expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 04 Oktober 2013

Miracle of Rainbown ( Part 5 )

Part 5

.

.

.

Pelangi di sore hari itu menjadikan sebuah pemandangan yang indah. Dua cewek sedang berjalan menelusuri taman yang asri itu. Gerimis rintik-rintik membuat mereka memaksa menggunakan topi, karena kalo tidak penyakit flu lebih cepat menyerang dan membuat tubuh menjadi lemah.

“Lihat! Pelangi itu indah banget ya.” Puji Sivia menatap langit.

Ify mengangguk. Pelangi memiliki arti tersendiri baginya. Pelangi bukan saja indah dan membuat pemandangan menjadi lebih berwarna. Tapi ada arti lain dari pemunculan pelangi itu. Ingin saja Ify kembali pada masa kanak-kanaknya dan menyanyikan lagu Pelangi.

“Gue heran deh. Kok Kota Bandung sekarang ini dihujani pelangi ya?”

Mungkin kata orang yang ia pikirkan benar. Ingatlah selalu dengan pelangi dan kau pasti menemukan keajaiban disana. Keajaiban yang ingin ia dapatkan adalah bisa menjadi sahabat dekat cowok yang sangat ia sukai. Rio.. Apakah pelangi dapat membantunya? Betapa konyolnya ia berharap pada pelangi kalo ia tidak berusaha.

“Fy, lo lagi mikirin apa?” Tanya Sivia.

“Ng.. Nggak ada kok Vi. Emang sih, belakang-belakangan ini pelangi sering muncul. Ajaib banget ya.”

“Hmm, emangnya ada apa ya? Seperti ada sesuatu yang membuat pelangi itu muncul menghiasi kota ini.”

Tidak. Ia tidak boleh menangis lagi. Ify sudah berjanji untuk tidak menangisi orang yang dipikirkannya. Ah ya, bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja disana? Orang itu tak pernah memberinya kabar.

“Apa masuk akal Vi kalo kita berharap pada pelangi?” Tanya Ify.

Sivia memandangi Ify heran. “Enggak lah Fy. Pelangi itu benda mati. Bukan Tuhan yang bisa mengabulkan doa kita. Sama saja seperti bintang jatuh. Kata orang, kalo ada bintang jatuh harapan kita akan terwujud. Bodoh sekali yang mempunyai pemikiran kayak gitu.”

Benar juga. Pelangi itu benda mati. Pelangi itu bukan Tuhan. Tapi, Ify yakin sekali. Pelangi itu dapat memberikan keajaiban yang tak terduga. Ify selalu mengingat perkataan sahabatnya mengenai pelangi itu. Sahabat yang sangat ia rindukan dan tidak tau bagaimana kabarnya.

“Eh, bukannya itu kak Alvin?” Tanya Sivia.

“Iya. Udah, samperin aja.” Kata Ify.

Dengan semangat, Sivia meninggalkan Ify menuju tempat Alvin berada. Cowok itu sedang jalan santai sambil mendengarkan earphone di ipodnya. Timbul ide untuk membuat cowok playboy itu penasaran. Sivia mulai melakukan aksinya.

Benar juga! Alvin tertarik padanya. Yeah! Ide berjalan lancar. Cowok playboy itu akhirnya kena juga. Sivia ingin saja tersenyum tapi ia tahan. Ia nggak mau ketauan Alvin kalo ia sednag pura-pura.

“Mmm, hai!” Sapa Alvin ramah. Yang disapa cuek saja. Lalu Alvin melepaskan earphonenya seraya menatap cewek yang ia lihat itu.

“Lo tuli ya?” Tanya Alvin bercanda. Tapi cewek itu tak merespon. Sivia sedikit melihat wajah Alvin, lalu ia beralih melihat pemandangan lain.

“Hello!” Kata Alvin lebih keras.

Dalam hati, Sivia tertawa ngakak. Alvin kena dalam idenya. Cowok itu penasaran bukan melihat sikapnya yang cuek? Sivia melihat jam ditangannya. Hmmm, sebaiknya pergi aja deh. Nggak nahan ada di tempat ini. Tapi...

“Mau kemana lo? Sebenarnya lo siapa sih? Ngapain lo cuek gitu? Lo tuli apa buta sih?” Tanya Alvin tanpa titik, koma dan jeda.

Oke. Kali ini Sivia bermaksud merespon perkataan Alvin. Jika dipikir-pikir, kasian juga kan kalo Alvin dicuekin?

“Maaf kak. Aku harus pergi.” Kata Sivia. Tapi tangan Alvin tidak mau melepasnya. Duh, kok jadi dek-dekan gitu ya? Beneran. Tangan Alvin itu rasanya gimana gitu ( Emang makanan? ).

“Emangnya siapa kamu?” Tanya Alvin.

Sivia berusaha tenang dan mempertahankan tampang dinginnya. “Siapa? Sorry, aku harus pergi. Kakak kenapa sih megang tangan aku terus? Kayak nggak ada kerjaan aja.”

Perlahan, Alvin melepaskan tangannya. Alvin menatap cewek didepannya secara teliti ( Kayak matematika aja ). Mulai dari ujung kaki sampai atas. Sivia merasa risih dilihatin terus. Kak Alvin kenapa sih?

“Kamu anak SMA Vega juga kan?” Tebak Alvin.

“Ya. Terus kenapa?”

“Lucu banget wajahmu. Imut.”

Entah pujian atau apa, pipi chubby Sivia menjadi merah. Astaga Siv! Lo yang kejebak ama gombalan playboy itu, harusnya lo dong yang buat dia salting atau penasaran. Bukan lonya yang jadi korban. Terus, gimana? Nasi udah jadi bubur. Pipi Sivia udah jadi merah dan Alvin sudah mengetahuinya.

“Maaf kak. Aku nggak suka digituin. Sebaiknya kakak pergi saja.”

“Kamu dong yang pergi, bukan aku.”

Lama-lama, Alvin senang godain cewek yang menurutnya manis itu. Apalagi melihat pipi chubby Sivia yang ingin ia cubit.

“Nama adik siapa?” Tanya Alvin ramah.

Lebih baik, pergi saja deh. Sivia udah nggak bisa lagi berhadapan ama cowok itu. Lalu, ia pun pergi tanpa mempedulikan teriakan Alvin yang membuatnya ingin kembali lagi. Tuh kan Vi, ide lo ini kacau juga. Udah deh, buang ide gila lo ini.

Sivia pun kembali di tempatnya tadi. Sambil memandangi lengkungan pelangi yang warnanya mulai pudar.

“Pelanginya udah mulai pergi tuh.” Kata Sivia duduk disamping Ify.

“Ya. Dan gue berhasil mengambil fotonya.” Kata Ify seraya memperlihatkan kameranya pada Sivia. Sivia berdecak kagum.

“Wau! Calon photograper. Hebat!” Puji Sivia.

Ify tersenyum tipis mendengar pujian Sivia. Tapi sebenarnya, ada hobi lain yang sangat ia suka. Hobi yang kalo ia kembangkan akan menjadi bakatnya. Hanya saja Ify ragu dan sedikit malu. Hobi itu sama seperti hobi yang dimiliki sahabatnya itu. Sahabatnya yang sudah lama meninggalkannya. Jauh sana.

***

“Nggak maen lagi Yo?” Tanya Cakka pada Rio yang sedang istirahat.

“Nggak. Gue capek.” Jawab Rio sedikit ketus.

Yo, lo kenapa sih? Lama-lama, gue enek tau ama sikap lo yang baru itu. Cakka memerhatikan Rio yang sedang memandangi langit di atas sana. Disana ada pelangi yang warnanya sedikit pudar dan kurang jelas.

“Pelangi? Lo suka pelangi?” Tanya Cakka.

Jika dilihat dengan teliti, Rio memandang pelangi itu dengan hati yang penuh harapan. Harapan yang sangat sulit terkabulkan. Oh, Rio rindu dengan bidadarinya itu. Ia ingin sekali mengunjunginya. Terkahir kali ia berkunjung yaitu dua bulan yang lalu. Itupun cuman lima hari karena tugas sekolahnya banyak yang belum ia selesaikan.

“Lo kenapa sih Yo? Kalo boleh tau, masalah lo apa sih?” Tanya Cakka lagi.

Rio beralih memandangi Cakka, dan ia tersenyum. Lha, tadi Rio ketus, sekarang tersenyum ramah. Sikap Rio yang paling sulit ditebak oleh siapapun.

“Suatu hari nanti lo akan tau yang sebenarnya.” Kata Rio.

Jawaban yang nggak memuaskan bagi Cakka. Tapi tak apa. Walau ia sahabat Rio, ia nggak berhak juga kan tau masalah Rio? Kecuali Rio yang mau menceritakan padanya. Dan, mungkin ia juga nggak akan memberitahu masalahnya pada Rio ataupun yang lain.

Agni. Cewek yang tiba-tiba mementaknya tanpa alasan. Dan Cakka ingin mengetahui siapa Agni yang sebenarnya. Cewek yang menurutnya manis jika dilihat. Apa? Jangan deh. Jangan jatuh cinta ama Agni. Tidak taulah ke depannya. Terpenting, ia harus mendapatkan jawaban dari sikap Agni itu.

***

Cewek tomboi yang bernama Agni itu bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Dengan berbekal uang yang sangat sedikit, tetapi Agni tetap bersyukur. Ia nggak boleh marah atau apa. Tuhan masih menyayanginya dan selalu menyayanginya.

Hidupnya berubah ketika kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Mobil yang dikendarai Ayahnya tertabrak bus besar. Tentu Agni merasa terpukul melihat Mama dan Papanya meninggal, dan ia sendiri. Agni anak tunggal dan saudaranya berada jauh darinya.

Salah satu saudara dekatnya yaitu Tante Seni. Orangnya baik, tapi anak tante Senilah yang tidak ramah padanya. Namanya Oik. Tapi Oik adalah anak angkat Tante Seni karena Mama kandung Oik udah cerai ama Papa. Dan sekarang Papa Oik udah meninggal. Kabar Mama kandung Oik nggak dapat dilacak oleh siapapun. Nggak tau kenapa.

 Oik sangat cantik dan banyak cowok yang menyukai Oik. Dan ia, hanya cewek sederhana yang numpang hidup di rumah Oik. Awalnya, Oik menolaknya mentah-mentah. Tapi, karena nasehat Mama, juga karena dulu tante Seni sering meminta bantuan pada keluarganya, akhirnya Oik menerima asalkan Agni jarang diperhatikan. Maksudnya, anggap aja Agni adalah pembatu mereka. Bukan keluarga mereka.

Tante Seni menganggap Agni dan Oik itu sepupuan, walau nyatanya nggak benar. Dan, semua orang menganggap Agni dan Oik itu sepupuan. Tentu Oik begitu marah. Tapi apa boleh buat?

Sebuah mobil honda jazz terparkir manis di garasi. Pemilik mobil itu keluar rumah sambil menatapnya sinis. Ya, siapa lagi kalo bukan Oik?

“Agni ikut Oik ya.” Kata Agni.

Oik menatap Agni tajam. “Muntah gue jalan ama lo.” Kata Oik seraya meninggalkan Agni. Mobil honda jazz itu pun perlahan meninggalkan rumah.

Ya, lebih baik naik bemo saja. Meski uang yang ia bawa pas-pasan. Agni berjalan pelan menuju jalan raya. Lalu, ia menyetop bemo. Tampaknya, bemo itu penuh. Namun, si supir memperbolehkan Agni masuk karena Agni langganan bemo itu.

“Agni ya?” Tanya seorang cewek berpenampilan sederhana.

“Iya. Kamu anak SMA Vega juga?” Jawab+Tanya Agni.

“Iya. Namaku Ify.”

Sepertinya cewek itu cocok banget jadi sahabatnya selain Zevana. Agni pernah merasa melihat Ify sebelumnya. Dimana ya? Oya, bukannya Ify itu ikut photograper dan majalah Andindha?

“Lo jago motret ya?” Tanya Agni.

“Ya. Dan lo jago maen basket ya?”

Mereka jadi akrab. Benar. Ify cocok jadi sahabatnya. Menurutnya, Ify anak yang baik dan nggak ngesok ataupun sombong seperti Oik dan lainnya. Agni ingin punya sahabat yang keadaannya seperti dirinya.

Sesampai di sekolah, Agni dan Ify berpisah karena kelas mereka berbeda. Agni di kelas 2IPA-3, dan Ify sendiri di kelas 1 D. Wah, Ify jadi punya kakak kelas yang ramah nih. Mungkin kakak kelas itu bisa jadi sahabat dekatnya. Beruntung lho sahabatan ama kakak kelas yang baik, dan tidak pelit.

“Napa lo senyum? Abis ditembak ama kak Rio?” Tanya Sivia.

“Nggak. Tadi gue ketemu ama kak Agni.” Jawab Ify.

“Terus?”

“Kayaknya kak Agni orangnya baik deh.”

“Lho? Bukannya kak Agni sepupuan ama kak Oik?”

“Ohya?”

“Iya. Beda banget ya sifatnya ama kak Oik.”

Pelajaran pertama dimulai. Para murid mendengar penjelasan dari Pak Zaenudin yang memegang mata pelajaran sejarah. Dapat disimpulkan. Nggak ada satupun murid yang connect ama pelajaran Pak Zaenudin yang bisa bikin mata merem aja.

***

@Kantin

“Makasih ya atas teraktirannya.” Kata Agni.

Keempat cewek itu makan bersama di kantin yang paling ujung. Alasannya, biar nggak diganggu ama geng cewek yang suka nguasain kantin.

“Sama-sama kak.” Jawab Sivia.


Ify, Sivia, Agni dan Zevana. Itulah keempat cewek tadi. Cepat banget ya mereka akrab. Padahal Ify paling nggak berani yang namanya kakak kelas. Tapi, nggak semua kan kakak kelas itu jahat atau sok. Ada kok kakak kelas yang baik macam kak Agni dan kak Zevana.

“Kak Agni kenapa? Kok makanannya nggak dimakan?” Tanya Ify melihat perubahan Agni yang tadinya ceria menjadi murung.

“Eh, nggak ada kok.” Kata Agni. Ia pun memakan soto yang masih panas itu.

“Psst, ceritain deh ama mereka.” Bisik Zevana di telinga Agni.

“Jangan deh. Kapan-kapan aja.” Balas Agni.

Tapi, bisikan itu didengar oleh Ify dan Sivia. Dan mereka berdua nggak berani ikut campur atau apa. Agni kan baru kenal mereka dan mustahil sekali langsung menceritakan kisah hidup Agni pada mereka.

“Gue perlu bicara serius sama elo.” Kata sebuah suara. Nggak tau ngomongnya ke siapa. Tapi kayaknya penting deh.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja
Ohya, yang berbaik hati Follow ya twitter sayaa @uny_fahda19 , follback just mention (:


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar