expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 03 September 2013

Please, Don't Forget Me! ( Part 32 )

Hy all !!

Ini part 32 nya..

Happy reading (:

Part 32
.

.

.

Jasadnya telah selesai dimakamkan. Tepatnya berada di samping kuburan sang kakak. Shilla mencoba untuk tenang dan tidak histeris lagi. Ia tau, Dea melakukan hal bodoh ini karena sudah tidak sanggup lagi. Oh De.. Sebenarnya kamu tidak salah.. Mengapa kamu bunuh diri? Alvin tidak suka hal itu.

Di sampingnya, ada Cakka yang selalu menemainya. Cakka yang membuatnya setenang ini. Orang-orang sudah pergi meninggalkan pemakaman ini. Shilla jadi tau, keluarga Dea cuman dikit. Kedua orangtua Dea entah pergi kemana. Mungkin hal itu juga mendorongnya untuk bunuh diri.

“Aku kasian sama Dea.” Kata Shilla.

“Udahlah, biarkan dia pergi.” Kata Cakka.

“Iya, aku tau. Tapi kenapa dia memutuskan bunuh diri saja? Apa dia tidak takut masuk neraka?”

Cakka tersenyum lalu merangkul Shilla. “Bukannya kamu pernah ingin bunuh diri juga? Karena meninggalnya Alvin?”

“Iya, hehehe.. Untung Cakka yang nyelamatin Shilla. Makasih ya..”

“Iya, kalo gitu kita balik saja. Cakka mau neraktir Shilla makan di restaurant. Gimana? Shilla lapar kan?”

@restaurant saji

Setelah pesanan yang mereka pesan ludes, Shilla memulai pembicaraan duluan. Ia ingin tau bagaimana keadaan Rio. Cakka tentu tau karena Cakka serumah sama Rio.

“Gimana? Apa Rio baik-baik saja?” Tanya Shilla.

“Tidak. Aku jarang lihat Rio tersenyum. Anak itu sering mengurung diri di kamar. Bahkan ia tidak mau kerja.” Jawab Cakka sedih. Ia prihatin betul dengan keadaan Rio yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

“Oo, lalu, gimana caranya buat Rio bahagia? Cakka tau?”

Yang ditanya menggeleng. Sikap Rio belakang-belakangan ini sulit ditebak. Kadang Rio bersikap dingin, ramah, ataupun marah. Sikap Rio berubah-ubah sejak Ify resmi menjadi istri Gabriel. Oh, apa yang harus ia perbuat? Menasehati Rio sampai suaranya habis?

“Cakka tidak tau. Udah deh, jangan pikirin Rio. Cakka yakin kok lama kelamaan Rio kembali ceria. Tidak mungkin kan Rio berpikiran seperti Dea?”

Benar juga! Rio termasuk ke dalam orang-orang yang tegar dan tidak mudah putus asa. Masalah itu akan hilang beberapa waktu ke depan. Shilla yakin, Rio mampu menghadapi masalahnya itu. Shilla kenal betul dengan Rio, pacar eh salah, mantan dari sahabatnya itu.

***

Di rumah yang menurutnya rumah siksaan itu, ia kembali lagi ke dalam ‘kurungan’ bak penjara. Waktunya banyak ia habiskan di dalam ‘kurungan’ itu. Lelaki yang dulu dicintainya dan yang menjadi suaminya secara tiba-tiba menyiksanya tanpa alasan. Sion, lelaki itu berubah total. Yang dulunya ramah, penyayang, mudah senyum kini berubah menjadi lelaki terganas yang pernah ia kenal. Apa perubahan sikap itu ada hubungannya dengan botol yang ia temukan tadi?

Agni, cewek itu menitikkan air mata. Rumah tangganya hancur, dan ia tak akan pernah bahagia. Ingin sekali ia menjadi wanita pada umumnya. Wanita yang hidup bahagia bersama seorang lelaki yang dicintainya. Tapi, ada satu rahasianya. Ia masih perawan dan Sion tidak berani menyentuhnya dan malah menyiksanya. Apa artinya ini? Apa ia terkena suatu penyakit mematikan? Ia rasa tidak. Agni tidak pernah berhubungan dengan cowok manapun.

Di dalam kamar yang menurutnya adalah kurungan, Agni menatap pemandangan sore melalui jendela kamar yang damai. Sore itu cocok dijadikan sebagai teman perjalanan. Biasanya, sore-sore ini ia bete di rumah dan memutuskan untuk jalan-jalan ditemani angin sore yang menyejukkan hati. Tapi sekarang, keluar dari kamar pun ia takut. Apalagi keluar rumah? Bisa-bisa ia dibunuh sama Sion.

Oh, apa yang harus aku lakukan demi menjadi manusia yang bebas? Agni merasa seperti burung kecil di dalam kurungan. Yang tidak diizinkan pemiliknya untuk terbang bebas. Tapi, ia bukan burung. Ia adalah manusia yang mempunyai perasaan. Ia bukan burung atau yang lainnya. Jadi, apakah ia akan melarikan diri dari rumah ini? Dan mencari tempat yang nyaman?

Mungkin itu ide yang cemerlang, tetapi sulit untuk dilakukan. Rumah ini terjaga ketat. Setiap pintu memilik kunci tersendiri yang dismpan pada sebuah tempat rahasia yang tidak ia ketahui. Hanya Sion yang mengetahui seluk beluk rumah ini. Bukannya rumah ini milik Sion?

Tapi yah, Agni berhak tau seluk beluk rumah ini. Rumah sion adalah rumahnya juga. Oke. Jika ia lelah menghadapi deritanya ini, maka rencana pelarian diri akan ia susun dengan baik, agar rencana itu berjalan lancar. Kota yang menjadi tujuan pelarian diri yang pertama adalah Jakarta. Karena sebagian hidupnya ia habiskan di Kota itu. Kota yang mengisahkan kisah-kisah tersendiri. Tiba-tiba ia teringat Cakka. Oh, apakah Cakka masih mengingatnya? Jujur, ia masih memiliki rasa-rasa itu. Tapi Agni yakin, Cakka sudah menikah dan hidup bahagia. Tidak seperti dirinya.

Agni pun mengambil kertas HVS dari laci mejanya. Dengan teliti ia membuat sebuah rencana. Rencana yang ia yakini akan berjalan sukses dan Sion tidak akan pernah lagi menemukannya, dan ia siap menanggung segala resiko rencananya.

***

Mungkin... Mungkin ini terakhir kali ia melihat Kota ini. Kota yang sangat dicintainya. Kota yang merupakan sebagian dari hidupnya. Ify, ia berusaha menegarkan diri agar cairan bening itu tidak keluar. Ia boleh saja menangis. Tapi bukan tangisan kesedihan, melainkan tangisan kebahagiaan. Oh God! Kuatkanlah hamba-Mu ini..

Sebelum ia berangkat ke bandara, Ify minta izin ke Gabriel untuk terakhir kali melihat danau. Danau yang tak akan pernah ia temukan di Makassar nanti. Gabriel mengangguk mengiyakan, tapi jangan lama-lama karena sebentar lagi taksi datang.

Kedua kakinya melangkah menuju tempat yang sangat ia rindukan. Danau... Apa aku salah mengambil keputusan? Ify duduk di tepi danau itu. Kedua matanya ia edarkan ke danau yang luas itu. Disana ia melihat angsa-angsa yang sedang berenang dengan riangnya. Angsa.. Ify jadi teringat Rio. Sedang apa Rio sekarang? Ify berharap Rio bahagia melihat ia pergi.

“Ify..” Lirih seseorang.

Deg! Suara itu.. Ify mencoba menganggap suara itu tidak nyata. Jika suara itu nyata, tentu air matanya akan turun. Dan ia tidak mau itu terjadi.

“Fy..”

Tiba-tiba ada tangan yang merangkulnya. Ify kaget. Dengan jantung yang berdebar-debar, Ify menoleh ke arah kanan. Dapat ia lihat wajah seorang lelaki yang sangat dicintainya. Benar. Ia salah mengambil keputusan.

“Rio..” Kata Ify ragu. Perlahan, ia menjauhi Rio.

“Maaf ya Fy, Rio udah rangkul Ify. Maaf ya, Ify pasti marah.” Kata Rio. Ia pun sedikit bergeser menjauhi Ify.

Selanjutnya, terjadi keheningan. Ify ingin mengucapkan kalimat ‘selamat tinggal’ pada Rio. Tapi ia tak kuasa. Rio datang pada waktu yang tidak tepat. Tiba-tiba HPnya berdering. Dan, saatnyalah ia meninggalkan tempat ini. Ify mencoba menguatkan hatinya.

“Se.. Selamat tinggal Yo..” Lirih Ify. Namun Rio dapat memahami kalimat itu. Rio mencoba tersenyum walau rasanya sulit untuk tersenyum.

“Kamu mau kemana?” Tanya Rio berusaha ceria.

“Ke Makassar. Disana Ify akan tinggal sama Gabriel. Dan Ify nggak akan kembali lagi ke Jakarta.” Jelas Ify sesak. Air matanya ia tahan agar tidak keluar.

“Oh..” Sungguh. Ia tidak mau berpisah dengan orang yang sangat ia cintai. Ify.. Kenapa kamu tega memilih melanjutkan pernikahan itu? Oke, aku terima giliran kamu yang melupakan aku. “Baiklah. Selamat tinggal, semoga kamu bahagia disana. Ohya, rumah Rio ada di Manado. Kamu bisa berkunjung kapan saja kalo kamu mau.” Kata Rio.

Ify tidak menjawab. Ia menatap wajah lelaki yang sebentar lagi akan ia tinggal. Rio.. Maafkan aku, maafkan aku. Terkahir kali, Ify tersenyum. Bukan, bukan senyum kebahagiaan. Tapi senyuman kemalangan. Lalu, ia paksakan kedua kakinya untuk meninggalkan danau itu.

“Good bye Fy!” Teriak Rio.

Kedua kakinya terhenti mendengar suara itu. Tapi, ia paksakan lagi untuk berjalan. Sekarang, yang hanya ia rasakan adalah dada yang sesak dan kaki yang kesakitan. Oh.. Aku memang salah memutuskan.

“Lama banget.” Kata Gabriel melihat jam tangan.

“Maaf.” Jawab Ify pelan lalu tersenyum. Ia tidak mau Gabriel mengetahui bahwa ia sedang sedih.

Taksi itu pun melaju kencang membelah kota Jakarta yang ramai. Di belakang, Ify memandangi jalan raya macet sambil tersenyum pahit. Oh, jika ada dua pilihan memilih mati atau melanjutkan perjalanan ke Makassar, tentu ia memilih pilihan pertama. Lebih baik mati daripada menderita di Makassar nanti.

***

Kembali ia membuka kenangan itu. Dengan tangan yang bergetar, Rio membuka folder berisi fotonya dan foto Ify. Foto itu sudah lama ia ambil. Tepatnya saat SMA. Tak lupa pula video-video itu yang membuat dadanya sesak. Di danau, di Kuta Bali, di Ancol... Oh, andai kata waktu dapat diulang kembali. Andai Ify menjadi miliknya lagi.

Sudah cukup ia menderita karena cewek. Rio bersumpah tak akan pernah lagi mencintai cewek. Cukup Ify saja yang menjadi cinta pertama dan terakhirnya. Percuma saja dia menikah dengan cewek yang tidak ia cintai. Ia malah membuat cewek itu menderita. Ya, giliran ia yang dilupakan Ify.

Di dalam kamar yang sumpek, Rio berusaha menceriakan pikiran. Ia mengutak-atik laptopnya dan membuka microsoft word untuk mengetik sesuatu. Entah apa yang ia ketik, tapi ketikannya itu jika dibaca seperti sebuah puisi kesedihan.

Drtrdrtdrt...

Message From : Pak Yus

Maaf pak, bapak hrs kmbl bekerja. Kalo tdk, kami bisa saja memecat bpk.

Rio menghela nafas pajang. Sudah berapa lama ia tidak kerja dan menganggur? Ia tau. Jika ia tidak kembali bekerja, tentu tak segan-segan ia dipecat. Dan ia tidak mau hal itu terjadi.

Message To : Pak Yus

Baiklah. Bsok saya kembali bkrja.

Kehidupannya mungkin dapat kembali menjadi normal. Rio kembali pada pekerjaannya dan kehidupannya yang sempat ia lupakan. Hanya ada satu yang berbeda. Ada rasa rindu yang menyelinap masuk ke dalam celah-celah tubuhnya. Rio rindu masa-masa SMA dulu, Rio rindu dengan sahabat-sahabatnya, Rio rindu menjadi anak remaja. Ah Yo, apa yang kamu pikirkan? Kamu bukan remaja lagi Yo, ingat. Jangan berpikiran seperti itu. Itu adalah masa lalumu. Jangan memikirkan masa lalu yang tidak dapat kembali, dan pikirkanlah masa depan.

Baiklah. Ia yakin mampu menghadapi semuanya. Puisi yang ia buat sudah selesai. Berulang-ulang kali ia membaca puisi itu dan berulang-ulang kali ia tersenyum. Puisi itu menggambarkan seorang lelaki yang sedang merindukan seorang gadis yang dicintainya. Ya, semua terinspirasi dari Ify. Ify? Apa dia sudah sampai di Makassar? Semoga saja dia selamat.

Setelah puisi yang dirasanya cukup sempurna, Rio menyimpan puisi itu di folder pribadinya yang artinya tidak dapat dibaca oleh siapapun. Betapa malunya ia jika ada orang yang membaca puisinya itu. Lalu, ia kembali fokus pada pekerjaannya yang sempat ia tunda.

***

Bulan pada malam itu tidak terlihat. Kiranya malam itu sedang mendung. Agni tersenyum puas karena tau dimana letak Sion menyimpan kunci. Tepatnya di gudang belakang. Sion tidak ada di rumah. Jadi, ini merupakan kesempatan besarnya untuk kabur. Semua barang-barangnya sudah ia kemasi. Mulai dari pakaian, dan barang lainnya. Saat semuanya beres, diam-diam Agni membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci. Benar-benar malam keberutungan.

Gudang itu gelap. Agni menyalakan senter yang ia pegang. Dimana ya kunci itu? Gudang itu sangat mengerikan. Hidungnya pun mencium bau obat yang sangat menyengat. Apa? Sepertinya itu obat.. Ah sudahlah. Agni sudah tidak peduli lagi. Nah, itu dia kuncinya! Sebuah kotak berukuran sedang yang menjadi tempat penyimpanan kunci. Agni mengambil kotak itu.

Selesai! Ia suda bebas. I’m free! Batin Agni. Pelan-pelan, ia meninggalkan rumah mengerikan itu. Ya! Tujuannya adalah terbang ke Jakarta. Agni belum memesan tiket pesawat. Itulah yang menjadi masalahnya. Lalu, ia mendapatkan sebuah ide cemerlang. Ngapain juga naik pesawat? Naik bus saja bisa.

***

WELCOME TO MAKASSAR

Sampai juga mereka di Kota Makassar. Kota besar yang cukup terkenal. Gabriel sudah mempersiapkan rumah di kota ini. Rumah yang ia yakini dapat membahagiakan Ify. Gabriel yakin Ify kerasan tinggal di rumah baru ini.

Taksi mengantar keduanya menuju rumah yang ia maksud. Malam hari yang dingin ini, Gabriel melihat Ify tertidur pulas disampingnya. Wajah Ify sangat kelelahan. Gabriel tersenyum. Ify pasti kaget sewaktu menemukan rumah baru yang tak biasa.

Perjalanan menuju rumah itu nggak sampai sejam kok. Cukup lima belas menit mereka sampai. Dengan pelan-pelan dan hati-hati, Gabriel membopong Ify memasuki rumah itu. Ya, rumah tipe orang kaya. Rumah idaman semua orang. Gabriel meletakkan tubuh Ify di atas kasur empuk. Ia pun mencium kening Ify.

“Mimpi indah sayang..”

Tiba-tiba, Ify bersuara. Gabriel yakin Ify sedang mimpi. Tapi, ada satu perkataan Ify yang membuatnya pucat dan serba salah.

“Rio..Rio..Rio..”

Oh, apa Ify masih mencintai Rio? Kalo iya, mengapa Ify memilih melanjutkan pernikahan itu? Gabriel tak habis pikir. Tapi ia yakin, keputusan Ify adalah keputusan yang tidak akan Ify ubah. Gabriel berjanji akan membahagiakan Ify. Apapun caranya.

***

Matanya terasa berat. Perjalanan dari Yogya ke Jakarta membuat tubuhnya letih. Agni hanya tidur beberapa jam saja. Pikirannya dihantui oleh Sion yang mengetahui ia melarikan diri. Sekarang, kemana ia akan tinggal? Kedua orangtuanya sudah meninggal. Agni tidak berani meminta bantuan kepada saudara-saudaranya.

Aw! Perutnya bunyi, tanda ia lapar. Agni mencari tempat makan yang harganya murah. Hanya dengan berjalan kaki, Agni sampai di rumah makan yang tempatnya lumayan besar. Agni ingat rumah makan itu. Dulu, rumah makan itu yang menjadi langganannya. Bahkan Agni hafal nama pemilik rumah makan ini.

Agni memesan soto Betawi dan jus jeruk. Harganya tidak terlalu mahal dibanding dengan rumah makan lainnya. Setelah pesanan datang, Agni melahap soto itu dengan semangat ’45, seperti orang yang kelaparan setengah mati. Tiba-tiba, ingatannya kembali pada sosok Cakka. Cakka, ya! Cakka tentu bisa membantunya. Agni yakin itu.

Siang ini cukup panas. Agni memakai topi karena tidak tahan menghadapi panasnya siang ini. Sekarang, bagaimana caranya agar bisa bertemu Cakka? Ia lupa alamat rumah Cakka. Agni duduk di salah satu bangku di pinggir jalan raya. Ia memainkan HPnya karena bosan. Tumben, Sion tidak menelponnya atau mengirimnya pesan. Apa Sion sudah tidak lagi mempedulikannya? Kalo itu yang terjadi ya Agni bersyukur saja.

“Oh, hai! Maaf..” Kata sebuah suara yang mengagetkannya.

***
TBC....

Kalo ada yang aneh ato nggak nyambung komen ajj (:

Ohya, yang berbaik hati Follow ya twitter sayaa @Uny_Fahda19 , ntar tak folback (:

Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com

Makasiiii (:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar