expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 27 Juni 2015

Like Rain of Hearts ( Part 5 )



Part 5

.

            Sudah sebulan Disty tinggal di London dan segalanya telah berubah. Disty sudah seperti gadis British lainnya. Penampilannya juga mulai girly. Disty memutuskan untuk memanjangkan rambutnya tapi tidak terlalu panjang dan mencoba memakai rok. Pasti teman-teman Disty di Indonesia pada heran dengan perubahan Disty.

            Di sekolah, Disty sudah termasuk murid yang pintar. Tapi Disty lemah di pelajaran matematika. Disty memang sangat membenci pelajaran itu. Otaknya lebih ke seni. Disty juga mencoba mempelajari bahasa Prancis karena ia menyukai semua yang berhubungan dengan Paris dan ingin berlibur kesana.

            Mengenai Rio, Disty masih mengingat pertemuan mata mereka secara tidak sengaja. Apa Rio masih mengingatnya? Sepertinya tidak deh. Baginya Rio itu sempurna deh. Disty baru sadar teman-temannya suka membicarakan tentang Rio. Apalagi berita Rio yang sudah putus dengan Cara dan membicarakan tentang Cara karena mereka rasa Cara itu bodoh minta putus sama Rio, eh tapi harusnya senang kan karena sekarang Rio jomblo?

            Disty selalu tersenyum mengingat itu semua. Kemudian gadis itu mengambil gitarnya lalu memainkan sebuah lagu.

            Your beautiful eyes stare right into my eyes

            And sometimes I think of you at late night

            I don’t know why

            I want to be somewhere where you are

            I want to be where
           

            You’re here

            Your eyes are looking into mine so baby, make me fly

            My heart has never felt this way before

            I’m looking through your I’m looking through your eyes..”

            Tiba-tiba Disty memberhentikan permainannya tatkala melihat sebuah bingkai fotonya dengan Lintar. Disty bangkit dari duduknya dan mengambil foto itu. Jujur, ia kesal dengan Lintar. Cowok itu seakan-akan sudah melupakannya. Kalau begitu, untuk apa Lintar berjanji padanya? Ingin sekali Disty membuang bingkai itu tapi ia tidak tega. Gadis itu memutuskan menyimpan bingkai itu di gudang. Kalaupun bisa hilang ya tidak apa-apa. Intinya ia harus bisa melupakan Lintar dan rasanya berhasil saat ia mengenali sosok Rio. Ya. Rio.

***

            “Hai Dis!” Sapa Donna ceria. Gadis itu tampak cantik hari ini.

            “Hai juga.” Sapa Disty datar.

            “Sejak kapan kau menyembunyikan semua itu?” Tanya Miley tiba-tiba.

            Lho? Mengapa Miley menanyakan pertanyaan seperti itu? Memangnya menyembunyikan apa? Sebentar lagi pelajaran akan dimulai. Kira-kira sepuluh menit lagi. Disty yang masih sibuk menyalin catatan bahasa Inggris menghentikan pekerjaannya.

            “Menyembunyikan apa?” Tanya Disty.

            Miley tersenyum. “Ternyata kau sama seperti kakakmu. Kalian pecinta musik. Michael cerita kalau kau mempunyai suara yang bagus dan jago bermain gitar. Kalau boleh ajarin aku main gitar dong. Biar kelihatan keren gitu.” Ucapnya.

            “Duh kirain apaan. Iya. Sudah lama aku mencintai musik. Musik adalah hidupku dan rasanya aneh kalau sehari saja tidak bermain gitar.” Ucap Disty.

            “Berarti peluangmu untuk mendapatkan Rio besar!” Seru Donna.

            Dua sahabatnya itu ternyata juga merupakan penggemar Rio dan diam-diam mencari kesempatan untuk mengintip Rio. Entah pada saat jam olahraga atau di kantin. Donna juga banyak menyimpan foto Rio yang sudah ia tunjukkan ke Disty dan Disty semakin kagum dengan Rio. Kapan ia bisa berbicara langsung dengan Rio? Tapi Disty merasa ada yang aneh dari Rio. Disty ingat betul tatapan Rio dan sudah merasa tidak asing lagi.

            “Benar apa yang dikatakan Donna, Dis. Rio suka musik. Kau juga suka musik. Kalian pasti nyambung. Beda deh hubunganmu dengan Lintar. Lintar tidak suka musik sementara kau suka musik jadi kalian tidak nyambung.” Ucap Miley.

            Disty tersenyum. “Justru perbedaan itu yang membuat indahnya hubungan ini. Ah sudah. Aku sudah lama melupakan Lintar.” Ucapnya lalu melanjutkan kegiatannya kemudian seorang guru masuk ke kelas mereka dan memulai pelajaran.

***

            Pulang sekolah, Disty kaget melihat sosok Luke yang lagi duduk di teras. Disty memang terlambat pulang hari ini. Gadis itu pun cepat-cepat masuk ke dalam rumah dan menghampiri Luke.

            “Hei sedang apa disini anak yang membosankan?” Ucap Disty. Itulah nama panggilannya untuk Luke. ‘Anak yang membosankan.’

            “Bisa tidak kau berhenti memanggilku dengan sebutan ‘anak yang membosankan’?” Ucap Luke.

            Disty tertawa. Diam-diam ia jadi suka menjahili Luke dan suka sekali melihat wajah Luke yang kesal. Menurutnya, penampilan Luke itu jadul sekali. Gaya rambutnya tidak bagus sekali. Apalagi poninya yang sepertinya dicuekkan oleh Luke. Juga pakaian yang dikenakan Luke sederhana sekali. Entah kenapa Disty jadi penasaran dengan latar belakang kehidupan Luke.

            “Aku sedang menunggu Michael. Dia sedang tidak ada di rumah.” Ucap Luke.

            “Penampilanmu jadul sekali. Makanya tidak ada satupun gadis yang mau dekat denganmu. Sebenarnya kau itu manis lho hanya saja kau tidak sadar dengan apa yang kau miliki.” Ucap Disty.

            Mendengar ucapan Disty, Luke langsung menatap gadis itu dengan tajam. “Aku tidak mau dinilai dari penampilan. Aku benci hal itu. Banyak sekali gadis-gadis yang menilai cowok karena penampilannya dan bukan karena hatinya dan kebaikan cowok itu.” Ucapnya.

            “Itu saja ucapanmu sejak dulu. Aku bosan. Justru penampilan nomor satu. Dulu, cinta pertamaku itu ganteng sekali. Dia atlet basket SMP ku dulu. Wajahnya sempurna banget dan aku suka sekali melihat dagunya.” Ucap Disty sambil membayangkan sosok Lintar. “Tapi mungkin dia harus aku lupakan dan aku berhasil move on karena aku seperti mulai tertarik dengan seseorang. Rasa kagumku dengan orang itu besar sekali. Tapi aku tidak berani berkenalan dengannya.” Sambungnya.

            Luke tidak menanggapi ucapan Disty. Cowok itu malah menunduk dan entah apa yang dipikirkannya. Disty mencoba mencari tau apa yang membuat hidup Luke seperti itu. Pasti ada sesuatu. Kenapa di London ini penuh dengan misteri?

            “Coba ceritakan kisah hidupmu. Kalau kau mau sambil menunggu Michael.” Ucap Disty.

            Dan entah apa yang membuat si cowok pendiam itu mau menceritakan kisahnya. “Keluargaku sederhana. Tidak seperti keluargamu. Aku mempunyai dua kakak laki-laki. Mereka sudah kuliah dan kakak pertamaku sudah kerja. Ibuku adalah seorang guru matematika dan Ayahku itu membuka usaha kue dan cukup terkenal di London. Karena itulah aku suka mengantar pesanan kue terutama keluargamu. Mereka menyukai kue buatan Ayahku. Ibuku juga pandai membuat kue.

            Sejak kecil aku sudah diajarkan untuk bersikap dewasa dan mandiri. Ibuku suka mengajariku dan dia menargetkan nilaiku harus bagus. Tentu saja aku tidak mau mengecewakannya dan aku suka sekali belajar. Aku memang berbeda dengan lainnya. Aku terlalu primitif, tidak suka pacaran, tidak suka berkumpul dengan teman-teman lain kecuali belajar, tapi aku menyukai pilihanku. Di kelas, hanya Michael saja yang mau menganggap aku temannya dan yang lainnya hanya memanfaatkanku saja. Misalnya kalau ada tugas mereka pasti menyontek padaku.

            Setiap manusia itu berbeda-beda dan mereka tidak bisa dipaksakan. Misalnya aku disuruh bermain bola dan bertanding, tentu saja aku menolak. Aku lebih suka belajar. Coba deh kalau kau disuruh belajar tanpa memikirkan hal lain, pasti kau tidak mau juga kan?”

            Kata demi kata Luke ucapkan dengan pelan-pelan. Disty mengangguk-angguk. Luke memang berbeda. Tidak seharusnya ia menganggap Luke itu aneh. Luke memang begitu. Ia saja yang belum mengetahui jenis-jenis manusia di muka bumi ini.

            “Tapi Luk, aku heran deh kalau ada orang yang membenci musik.” Ucap Disty.

            “Aku tidak bilang kalau aku membenci musik. Setiap orang pasti membutuhkan lagu untuk di dengar.” Ucap Luke.

            “Siapa bilang kau membenci musik?” Goda Disty sambil tertawa.

            Kemudian Michael datang dan tersenyum melihat Disty yang sepertinya sudah akrab dengan Luke. Michael berharap mereka akan terus seperti itu dan Luke mau membuka hatinya untuk seseorang. Ya. Selama ini Michael tidak pernah melihat Luke dekat dengan seorang gadis. Tapi Michael yakin Luke adalah cowok yang normal.

            “Mike, adik kesayanganmu keterlaluan. Kau ajarkan saja biar tidak usah jahil dengan orang lain.” Ucap Luke.

            Michael tertawa. “Aku sudah bilang kalau kau bertemu dengan Disty dia tidak bisa berhenti bicara.” Ucapnya lalu lengannya di pukul oleh Disty dan gadis itu ikutan tertawa.

***


            Kelas musik. Ini adalah kelas favoritnya. Disty bisa puas bermain alat musik disini. Tapi Disty lebih memanfaatkan piano karena di rumahnya tidak ada piano. Kata Donna, ia juga pandai bermain piano. Tapi Disty merasa dirinya tidak jago bermain piano.

            “Kau menyanyikan lagu My Heart Will Go On dengan sempurna. Aku sampai nangis.” Ucap Miley.

            Baru saja kelas musik selesai tetapi tiga gadis itu masih ada di kelas. Donna dan Miley ingin melihat Disty bermain piano. Dan Miley memaksa Disty untuk mengajarinya bermain gitar. Namun Miley sudah nyerah duluan. Jari-jarinya selalu sakit jika menyentuh senar-senar itu. Kata Donna, Miley memang payah dalam hal musik.

            “Aku heran deh Dis. Cewek yang jago main gitar itu langka tau apalagi seperti dirimu.” Ucap Miley.

            “Yang benar saja. Banyak sekali gadis-gadis british yang jago memainkan alat musik. Tidak hanya gitar saja. Aku ingin sekali bermain biola. Tapi Mi, kau sangat hebat dalam hal melukis, menggamar dan menulis. Lukisanmu bagus sekali. Aku saja menyerah kalau disuruh melukis.” Ucap Disty.

            “Tentunya setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan.” Ucap Disty.

            Tanpa mereka sadari, seorang cowok sudah lama memerhatikan ketiganya. Cowok itu tersenyum dan pandangannya terpusat dengan seorang gadis yang pernah dilihatnya. Gadis itu… Tiba-tiba senyum di cowok itu menghilang. Dia-kah gadis itu? Dia-kah gadis yang selama ini dicarinya?

            “Hai! Maaf menganggu kalian.” Ucap cowok itu.

            Otomatis Disty, Miley dan Donna membalikkan badan dan langsung ternganga melihat siapa yang datang. Terutama Disty. Matanya sampai tidak berkedip melihat cowok itu dengan senyuman terindahnya.

            “Kalian kenapa?” Tanya cowok yang tidak lain adalah Rio.

            Donna yang duluan tersadar langsung bicara. “Eh kak Rio, biasalah kak. Kami-kami ini suka terpukau kalau melihat cowok ganteng seperti kak Rio.” Ucapnya polos dan langsung dicubit oleh Miley.

            Rio tertawa. “Kalian lucu juga. Sedang apa disini? Sepertinya kalian menyukai musik juga kan?” Tanyanya.

            Mata Miley langsung melebar. “Benar itu! Kenalin ini Adisty Christina Clifford, panggil saja Disty. Dia adiknya James dan Michael. Disty juga jago main gitar sama seperti kak Rio.” Ucapnya sambil memperkenalkan Rio dengan Disty.

            Disty menjabat tangan Rio dengan ragu-ragu. Rio beneran ganteng sekali! Ramah lagi! Intinya Rio itu cowok yang perfect deh. Sedari tadi Rio tidak berhenti untuk terus tersenyum. Dan tangan Rio terasa lembut sekali.

            “Adiknya Mike ya? Ku kira Michael tidak mempunyai adik.” Ucap Rio.

            Disty tersenyum malu. “Iya. Aku juga tidak tau kenapa aku bisa mempunyai kakak laki-laki. Aku dibesarkan di Indonesia.” Ucapnya.

            “Indonesia?” Mata Rio melebar. “Ibuku asli Indonesia. Tapi kata Mama, wajahku mirip dengan Ayah.” Sambungnya.

            Ayah? Rio tersenyum pahit. Ayah? Seharusnya ia tidak usah sok ramah dengan gadis dihadapannya yang bernama Disty. Tapi kenapa ia merasa nyaman dengan Disty? Dan tatapan pertama mereka terasa begitu mengesankan baginya.

            “Wah berarti kita sama! Tapi Mamaku blasteran Indo-Inggris. Kisahnya panjang sekali.” Ucap Disty. Gadis itu merasa senang karena Rio ternyata ada darah Indonesia. Tapi wajahnya lebih mendominasi cowok-cowok Inggris.

            Tiba-tiba Rio mendapatkan suatu ide. “Aku ingin tau banyak tentangmu dan Indonesia. Bagaimana jika nanti malam kita keluar bersama?” Usulnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar