Part 1
.
“Kau benar-benar akan pindah?”
Tampak kesibukan di rumahnya. Disty
memandang rumahnya dengan tatapan lesu dan ketidakrelaan. Kenapa ia harus
pindah? Kenapa ia harus pindah ke suatu Negara yang selama ini tidak pernah
menganggapnya ada? Disty akui Ayahnya memang asli orang Inggris sementara
Ibunya adalah blasteran Indo-Inggris. Karena itulah wajah Disty tidak
mencerminkan remaja-remaja Indonesia seperti yang lainnya. Wajahnya lebih
dominan ke wajah gadis-gadis british.
“Tar, aku baru tau sekarang. Mama
baru memberitahuku kalau sebenarnya aku itu orang Inggris, bukan orang
Indonesia. Pantas saja Mama selalu memaksaku untuk bisa berbahasa Inggris.”
Ucap Disty.
Namanya Adisty Christina Clifford.
Namanya memang tidak menampakkan nama Indonesia. Tapi kenapa baru ini ia sadar?
Kemana ia selama ini? Disty memang suka cuek dengan penampilannya. Bahkan bisa
dikatakan dia itu mirip cowok, ditambah lagi dengan potongan rambutnya yang
pendek. Di sekolah, Disty mengikuti musik. Ya, Disty jago sekali dalam hal
musik dan dia sudah menguasai beberapa alat musik terutama gitar.
Halilintar Morgen adalah cinta
pertama Disty. Disty mengenal Lintar ketika ia duduk di bangku SMP dan sekarang
ia sudah naik ke kelas dua SMP. Lintar adalah cinta pertamanya. Di sekolah,
Lintar cukup terkenal. Baru kelas satu saja dia sudah tergabung dalam tim inti
basket cowok SMP Adhira. Walau Lintar tidak pandai dalam hal musik, tapi Lintar
itu pandai berolahraga dan kemungkinan besar dia bisa menjadi atlet. Tubuhnya
juga tinggi walau agak kurus.
“Sebenarnya saat pertama aku bertemu
denganmu aku sudah curiga kalau kau bukan asli orang Indonesia.” Ucap Lintar.
Disty menatap cowok yang sangat
dicintainya itu. Lintar. Wajahnya begitu teduh. Hidungnya mancung, alisnya
tebal dan dagunya terbelah. Itulah hal-hal yang membuat Disty semakin sayang
dengan Lintar dan tidak mau kehilangan cowok itu. Tapi kali ini, ia harus bisa
kehilangan cowok itu karena ia harus pindah ke Inggris yang entah kenapa
merupakan suatu hal yang sangat dibencinya.
“Aku harus pindah.” Ucap Disty
dengan suara lesu.
Gadis berumur dua belas tahun itu
menundukkan wajahnya. Tentu saja Lintar tidak tega melihat ceweknya itu sedih.
Kemudian Lintar mengangkat dagu gadis itu dan mencoba untuk membuat Disty
bahagia untuk yang terakhir kalinya.
“Don’t
cry. Everything will be alright. I’ll beside you wherever you are. Whenever you
need me.” Ucap Lintar.
Disty mencoba untuk tersenyum. “Tapi
jarak Indonesia dengan Inggris jauh sekali. Aku tidak tau apakah aku betah disana.
Sehari saja tidak melihat ocehanmu sudah bisa bikin aku galau setengah mati.”
Ucapnya.
Lintar tertawa. Namun tawanya
terdengar hambar. “Aku sayang kamu Dis. Tapi kita harus mengakhirinya.
Percayalah. Suatu hari nanti kita akan bertemu. Mungkin di atas sana Tuhan
sedang membuat renana untuk kita berdua. Ingat Dis perjalanan kita masih
panjang. Disana ada banyak pengalaman-pengalaman baru yang harus kau hadapi. Keep strong!”
Bicara saja gampang sementara
menjalaninya pasti susah. Ia dan Lintar sudah lama menjalani hubungan. Hampir
setahun. Tapi apa benar ia harus putus dengan cinta pertamanya itu? Ia yakin
sekali lambat laun Lintar bakal melupakannya dan menemukan gadis yang lebih
baik darinya. Mudah bagi Lintar untuk menaklukan gadis-gadis yang dia inginkan.
“Disty! Ayo siap-siap!” Seru Bella,
Mama Disty. Disana Bella sudah siap dengan barang-barangnya.
Mendengar suara Bella, hati Disty
semakin pedih. Tuhan.. Benarkah ia harus meninggalkan seseorang yang sangat
dicintainya? Benarkah ia harus meninggalkan Lintar? Apa yang harus ia lakukan?
Bolehkah ia membatalkan semua rencana bodoh ini?
“Dis, pergilah. Aku ikhlas walau
rasanya sakit. Jangan lupa balas email-ku ya. Aku janji akan menyusulmu.” Ucap
Lintar.
Disty bisa menangkap wajah kesedihan
Lintar. Lintar benar. Ia harus pergi. Ia harus ikhlas menerima semua ini walau
rasanya sakit. Disty pun tersenyum. Kemudian secara mendadak ia memegang dagu
Lintar dan itu membuat Lintar menjadi kaget. Ya. Itulah hobi Disty. Gadis itu
suka sekali memainkan dagunya.
“Aku akan selalu merindukan dagumu.”
Ucap Disty sambil tertawa.
Lintar pun cemberut. “Aku tau kau
menyukaiku karena dagu-ku ini. Oke. Aku terima.” Ucapnya kemudian tertawa.
Cowok itu pun membelai rambut Disty yang sudah sampai sebahu. Tumben Disty
belum memotong rambutnya. “Dis, makasih untuk sepuluh bulan ini ya dan maaf
kalau aku belum bisa menjadi apa yang kau inginkan. Aku tau kok Dis kalau kau
kepingin aku bisa memainkan alat musik terutama gitar tapi maaf banget ya Dis. Aku
tidak tertartik dengan musik atau apalah. Tapi aku janji kalau aku akan menjadi
penyanyi terkenal. Semua itu aku lakukan untuk kau.” Sambungnya.
Disty tersenyum. “Tidak. Aku ingin
kau jadi atlet terkenal. Mmm.. Selamat tinggal ya. Aku janji akan membuat satu
lagu untukmu. Nanti aku kirim lewat email.” Ucapnya.
“Iya. Hmmm.. Cowok-cowok Inggris
ganteng-ganteng lho Dis. Tinggi-tinggi lagi.” Goda Lintar dan langsung mendapat
toyoran dari Disty.
Setiap ada pertemuan memang ada
perpisahan. Disty harus bisa merelakan hatinya berpisah dengan Lintar walau
rasanya sakit. Tapi ia yakin sekali Lintar pasti akan datang padanya dan ia
akan hidup bahagia bersama cinta pertamanya. Ya.
Selamat tinggal Lintar….
***
Perjalanan yang sangat jauh dan
melelahkan. Saat ini Disty bersama Bella duduk tenang di pesawat yang membawa
mereka menuju Singapura karena tidak bisa langsung terbang ke Inggris. Selama
ini, Disty hanya mengetahui keluarga Ibunya. Itupun hanya sedikit dan Disty
hanya mengenal Neneknya saja. Sepertinya Bella harus menceritakan kisahnya lagi
sehingga ia bisa mengerti bagaimana sejarah hidupnya.
“Kau mirip Ayahmu..” Ucap Bella
sambil tersenyum.
Ayah. Disty tidak pernah menganggap
ada Ayahnya. Kata Bella, Ayah sudah lama meninggalkannya waktu ia masih kecil.
Apa orang itu bisa disebutnya sebagai Ayahnya? Apa seorang Ayah tega
meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil? Bahkan Disty sama sekali tidak
pernah melihat bagaimana wajah Ayahnya. Tiba-tiba Disty teringat dengan Lintar.
“Kamu keinget Lintar ya?” Tanya
Bella. Sedari tadi Disty diam saja dan tidak mau bicara.
“Ma, kenapa sih kita harus pindah ke
Inggris? Disty sudah bahagia tinggal di Indonesia. Disty tidak mau berpisah
dengan Lintar. Mama tega sekali ya melihat Disty sedih.” Ucapnya.
Bella menghela nafas panjang.
“Sebenarnya, ini permintaan Ayahmu demi masa depanmu.” Ucapnya.
Ayah lagi. Disty sudah sangat muak
dengan nama ‘Ayah’. Kenapa Ayah peduli dengannya? Ia tidak membutuhkan Ayah.
Toh ia sudah bahagia dan berkecukupan tinggal di Indonesia bersama Ibunya. Apa
Ayahnya sudah bangun dari tidurnya? Kalau iya, kenapa tidak Ayahnya sendiri
yang datang ke Indonesia?
“Dis, Mama akan menceritakan sebuah
kisah dan kamu harus mendengarkannya baik-baik.” Ucap Bella.
Disty agak sedikit mencair mendengar
ucapan Bella. Mungkin sudah seharusnya Bella menceritakan kisah yang sudah lama
dirahasiakan ini.
“Mama lahir dari keluarga yang
berkecukupan. Kakekmu itu orang Inggris yang tidak sengaja jatuh cinta dengan
Nenekmu yang asli Indonesia. Saking cintanya, akhirnya kakekmu menikahi nenekmu
dan lahirlah Mama. Tapi sayang, sewaktu Nenekmu melahirkan anak yang ke-enam,
disitulah kakek meninggal karena kanker.
Waktu berlalu begitu cepat. Mama
diterima kuliah di Inggris. Mama senang sekali. Tidak sia-sia Mama belajar
mati-matian demi bisa mendatangi Negara Kerajaan itu, juga mencari keluarga
Kakekmu dan Mama menemukannya. Mama tinggal bersama keluarga kakekmu dan Mama
sudah jatuh cinta dengan London. Di tambah lagi Mama jatuh cinta dengan seorang
pemuda yang adalah Ayahmu sendiri. Akhirnya kami menikah dan hidup bahagia.
Pertama, lahir anak laki-laki
bernama James. Dia tampan seperti Ayahnya. Selang dua tahun, lahir anak
laki-laki bernama Michael. Dia juga tampan tapi lebih mirip Mama. Terakhir,
lahirlah kamu. Satu-satunya anak perempuan Mama. Jadi, artinya kamu mempunyai
dua kakak laki-laki yang sekarang ini tinggal di London.
Ketika kamu berumur satu tahun,
cobaan itu muncul. Waktu itu Mama berumur dua puluh sembilan tahun dan Mama
dituduh selingkuh dengan lelaki lain dan Ayahmu sangat marah. Mama tidak bisa
berbuat apa-apa padahal Mama waktu itu dijebak. Akhirnya, Mama terpaksa pulang
ke Indonesia dengan syarat Mama pulang bersamamu dan Ayahmu setuju. Mama pun
memulai kehidupan baru di Indonesia dan Mama bahagia tinggal di Indonesia meski
terkadang Mama merindukan London. Juga dua kakakmu itu, James dan Michael.
Sampai akhirnya Ayahmu percaya kalau
Mama tidak bersalah dan Ayahmu menyuruh Mama kembali ke London. Waktu itu kamu
berumur sepuluh tahun. Lama memang Ayahmu percaya pada Mama. Katanya, Ayahmu
masih mencintai Mama. Mama pun sebaliknya. Tapi Mama ingin kembali ke London
ketika kamu sudah kelas dua SMP dan sekarang inilah waktunya. Mama tidak bisa
menolakan ajakan Papa untuk kembali ke London.”
Disty mendengar kisah Bella dengan
seksama. Disty menyimpulkan bahwa Bella sangat mencintai Ayahnya. Apapun
perintah Ayahnya, Bella selalu turutin. Disty begitu kagum dengan sosok Ibu
seperti Bella. Dan Disty sedikit terkejut kalau ternyata ia mempunyai dua kakak
kandung. Cowok lagi sesuai dengan impiannya.
“Kalau boleh Disty tau, nama Ayah
siapa?” Tanya Disty.
“Nama Ayahmu Thomas Ray Clifford.”
Jawab Bella.
Oh, ternyata Clifford adalah nama
Ayahnya yang ada di nama panjangnya. Makanya nama ‘Clifford’ terdengar aneh di
telinga orang-orang Indonesia. Karena cerita Bella, Disty tidak bisa berbuat
apa-apa lagi untuk memaksakan kembali balik ke Indonesia. Ia kagum dengan
perjuangan dan kesetiaan Ibunya.
“Disty, Mama harap kamu bisa
menerima semuanya. London adalah sebuah Kota yang indah. Mama yakin sekali
ketika kamu tiba di bandaea Heathrow, kamu langsung jatuh cinta dengan London.”
Ucap Bella sambil tersenyum.
‘”Iya, Ma.” Jawab Disty singkat.
Hampir saja Disty melupakan Lintar.
Tapi bukankah sebaiknya ia melupakan Lintar? Tidak bisa dipungkiri kalau
mungkin Lintar sekarang sedang tertawa bersama seorang cewek. Disty sadar
banyak sekali cewek-cewek yang membencinya karena ia pacaran dengan Lintar.
Tapi ia tidak boleh berburuk sangka. Siapa tau kan suatu hari nanti Lintar akan
datang padanya dan ia akan hidup bahagia bersama Lintar?
***
“Disty?”
Samar-samar Disty mendengar suara
seseorang yang tidak lain adalah suara Bella. Disty bangun dari tidurnya sambil
mengucek-ngucek mata. Ia merasa tidak memimpikan apapun. Keinginannya hanya
satu, yaitu ia cepat-cepat tiba di rumah karena ia tidak betah duduk di pesawat
yang membosankan walau sudah beberapa kali diputarkan film.
“Sudah sampai?” Tanya Disty. Gadis
itu melihat pemandangan di luar jendela. Gelap. Artinya sudah malam.
“Sebentar lagi kita akan turn off.”
Ucap Bella.
Akhirnya… Batin Disty. Rasa
kantuknya langsung hilang. Sebentar lagi pesawat akan turun dan ia sudah tiba
di London. Memang sangat lama berada di pesawat. Belasan jam ia di pesawat dan
ia baru bisa tidur nyenyak di jam ke enam.
Pesawat pun turun dengan selamat dan
Bella bernafas lega. Ini bukan pertama kalinya ia naik pesawat dari Indonesia
ke Inggris. Sudah berkali-kali malah. Bella dan Disty pun keluar dari pesawat
dan mereka sudah bisa menyaksikan bandara Heathrow yang sangat besar dan ramai.
Memang bandara Heathrow adalah salah satu bandara tersibuk di dunia.
‘Jadi ini London?’ Batin Disty. Ia
sedikit menemukan wajah-wajah Asia. Itupun tidak dari Indonesia dan kebanyakan
dari Cina, Jepan dan Korea. Ketika sudah mengambil barang-barang, Bella
mengajak Disty untuk keluar dari bandara karena seseorang sudah menunggu
disana. Disty yakin sekali orang itu tidak lain adalah Ayahnya. Entah kenapa
jantungnya berdebar-debar.
Bisa ia lihat kebahagiaan muncul
menghiasi wajah lelaki itu yang rasanya sudah tidak asing lagi. Benar kata
Bella. Ia mirip dengan Ayahnya. Disty merasa sedikit terharu melihat pertemuan
Ayah dan Ibunya.
“Disty ya?” Tanya Thomas dalam
bahasa Inggris.
“Ya.” Jawab Disty singkat. Ia
bingung mau bicara apa lagi. Bukannya ia tidak fasih berbahasa Inggris, ia
hanya kehabisan kata-kata.
Ketiganya pun memasuki mobil yang
begitu keren bagi Disty. Ternyata Thomas sangatlah kaya. Itu bisa dilihat dari
penampilannya. Tapi Disty tidak menemukan dua kakaknya. Mungkin mereka berada
di rumah. Tiba-tiba Disty teringat sesuatu. Cepat-cepat ia membuka ponsel-nya.
Disana ia masih memasang wallpaper fotonya dengan Lintar. Lintar?
Subject: London is A Beautiful Place
Hai Lintar! Disana jam berapa? Aku
sudah sampai di London dengan selamat. Benar apa kata Mama. London adalah Kota
yang indah meski malam hari. Aku sudah bertemu dengan Ayah dan dia mirip
denganku. Kami memang banyak sekali mempunyai kesamaan. Tau tidak, baru sampai
di London saja aku udah kangen berat sama kamu. Aku tidak sengaja liat fotomu
yang sengaja aku jadikan wallpaper HP-ku. Hmm.. Udah itu aja ya cuma mau kasih
tau kalau aku sudah tiba di London. Janji ya akan menyusulku kesini dan kau
bakal jatuh cinta dengan kota ini!
Setelah mengirim email, Disty
melihat-lihat pemandangan di luar kaca mobil. Sama seperti Jakarta tapi
kesannya beda. Bangunan di London terlihat seperti bangunan-bangunan pada masa
Kerajaan. Yaiyalah kan Inggris itu negerinya Raja. Disty mencari-cari Big Ben,
jam besar yang ada di Inggris. Tapi dimana?
Sesampai di rumah, Thomas
mengeluarkan barang-barang yang di simpan di bagasi mobil. Di sampingnya, Bella
merangkul pundaknya. Rumah mewah dihadapannya ini adalah rumahnya. Tetapi Disty
merasa ia tidak pantas tinggal di rumah mewah seperti ini.
“Ayo masuk. Ini juga rumah kalian.”
Ucap Thomas sambil tersenyum.
Disty masuk ke dalam rumah itu dan
suasananya tampak berbeda dengan rumahnya. Banyak barang-barang antic yang
sengaja di taruh di ruang tamu. Ada juga beberapa lukisan yang sengaja di
pajang di tembok. Disty sempat memandangi sebuah foto yang isinya adalah dua
anak cowok yang masih imut-imut. Mereka-kah kakak kandungnya?
“MOM YOU’RE COMING !!!” Seru suara
seorang cowok dan langsung memeluk tubuh Bella. Kemudian datang cowok lain yang
wajahnya lebih dewasa dari cowok yang berseru tadi.
“Michael udah besar ya, Mama kangen
sekali sama kamu.” Ucap Bella.
Disty tersenyum menyaksikan
kerinduan antara Ibu dan anak. Kemudian matanya bertatapan dengan mata seorang
cowok yang ia rasa adalah kakak tertuanya.
“Kak James ya?” Tanya Disty.
Cowok itu tersenyum. “Ya. Aku James.
Aahh.. Tidak ku sangka aku mempunyai adik perempuan yang cantik dan mirip
Ayah.” Ucapnya lalu memeluk tubuh Disty dengan erat.
Thomas melihat kebahagiaan
keluarganya. Bodoh sekali ia menuduh istrinya dan ternyata istrinya sama sekali
tidak bersalah. Semoga dengan cara ini ia bisa memperbaiki kesalahannya.
Setelah kangen-kangenan dan bercerita panjang lebar, Thomas menunjukkan
kamarnya dan letaknya di lantai dua. Disty tersenyum melihat kamarnya yang
terkesan indah.
“Terimakasih Yah.” Ucap Disty.
“Kau tidak marah kan ke Ayah?” Tanya
Thomas.
Disty tersenyum. “Tidak apa-apa kok
Yah.” Ucapnya lalu masuk ke kamar.
Satu hal yang tidak akan pernah
dilupakannya. Disty selalu membawa gitarnya kemanapun ia berada. Tentu saja ia
membawa benda kesayangannya itu ke tempat ini dan \rasanya ia siap membuat lagu
untuk Lintar. Sebelum memainkan gitarnya, Disty iseng membuka ponselnya. Siapa
tau Lintar membalas emailnya.
Subject: I Miss You
Syukur deh kau sudah tiba di London
dengan selamat. Aku kesepian disini. Aku ingin lihat kau bermain gitar dan
menciptakan nada-nada indah. Btw aku janji Dis akan belajar main gitar dan aku
akan tunjukkan ke kamu kalau aku itu bisa bermain gitar dengan baik. Tunggu aja
ya aku akan datang untukmu. Disini, aku selalu merindukanmu. Tetap kirim email
ya J
Setelah membaca balasan email dari
Lintar, Disty tidak bisa menahan senyumnya. Lintar.. Lintar… Sudah berkali-kali
Disty mengajari Lintar bermain gitar tapi tidak bisa-bisa juga. Padahal Lintar
itu cowok lho kan aneh rasanya kalau cowok itu tidak bisa bermain gitar.
Ya. Disty menemukan sebuah lagu yang
ia rasa cocok dinyanyikan untuk Lintar. Cowok yang sangat ia cintai sekaligus
cinta pertamanya.
I’ll Always Remember You.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar