ingin banyak menghabiskan waktu di rumah ini
karena Ibunya yang paling jarang bertemu dengan neneknya.
Luce yang masih setia dengan
gitarnya memilih duduk di samping kakaknya. Gadis itu tau kondisi kakaknya yang
masih belum sepenuhnya pulih dan masih syok. Luce juga tidak bisa membohongi
dirinya sendiri bahwa ia pribadi juga masih belum bisa mengikhlaskan semuanya.
Ayahnya sudah tiada dan ia ingin sekali Ayahnya duduk disini, di sampingnya.
Perlahan, Luce mulai memainkan gitar
itu dan jari-jari gadis itu mampu menciptakan nada-nada yang indah. Luce
tersenyum dan terus tersenyum sambil memetik gitar itu. Seakan-akan ia hanya
berdua bersama gitar itu dan tidak ada siapa-siapa disini. Sementara Luke,
entah apa yang ada dipikiran cowok itu. Sedari tadi cowok itu menyandarkan
punggungnya di sofa dan seperti tengah mengharapkan sesuatu yang mustahil.
“Aku ingat sewaktu Ayah mengajari
kita bermain gitar. Waktu itu aku putus asa. Tetapi Ayah tak henti-hentinya
mengajariku hingga aku pandai. Ah, aku rindu Ayah. Andai dia ada disini..” Ucap
Luce. Tampaknya gadis itu seperti tengah menahan air mata.
Luke menatap Luce. “Ayah selalu ada
dimanapun kita berada. Percayalah.” Ucapnya.
Luce mengangguk-angguk. Tiba-tiba ia
mendapatkan sebuah inspirasi. Inspirasi yang ada hubungannya dengan cowok yang
dilihatnya tadi. Cowok yang misterius namun dapat membuatnya terdiam dan
menghadirkan seribu pertanyaan yang sulit untuk ditemukan jawabannya.
When
I Look At him. Batinnya sambil tersenyum. Mungkin itu adalah judul lagu
yang tepat untuk seseorang yang tidak dikenalinya namun mampu membuatnya
tersenyum walau sekejap.
“Gayamu seperti orang yang tengah
jatuh cinta saja.” Luke menebak.
Langsung saja kedua pipi Luce
memerah. “Ah biasa saja. Jatuh cinta sama siapa juga? Luce kan baru datang di
rumah ini.” Ucapnya.
Tapi Luke tau adiknya sedang
menyembunyikan sesuatu. Kemudia, Luce mengajaknya bernyanyi bersama dan Luke
tidak bisa menolak. Ia tidak ingin menghilangkan kebahagiaan adiknya hanya
karena ia tidak mau bernyanyi bersama adiknya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar