expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 10 November 2016

My Everything ( Part 7 )



“Jangan! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!”

            “Ku mohon jangan! Jangan tinggalkan aku! Aku mencintaimu! Jangan tinggalkan aku!”

            Ariana terbangun dari mimpinya yang buruk. Keringat membasahi wajahnya. Nafasnya tidak beraturan. Ariana berusaha menenangkan diri akibat mimpi yang terasa nyata itu. Apa mimpi itu merupakan sekeping dari masa lalunya yang ia lupakan? Tapi mengapa rasanya menyakitkan? Jangan tinggalkan aku! Memangnya siapa yang meninggalkannya?

            Tidak usah dipikirkan lebih dalam. Itu hanya mimpi kan? Kemudian Ariana mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Setelah itu ia memakai baju dan pergi menuju meja makan. Pagi ini terasa aneh. Ariana merasa tubuhnya tidak sehat. Apa karena mimpi tadi? Ah sudahlah.

            “Wajahmu pucat. Kau baik-baik saja?” Tanya Ibunya.

            Ariana mencoba tersenyum. “Aku baik-baik saja.” Jawabnya.

            “Kau sedang tidak baik-baik saja! Sebaiknya kau istirahat di rumah.” Ucap Zayn.

            Namun Ariana berisi kukuh untuk tetap sekolah. Kalau seandainya ia tidak kuat menerima pelajaran, masih ada UKS. Ariana berangkat bersama Ibunya dan itu emang sudah menjadi kewajiban bagi Ibunya untuk mengantar jemput Ariana. Kadang-kadang Zayn yang menjemput Ariana.

            Saat Ariana duduk di kursinya, sekelebat mimpinya itu memenuhi pikirannya. Kepalanya menjadi pusing dan perutnya terasa mual. Bagaimana ini? Mengapa pengaruh mimpi itu kuat sekali? Sekali lagi, siapa yang meninggalkannya dalam mimpi itu? Apakah ada sosok masa lalunya yang sangat berarti baginya namun ia lupakan?

            “Pagi Ar! Wajahmu terlihat pucat. Kau sakit?” Ucap Vio.

            Ariana bingung harus menjawab apa. “Aku tidak tau. Tapi kepalaku mendadak pusing. Ini aneh. Hanya karena mimpi itu aku menjadi seperti ini.” Jawabnya.

            “Memangnya kau mimpi apa?” Tanya Vio.

            “Mimpinya terasa samar. Tapi aku bisa merasakan ada seseorang yang meninggalkanku dan aku dibuat menangis olehnya.” Jawab Ariana.

            Vio terdiam sesaat sambil menyambungkan saraf-saraf otaknya yang belum sepenuhnya tersambung seperti BBM(?). “Mungkin orang yang kau mimpikan adalah masa lalumu.” Ucap Vio.

            “Aku juga berpikir seperti itu. Aku tidak mau menanyakan hal ini pada Zayn atau Mom. Mereka tidak akan mau memberitahuku.” Ucap Ariana.

            Pelajaran pertama dimulai. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Ariana merasa sebentar lagi ia akan pingsan. Akhirnya gadis itu memutuskan pergi ke UKS tanpa ditemani oleh Vio dan Luke. Setelah meminta izin dengan guru yang mengajar pada saat itu, Ariana berjalan pelan menuju UKS.

            Penjaga UKS tentu ingat wajah Ariana dan dengan senang hati dia merawat Ariana agar kondisi Ariana menjadi baik. Katanya, Ariana harus banyak istirahat dan tidak boleh memikirkan hal yang berat. Memangnya selama ini ia memikirkan hal yang berat?

            “Maaf.” Ucap sebuah suara.

            Ariana sedikit kaget melihat sosok cowok berambut pirang yang tidak lain adalah cowok yang ia temui di perpustakaan, yang pura-pura tidak mendengarnya tapi kemudian membantunya mengambil buku. Cowok itu terlihat culun dengan kacamata yang sama sekali tidak menarik. Wajahnya biasa-biasa saja, tapi imut.

            “Kau siapa? Kenapa kau ada disini?” Tanya Ariana.

            Cowok itu terdiam, lalu mendekati Ariana. “Aku Niall. Selain perpustakaan, UKS adalah tempat favoritku.” Ucapnya.

            Jawaban yang aneh, batin Ariana. “Memangnya kau disini ada urusan apa? Kau sakit?” Tanya Ariana.

            Anehnya cowok itu selalu terdiam beberapa detik sebelum menjawab pertanyaannya. “Ah maafkan aku. Aku sedikit gugup. Baiklah aku pergi.” Ucap Niall lalu meninggalkan Ariana.

            Benar-benar anak laki-laki yang aneh kan? Kenapa dia maksudnya Niall tidak mau menjawab pertanyaannya? Dan kenapa Niall merasa gugup saat berbicara dengannya? Kenapa hari ini terasa aneh? Andaikan semua pertanyaan itu ada jawabannya. Ariana mencoba memejamkan matanya, tapi percuma saja. Ia tidak bisa tidur karena pikirannya sedang tidak tenang.

            Saat jam istirahat, Luke dan Vio menemui Ariana. Vio membawa makanan dan minuman untuk Ariana. Tentu saja Ariana merasa senang memiliki sahabat seperti mereka. Gadis itu duduk lalu mengambil roti yang tadi dibeli oleh Vio.

            “Mungkin hari ini adalah hari sialmu. Setelah ini ada tes kimia.” Ucap Luke.

            Ariana tersedak mendengar ucapan Luke sementara Vio langsung meninju bahu Luke. Otomatis Luke kesakitan karena tinjuan Vio bukanlah tinjuan biasa. Gimana tidak kesal, Ariana sedang sakit dan Luke membicarakan tentang tes kimia yang akan diadakan setelah jam istirahat.

            “Aku akan disini sampai jam pulang.” Ucap Ariana.

            “Aku juga deh. Aku tidak mau mengikuti tes kimia.” Ucap Vio.

            Giliran Luke yang meninju maksudnya menjitak dahi Vio. “Kau ini! Memangnya enak ikut tes di ruang guru sendirian?” Ucap Luke.

            Vio mengelus dahinya yang sakit akibat jitakan Luke. “Iya-iya tuan pintar.” Ucap Vio.

            Luke beralih menatap Ariana. “Kau baik-baik saja kan? Kalau kau tidak tahan, aku akan mengantarmu pulang.” Ucapnya.

            “Nah itu, artinya sama saja kau tidak mau mengikuti tes kimia padahal kau menyuruhku harus mengikuti tes kimia.” Ucap Vio.

            Intinya, Luke harus banyak-banyak membaca ayat kursi saat berhadapan dengan Vio agar emosinya tidak naik. Dia lebih memilih melihat Ariana dibandingkan meladeni ucapan Vio. Saat bel masuk berbunyi, Luke dan Vio meninggalkan Ariana walau Vio tidak ikhlas. Juga ia belum belajar sama sekali. Kalau Luke sih mau belajar atau tidak, tidak ada pengaruhnya sama sekali.

***

            Ini pertemuan mereka untuk yang kedua kalinya. Bukannya Zayn yang menemui Gigi, tapi Gigi yang menemui Zayn di cafee-nya sepulang kuliah. Tentu banyak pasang mata yang curiga apa yang dilakukan Gigi. Jangan-jangan Gigi mau mencari perhatian lagi pada Zayn.

            “Tidak memesan apapun?” Tanya Zayn sedikit menggoda.

            Gigi tersenyum manis. “Aku ingin cheesecake dan milkshake.” Jawabnya.

            “Kau serius? Aku tidak ingin berat badanmu bertambah hanya karena aku.” Ucap Zayn.

            Gigi tertawa. Ternyata Zayn anaknya menyenangkan. Selama ini ia salah mengartikan. Selama ini Gigi hanya mengira Zayn adalah pria yang garing tapi ternyata Zayn mampu membuatnya tertawa.

            “Aku rasa kita harus memulainya dengan perkenalan karena aku tidak yakin biodatamu yang kau berikan padaku adalah benar.” Ucap Gigi.

            Well, namaku Zayn. Aku lahir di London tapi saat aku berusia tujuh tahun keluargaku pindah di New York. Saat aku lulus SMA, aku memutuskan kembali ke negara kelahiranku tapi aku tidak kuliah di London melainkan Manchester.” Jelas Zayn.

            “Aku tak menyangka jadi kau pernah tinggal di New York. Kebetulan keluargaku tinggal disana.” Ucap Gigi.

            “Jadi kau bukan warga Inggris?” Tanya Zayn.

            “Bukan. Aku warga Amerika tapi aku banyak memiliki darah campuran, salah satunya adalah Palestina.” Jawab Gigi.

            Zayn mengangguk-angguk. Pantasan saja Gigi terlihat sangat cantik karena banyak memiliki blasteran. Pesanan Gigi datang. Gadis itu memakan cheesecake dengan pelan dan terlihat sedikit malu, mungkin tidak enak dengan Zayn yang tidak memesan apapun.

            “Amerika itu besar. Keluargamu tinggal di Kota mana?” Tanya Zayn.

            “New York.” Jawab Gigi.

            New York? Batin Zayn. Kenapa kebetulan sekali? Tapi selama ia tinggal di New York ia tidak pernah melihat Gigi. Ah tapi kan New York sangat luas jadi mustahil baginya untuk menemukan Gigi, bahkan mungkin wajah Gigi yang dulu berbeda dengan wajahnya yang sekarang. New York. Zayn jadi teringat sesuatu. Cowok itu……

            “Jadi kenapa kau memutuskan datang kemari padahal New York sangat indah?” Tanya Zayn. Namun kalimat ‘sangat indah’ itu terdengar seperti menyindir.

            “Aku tidak tau. Tapi aku ingin mencari suasana baru. Keluargaku juga tidak keberatan aku kuliah disini.” Ucap Gigi.

            “Keluargamu masih tinggal di New York?” Tanya Zayn.

            Entah apakah hanya perasaan Gigi atau tidak, Zayn terlihat tidak suka dengan ‘New York’. Seperti ada masa lalunya dengan New York yang membuat Zayn membenci New York.

            “Iya. Aku tinggal bersama Ibu, Ayah tiriku dan satu adik tiriku.” Ucap Gigi.

            Zayn terdiam sesaat. “Apakah kau ingin kembali ke New York setelah lulus?” Tanya Zayn.

            Gigi tidak menjawab. Namun pandangan matanya terlihat berbeda. Zayn menatap mata Gigi dengan jantung yang berdebar-debar. Mengapa gadis itu menatapnya dengan lama? Apa yang sedang gadis itu pikirkan?

            “Aku.. Aku mencintaimu..” Lirih Gigi.

***

            “Niall!”

            Kondisi Ariana sudah membaik. Kepalanya sudah tidak sakit lagi. Ariana tak sengaja melihat sosok cowok berambut pirang yang sudah tidak asing lagi. Siapa lagi kalau bukan Niall? Ariana berusaha memanggil nama Niall dengan kencang, tapi percuma, Niall tidak mau menoleh ke arahnya. Akhirnya Ariana memutuskan menemui Niall.

            “Niall.” Ucap Ariana.

            Baru Niall menoleh ke Ariana tanpa memberikan senyum atau ekspresi yang lain. Wajahnya terlihat datar dan membosankan. Tapi mata birunya mengingatkannya akan sosok Luke Hemmings.

            “Bagaimana bisa kau menemuiku?” Tanya Niall.

            Ariana berdecak. “Sebelumnya kita pernah bertemu saat pertama kali aku tiba di sekolah ini. Saat itu kau menunduk seperti tidak ingin dilihat oleh siapapun. Jujur saja, kau anak teraneh yang pernah aku temui.” Ucap Ariana.

            Butuh waktu lama bagi Niall untuk merespon Ariana. “Aku sendiri disini. Aku tidak memiliki satupun teman. Aku selalu gugup jika berbicara dengan orang lain.” Ucap Niall.

            “Karena itulah kau aneh. A-N-E-H.” Ucap Ariana.

            “Aneh?” Tanya Niall sedikit ragu.

            “Iya, aneh. Tapi tak apa, aku juga aneh. Ohya, namaku Ariana. Hmm.. Kau sedang menunggu jemputan ya?” Ucap Ariana.

            Niall menoleh ke arah lain. Sepertinya jemputannya sudah tiba. Sebelum meninggalkan sekolah, Niall menatap Ariana. “Ariana. Nice too meet you.” Ucap Niall lalu meninggalkan Ariana.

            Dasar aneh! Batin Ariana.

***

            Entah mengapa Ariana kepikiran terus dengan cowok berambut pirang yang bernama Niall. Baginya, Niall adalah anak yang misterius. Niall tidak pernah ke kantin. Tempat favoritnya adalah perpustakaan dan UKS. Aneh! Apa Niall salah satu anggota PMR? Malam ini Ariana menyibukkan diri belajar kimia karena tadi ia tidak mengikuti tes kimia. Kondisi tubuhnya sudah baikan semenjak pulang sekolah. Tapi Ariana merasa takut jika saat ia tidur ia kembali mendapatkan mimpi aneh itu kemudian ujung-ujungnya ke UKS.

            “Mungkin sedikit cokelat panas bisa membuatmu tenang dan rileks.” Ucap Zayn.

            Zayn masuk ke dalam kamarnya yang terbuka lebar sambil memberinya secangkir cokelat panas. Rasanya begitu nikmat. Ariana sangat menyukai hal-hal yang berbau cokelat. Dan cokelat panas buatan Zayn lezat sekali. Entahlah resep apa yang Zayn racik sehingga minuman itu terasa enak.

            Thanks.” Ucap Ariana.

            Zayn melihat buku bertuliskan ‘KIMIA’ yang membuat otaknya pusing padahal kimia itu masa lalu Zayn. Adiknya itu emang pelajar yang benar-benar mencerminkan seorang pelajar. Setiap hari Ariana tiada henti membaca bukunya dan tentu saja belajar bersama Luke. Kata Luke, Ariana dengan mudahnya bisa mengejar materi yang sempat tertinggal. Zayn sudah mulai akrab dengan Luke dan senang dengan anak itu walau kesan pertama saat melihat Luke membuatnya ngeri.

            “Kau tau, aku sudah resmi pacaran dengan Gigi.” Ucap Zayn.

            “Ohya? Bagus dong.” Ucap Ariana.

            “Tapi Gigi yang terlebih dahulu menyatakan perasaannya padaku.” Ucap Zayn.

            “Ah tidak apa-apa. Sekarang kan zamannya cewek yang duluan nyatain perasaannya ke cowok.” Ucap Ariana.

            Zayn tersenyum lalu melihat jam di dinding kamar Ariana. “Sudah malam. Sebaiknya kau tidur.” Ucap Zayn.

            “Nanti sajalah. Aku lagi asyik belajar.” Ucap Ariana.

            “Aku salut padamu. Dulu aku malas sekali belajar tidak sepertimu.” Ucap Zayn.

            “Tapi kak Zayn adalah tipe pria pekerja keras. Kak Zayn kuliahnya mulus dan sudah punya cafee.” Ucap Ariana.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar