“Jangan! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!”
“Ku
mohon jangan! Jangan tinggalkan aku! Aku mencintaimu! Jangan tinggalkan aku!”
Ariana terbangun dari mimpinya yang
buruk. Keringat membasahi wajahnya. Nafasnya tidak beraturan. Ariana berusaha
menenangkan diri akibat mimpi yang terasa nyata itu. Apa mimpi itu merupakan
sekeping dari masa lalunya yang ia lupakan? Tapi mengapa rasanya menyakitkan? Jangan tinggalkan aku! Memangnya siapa
yang meninggalkannya?
Tidak usah dipikirkan lebih dalam.
Itu hanya mimpi kan? Kemudian Ariana mengambil handuk lalu masuk ke kamar
mandi. Setelah itu ia memakai baju dan pergi menuju meja makan. Pagi ini terasa
aneh. Ariana merasa tubuhnya tidak sehat. Apa karena mimpi tadi? Ah sudahlah.
“Wajahmu pucat. Kau baik-baik saja?”
Tanya Ibunya.
Ariana mencoba tersenyum. “Aku
baik-baik saja.” Jawabnya.
“Kau sedang tidak baik-baik saja!
Sebaiknya kau istirahat di rumah.” Ucap Zayn.
Namun Ariana berisi kukuh untuk
tetap sekolah. Kalau seandainya ia tidak kuat menerima pelajaran, masih ada
UKS. Ariana berangkat bersama Ibunya dan itu emang sudah menjadi kewajiban bagi
Ibunya untuk mengantar jemput Ariana. Kadang-kadang Zayn yang menjemput Ariana.
Saat Ariana duduk di kursinya,
sekelebat mimpinya itu memenuhi pikirannya. Kepalanya menjadi pusing dan
perutnya terasa mual. Bagaimana ini? Mengapa pengaruh mimpi itu kuat sekali?
Sekali lagi, siapa yang meninggalkannya dalam mimpi itu? Apakah ada sosok masa
lalunya yang sangat berarti baginya namun ia lupakan?
“Pagi Ar! Wajahmu terlihat pucat.
Kau sakit?” Ucap Vio.
Ariana bingung harus menjawab apa.
“Aku tidak tau. Tapi kepalaku mendadak pusing. Ini aneh. Hanya karena mimpi itu
aku menjadi seperti ini.” Jawabnya.
“Memangnya kau mimpi apa?” Tanya
Vio.
“Mimpinya terasa samar. Tapi aku
bisa merasakan ada seseorang yang meninggalkanku dan aku dibuat menangis
olehnya.” Jawab Ariana.
Vio terdiam sesaat sambil
menyambungkan saraf-saraf otaknya yang belum sepenuhnya tersambung seperti
BBM(?). “Mungkin orang yang kau mimpikan adalah masa lalumu.” Ucap Vio.
“Aku juga berpikir seperti itu. Aku
tidak mau menanyakan hal ini pada Zayn atau Mom. Mereka tidak akan mau
memberitahuku.” Ucap Ariana.
Pelajaran pertama dimulai. Rasa
sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Ariana merasa sebentar lagi ia akan
pingsan. Akhirnya gadis itu memutuskan pergi ke UKS tanpa ditemani oleh Vio dan
Luke. Setelah meminta izin dengan guru yang mengajar pada saat itu, Ariana
berjalan pelan menuju UKS.
Penjaga UKS tentu ingat wajah Ariana
dan dengan senang hati dia merawat Ariana agar kondisi Ariana menjadi baik.
Katanya, Ariana harus banyak istirahat dan tidak boleh memikirkan hal yang
berat. Memangnya selama ini ia memikirkan hal yang berat?
“Maaf.” Ucap sebuah suara.
Ariana sedikit kaget melihat sosok
cowok berambut pirang yang tidak lain adalah cowok yang ia temui di
perpustakaan, yang pura-pura tidak mendengarnya tapi kemudian membantunya
mengambil buku. Cowok itu terlihat culun dengan kacamata yang sama sekali tidak
menarik. Wajahnya biasa-biasa saja, tapi imut.
“Kau siapa? Kenapa kau ada disini?”
Tanya Ariana.
Cowok itu terdiam, lalu mendekati
Ariana. “Aku Niall. Selain perpustakaan, UKS adalah tempat favoritku.” Ucapnya.
Jawaban yang aneh, batin Ariana.
“Memangnya kau disini ada urusan apa? Kau sakit?” Tanya Ariana.
Anehnya cowok itu selalu terdiam
beberapa detik sebelum menjawab pertanyaannya. “Ah maafkan aku. Aku sedikit
gugup. Baiklah aku pergi.” Ucap Niall lalu meninggalkan Ariana.
Benar-benar anak laki-laki yang aneh
kan? Kenapa dia maksudnya Niall tidak mau menjawab pertanyaannya? Dan kenapa
Niall merasa gugup saat berbicara dengannya? Kenapa hari ini terasa aneh?
Andaikan semua pertanyaan itu ada jawabannya. Ariana mencoba memejamkan
matanya, tapi percuma saja. Ia tidak bisa tidur karena pikirannya sedang tidak
tenang.
Saat jam istirahat, Luke dan Vio
menemui Ariana. Vio membawa makanan dan minuman untuk Ariana. Tentu saja Ariana
merasa senang memiliki sahabat seperti mereka. Gadis itu duduk lalu mengambil
roti yang tadi dibeli oleh Vio.
“Mungkin hari ini adalah hari
sialmu. Setelah ini ada tes kimia.” Ucap Luke.
Ariana tersedak mendengar ucapan
Luke sementara Vio langsung meninju bahu Luke. Otomatis Luke kesakitan karena
tinjuan Vio bukanlah tinjuan biasa. Gimana tidak kesal, Ariana sedang sakit dan
Luke membicarakan tentang tes kimia yang akan diadakan setelah jam istirahat.
“Aku akan disini sampai jam pulang.”
Ucap Ariana.
“Aku juga deh. Aku tidak mau
mengikuti tes kimia.” Ucap Vio.
Giliran Luke yang meninju maksudnya
menjitak dahi Vio. “Kau ini! Memangnya enak ikut tes di ruang guru sendirian?”
Ucap Luke.
Vio mengelus dahinya yang sakit
akibat jitakan Luke. “Iya-iya tuan pintar.” Ucap Vio.
Luke beralih menatap Ariana. “Kau
baik-baik saja kan? Kalau kau tidak tahan, aku akan mengantarmu pulang.”
Ucapnya.
“Nah itu, artinya sama saja kau
tidak mau mengikuti tes kimia padahal kau menyuruhku harus mengikuti tes
kimia.” Ucap Vio.
Intinya, Luke harus banyak-banyak
membaca ayat kursi saat berhadapan dengan Vio agar emosinya tidak naik. Dia
lebih memilih melihat Ariana dibandingkan meladeni ucapan Vio. Saat bel masuk
berbunyi, Luke dan Vio meninggalkan Ariana walau Vio tidak ikhlas. Juga ia
belum belajar sama sekali. Kalau Luke sih mau belajar atau tidak, tidak ada
pengaruhnya sama sekali.
***
Ini pertemuan mereka untuk yang
kedua kalinya. Bukannya Zayn yang menemui Gigi, tapi Gigi yang menemui Zayn di
cafee-nya sepulang kuliah. Tentu banyak pasang mata yang curiga apa yang
dilakukan Gigi. Jangan-jangan Gigi mau mencari perhatian lagi pada Zayn.
“Tidak memesan apapun?” Tanya Zayn
sedikit menggoda.
Gigi tersenyum manis. “Aku ingin cheesecake dan milkshake.” Jawabnya.
“Kau serius? Aku tidak ingin berat
badanmu bertambah hanya karena aku.” Ucap Zayn.
Gigi tertawa. Ternyata Zayn anaknya
menyenangkan. Selama ini ia salah mengartikan. Selama ini Gigi hanya mengira
Zayn adalah pria yang garing tapi ternyata Zayn mampu membuatnya tertawa.
“Aku rasa kita harus memulainya
dengan perkenalan karena aku tidak yakin biodatamu yang kau berikan padaku
adalah benar.” Ucap Gigi.
“Well,
namaku Zayn. Aku lahir di London tapi saat aku berusia tujuh tahun keluargaku
pindah di New York. Saat aku lulus SMA, aku memutuskan kembali ke negara
kelahiranku tapi aku tidak kuliah di London melainkan Manchester.” Jelas Zayn.
“Aku tak menyangka jadi kau pernah
tinggal di New York. Kebetulan keluargaku tinggal disana.” Ucap Gigi.
“Jadi kau bukan warga Inggris?”
Tanya Zayn.
“Bukan. Aku warga Amerika tapi aku
banyak memiliki darah campuran, salah satunya adalah Palestina.” Jawab Gigi.
Zayn mengangguk-angguk. Pantasan
saja Gigi terlihat sangat cantik karena banyak memiliki blasteran. Pesanan Gigi
datang. Gadis itu memakan cheesecake dengan pelan dan terlihat sedikit malu, mungkin
tidak enak dengan Zayn yang tidak memesan apapun.
“Amerika itu besar. Keluargamu
tinggal di Kota mana?” Tanya Zayn.
“New York.” Jawab Gigi.
New York? Batin Zayn. Kenapa
kebetulan sekali? Tapi selama ia tinggal di New York ia tidak pernah melihat
Gigi. Ah tapi kan New York sangat luas jadi mustahil baginya untuk menemukan
Gigi, bahkan mungkin wajah Gigi yang dulu berbeda dengan wajahnya yang
sekarang. New York. Zayn jadi teringat sesuatu. Cowok itu……
“Jadi kenapa kau memutuskan datang
kemari padahal New York sangat indah?” Tanya Zayn. Namun kalimat ‘sangat indah’
itu terdengar seperti menyindir.
“Aku tidak tau. Tapi aku ingin
mencari suasana baru. Keluargaku juga tidak keberatan aku kuliah disini.” Ucap
Gigi.
“Keluargamu masih tinggal di New
York?” Tanya Zayn.
Entah apakah hanya perasaan Gigi
atau tidak, Zayn terlihat tidak suka dengan ‘New York’. Seperti ada masa
lalunya dengan New York yang membuat Zayn membenci New York.
“Iya. Aku tinggal bersama Ibu, Ayah
tiriku dan satu adik tiriku.” Ucap Gigi.
Zayn terdiam sesaat. “Apakah kau
ingin kembali ke New York setelah lulus?” Tanya Zayn.
Gigi tidak menjawab. Namun pandangan
matanya terlihat berbeda. Zayn menatap mata Gigi dengan jantung yang
berdebar-debar. Mengapa gadis itu menatapnya dengan lama? Apa yang sedang gadis
itu pikirkan?
“Aku.. Aku mencintaimu..” Lirih
Gigi.
***
“Niall!”
Kondisi Ariana sudah membaik.
Kepalanya sudah tidak sakit lagi. Ariana tak sengaja melihat sosok cowok
berambut pirang yang sudah tidak asing lagi. Siapa lagi kalau bukan Niall?
Ariana berusaha memanggil nama Niall dengan kencang, tapi percuma, Niall tidak
mau menoleh ke arahnya. Akhirnya Ariana memutuskan menemui Niall.
“Niall.” Ucap Ariana.
Baru Niall menoleh ke Ariana tanpa
memberikan senyum atau ekspresi yang lain. Wajahnya terlihat datar dan
membosankan. Tapi mata birunya mengingatkannya akan sosok Luke Hemmings.
“Bagaimana bisa kau menemuiku?”
Tanya Niall.
Ariana berdecak. “Sebelumnya kita
pernah bertemu saat pertama kali aku tiba di sekolah ini. Saat itu kau menunduk
seperti tidak ingin dilihat oleh siapapun. Jujur saja, kau anak teraneh yang
pernah aku temui.” Ucap Ariana.
Butuh waktu lama bagi Niall untuk
merespon Ariana. “Aku sendiri disini. Aku tidak memiliki satupun teman. Aku
selalu gugup jika berbicara dengan orang lain.” Ucap Niall.
“Karena itulah kau aneh. A-N-E-H.”
Ucap Ariana.
“Aneh?” Tanya Niall sedikit ragu.
“Iya, aneh. Tapi tak apa, aku juga
aneh. Ohya, namaku Ariana. Hmm.. Kau sedang menunggu jemputan ya?” Ucap Ariana.
Niall menoleh ke arah lain.
Sepertinya jemputannya sudah tiba. Sebelum meninggalkan sekolah, Niall menatap
Ariana. “Ariana. Nice too meet you.”
Ucap Niall lalu meninggalkan Ariana.
Dasar aneh! Batin Ariana.
***
Entah mengapa Ariana kepikiran terus
dengan cowok berambut pirang yang bernama Niall. Baginya, Niall adalah anak
yang misterius. Niall tidak pernah ke kantin. Tempat favoritnya adalah
perpustakaan dan UKS. Aneh! Apa Niall salah satu anggota PMR? Malam ini Ariana
menyibukkan diri belajar kimia karena tadi ia tidak mengikuti tes kimia.
Kondisi tubuhnya sudah baikan semenjak pulang sekolah. Tapi Ariana merasa takut
jika saat ia tidur ia kembali mendapatkan mimpi aneh itu kemudian
ujung-ujungnya ke UKS.
“Mungkin sedikit cokelat panas bisa
membuatmu tenang dan rileks.” Ucap Zayn.
Zayn masuk ke dalam kamarnya yang
terbuka lebar sambil memberinya secangkir cokelat panas. Rasanya begitu nikmat.
Ariana sangat menyukai hal-hal yang berbau cokelat. Dan cokelat panas buatan
Zayn lezat sekali. Entahlah resep apa yang Zayn racik sehingga minuman itu
terasa enak.
“Thanks.”
Ucap Ariana.
Zayn melihat buku bertuliskan
‘KIMIA’ yang membuat otaknya pusing padahal kimia itu masa lalu Zayn. Adiknya
itu emang pelajar yang benar-benar mencerminkan seorang pelajar. Setiap hari
Ariana tiada henti membaca bukunya dan tentu saja belajar bersama Luke. Kata
Luke, Ariana dengan mudahnya bisa mengejar materi yang sempat tertinggal. Zayn
sudah mulai akrab dengan Luke dan senang dengan anak itu walau kesan pertama
saat melihat Luke membuatnya ngeri.
“Kau tau, aku sudah resmi pacaran
dengan Gigi.” Ucap Zayn.
“Ohya? Bagus dong.” Ucap Ariana.
“Tapi Gigi yang terlebih dahulu
menyatakan perasaannya padaku.” Ucap Zayn.
“Ah tidak apa-apa. Sekarang kan
zamannya cewek yang duluan nyatain perasaannya ke cowok.” Ucap Ariana.
Zayn tersenyum lalu melihat jam di
dinding kamar Ariana. “Sudah malam. Sebaiknya kau tidur.” Ucap Zayn.
“Nanti sajalah. Aku lagi asyik
belajar.” Ucap Ariana.
“Aku salut padamu. Dulu aku malas
sekali belajar tidak sepertimu.” Ucap Zayn.
“Tapi kak Zayn adalah tipe pria
pekerja keras. Kak Zayn kuliahnya mulus dan sudah punya cafee.” Ucap Ariana.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar