Part 5
.
.
.
Pelangi
di sore hari itu menjadikan sebuah pemandangan yang indah. Dua cewek
sedang berjalan menelusuri taman yang asri itu. Gerimis rintik-rintik
membuat mereka memaksa menggunakan topi, karena kalo tidak penyakit flu
lebih cepat menyerang dan membuat tubuh menjadi lemah.
“Lihat! Pelangi itu indah banget ya.” Puji Sivia menatap langit.
Ify
mengangguk. Pelangi memiliki arti tersendiri baginya. Pelangi bukan
saja indah dan membuat pemandangan menjadi lebih berwarna. Tapi ada arti
lain dari pemunculan pelangi itu. Ingin saja Ify kembali pada masa
kanak-kanaknya dan menyanyikan lagu Pelangi.
“Gue heran deh. Kok Kota Bandung sekarang ini dihujani pelangi ya?”
Mungkin
kata orang yang ia pikirkan benar. Ingatlah selalu dengan pelangi dan
kau pasti menemukan keajaiban disana. Keajaiban yang ingin ia dapatkan
adalah bisa menjadi sahabat dekat cowok yang sangat ia sukai. Rio..
Apakah pelangi dapat membantunya? Betapa konyolnya ia berharap pada
pelangi kalo ia tidak berusaha.
“Fy, lo lagi mikirin apa?” Tanya Sivia.
“Ng.. Nggak ada kok Vi. Emang sih, belakang-belakangan ini pelangi sering muncul. Ajaib banget ya.”
“Hmm, emangnya ada apa ya? Seperti ada sesuatu yang membuat pelangi itu muncul menghiasi kota ini.”
Tidak.
Ia tidak boleh menangis lagi. Ify sudah berjanji untuk tidak menangisi
orang yang dipikirkannya. Ah ya, bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik
saja disana? Orang itu tak pernah memberinya kabar.
“Apa masuk akal Vi kalo kita berharap pada pelangi?” Tanya Ify.
Sivia
memandangi Ify heran. “Enggak lah Fy. Pelangi itu benda mati. Bukan
Tuhan yang bisa mengabulkan doa kita. Sama saja seperti bintang jatuh.
Kata orang, kalo ada bintang jatuh harapan kita akan terwujud. Bodoh
sekali yang mempunyai pemikiran kayak gitu.”
Benar juga.
Pelangi itu benda mati. Pelangi itu bukan Tuhan. Tapi, Ify yakin sekali.
Pelangi itu dapat memberikan keajaiban yang tak terduga. Ify selalu
mengingat perkataan sahabatnya mengenai pelangi itu. Sahabat yang sangat
ia rindukan dan tidak tau bagaimana kabarnya.
“Eh, bukannya itu kak Alvin?” Tanya Sivia.
“Iya. Udah, samperin aja.” Kata Ify.
Dengan
semangat, Sivia meninggalkan Ify menuju tempat Alvin berada. Cowok itu
sedang jalan santai sambil mendengarkan earphone di ipodnya. Timbul ide
untuk membuat cowok playboy itu penasaran. Sivia mulai melakukan
aksinya.
Benar juga! Alvin tertarik padanya. Yeah! Ide
berjalan lancar. Cowok playboy itu akhirnya kena juga. Sivia ingin saja
tersenyum tapi ia tahan. Ia nggak mau ketauan Alvin kalo ia sednag
pura-pura.
“Mmm, hai!” Sapa Alvin ramah. Yang disapa cuek saja. Lalu Alvin melepaskan earphonenya seraya menatap cewek yang ia lihat itu.
“Lo
tuli ya?” Tanya Alvin bercanda. Tapi cewek itu tak merespon. Sivia
sedikit melihat wajah Alvin, lalu ia beralih melihat pemandangan lain.
“Hello!” Kata Alvin lebih keras.
Dalam
hati, Sivia tertawa ngakak. Alvin kena dalam idenya. Cowok itu
penasaran bukan melihat sikapnya yang cuek? Sivia melihat jam
ditangannya. Hmmm, sebaiknya pergi aja deh. Nggak nahan ada di tempat
ini. Tapi...
“Mau kemana lo? Sebenarnya lo siapa sih? Ngapain lo cuek gitu? Lo tuli apa buta sih?” Tanya Alvin tanpa titik, koma dan jeda.
Oke. Kali ini Sivia bermaksud merespon perkataan Alvin. Jika dipikir-pikir, kasian juga kan kalo Alvin dicuekin?
“Maaf
kak. Aku harus pergi.” Kata Sivia. Tapi tangan Alvin tidak mau
melepasnya. Duh, kok jadi dek-dekan gitu ya? Beneran. Tangan Alvin itu
rasanya gimana gitu ( Emang makanan? ).
“Emangnya siapa kamu?” Tanya Alvin.
Sivia
berusaha tenang dan mempertahankan tampang dinginnya. “Siapa? Sorry,
aku harus pergi. Kakak kenapa sih megang tangan aku terus? Kayak nggak
ada kerjaan aja.”
Perlahan, Alvin melepaskan tangannya.
Alvin menatap cewek didepannya secara teliti ( Kayak matematika aja ).
Mulai dari ujung kaki sampai atas. Sivia merasa risih dilihatin terus.
Kak Alvin kenapa sih?
“Kamu anak SMA Vega juga kan?” Tebak Alvin.
“Ya. Terus kenapa?”
“Lucu banget wajahmu. Imut.”
Entah
pujian atau apa, pipi chubby Sivia menjadi merah. Astaga Siv! Lo yang
kejebak ama gombalan playboy itu, harusnya lo dong yang buat dia salting
atau penasaran. Bukan lonya yang jadi korban. Terus, gimana? Nasi udah
jadi bubur. Pipi Sivia udah jadi merah dan Alvin sudah mengetahuinya.
“Maaf kak. Aku nggak suka digituin. Sebaiknya kakak pergi saja.”
“Kamu dong yang pergi, bukan aku.”
Lama-lama, Alvin senang godain cewek yang menurutnya manis itu. Apalagi melihat pipi chubby Sivia yang ingin ia cubit.
“Nama adik siapa?” Tanya Alvin ramah.
Lebih
baik, pergi saja deh. Sivia udah nggak bisa lagi berhadapan ama cowok
itu. Lalu, ia pun pergi tanpa mempedulikan teriakan Alvin yang
membuatnya ingin kembali lagi. Tuh kan Vi, ide lo ini kacau juga. Udah
deh, buang ide gila lo ini.
Sivia pun kembali di tempatnya tadi. Sambil memandangi lengkungan pelangi yang warnanya mulai pudar.
“Pelanginya udah mulai pergi tuh.” Kata Sivia duduk disamping Ify.
“Ya. Dan gue berhasil mengambil fotonya.” Kata Ify seraya memperlihatkan kameranya pada Sivia. Sivia berdecak kagum.
“Wau! Calon photograper. Hebat!” Puji Sivia.
Ify
tersenyum tipis mendengar pujian Sivia. Tapi sebenarnya, ada hobi lain
yang sangat ia suka. Hobi yang kalo ia kembangkan akan menjadi bakatnya.
Hanya saja Ify ragu dan sedikit malu. Hobi itu sama seperti hobi yang
dimiliki sahabatnya itu. Sahabatnya yang sudah lama meninggalkannya.
Jauh sana.
***
“Nggak maen lagi Yo?” Tanya Cakka pada Rio yang sedang istirahat.
“Nggak. Gue capek.” Jawab Rio sedikit ketus.
Yo,
lo kenapa sih? Lama-lama, gue enek tau ama sikap lo yang baru itu.
Cakka memerhatikan Rio yang sedang memandangi langit di atas sana.
Disana ada pelangi yang warnanya sedikit pudar dan kurang jelas.
“Pelangi? Lo suka pelangi?” Tanya Cakka.
Jika
dilihat dengan teliti, Rio memandang pelangi itu dengan hati yang penuh
harapan. Harapan yang sangat sulit terkabulkan. Oh, Rio rindu dengan
bidadarinya itu. Ia ingin sekali mengunjunginya. Terkahir kali ia
berkunjung yaitu dua bulan yang lalu. Itupun cuman lima hari karena
tugas sekolahnya banyak yang belum ia selesaikan.
“Lo kenapa sih Yo? Kalo boleh tau, masalah lo apa sih?” Tanya Cakka lagi.
Rio
beralih memandangi Cakka, dan ia tersenyum. Lha, tadi Rio ketus,
sekarang tersenyum ramah. Sikap Rio yang paling sulit ditebak oleh
siapapun.
“Suatu hari nanti lo akan tau yang sebenarnya.” Kata Rio.
Jawaban
yang nggak memuaskan bagi Cakka. Tapi tak apa. Walau ia sahabat Rio, ia
nggak berhak juga kan tau masalah Rio? Kecuali Rio yang mau
menceritakan padanya. Dan, mungkin ia juga nggak akan memberitahu
masalahnya pada Rio ataupun yang lain.
Agni. Cewek yang
tiba-tiba mementaknya tanpa alasan. Dan Cakka ingin mengetahui siapa
Agni yang sebenarnya. Cewek yang menurutnya manis jika dilihat. Apa?
Jangan deh. Jangan jatuh cinta ama Agni. Tidak taulah ke depannya.
Terpenting, ia harus mendapatkan jawaban dari sikap Agni itu.
***
Cewek
tomboi yang bernama Agni itu bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
Dengan berbekal uang yang sangat sedikit, tetapi Agni tetap bersyukur.
Ia nggak boleh marah atau apa. Tuhan masih menyayanginya dan selalu
menyayanginya.
Hidupnya berubah ketika kedua orangtuanya
meninggal karena kecelakaan. Mobil yang dikendarai Ayahnya tertabrak bus
besar. Tentu Agni merasa terpukul melihat Mama dan Papanya meninggal,
dan ia sendiri. Agni anak tunggal dan saudaranya berada jauh darinya.
Salah
satu saudara dekatnya yaitu Tante Seni. Orangnya baik, tapi anak tante
Senilah yang tidak ramah padanya. Namanya Oik. Tapi Oik adalah anak
angkat Tante Seni karena Mama kandung Oik udah cerai ama Papa. Dan
sekarang Papa Oik udah meninggal. Kabar Mama kandung Oik nggak dapat
dilacak oleh siapapun. Nggak tau kenapa.
Oik sangat
cantik dan banyak cowok yang menyukai Oik. Dan ia, hanya cewek sederhana
yang numpang hidup di rumah Oik. Awalnya, Oik menolaknya mentah-mentah.
Tapi, karena nasehat Mama, juga karena dulu tante Seni sering meminta
bantuan pada keluarganya, akhirnya Oik menerima asalkan Agni jarang
diperhatikan. Maksudnya, anggap aja Agni adalah pembatu mereka. Bukan
keluarga mereka.
Tante Seni menganggap Agni dan Oik itu
sepupuan, walau nyatanya nggak benar. Dan, semua orang menganggap Agni
dan Oik itu sepupuan. Tentu Oik begitu marah. Tapi apa boleh buat?
Sebuah
mobil honda jazz terparkir manis di garasi. Pemilik mobil itu keluar
rumah sambil menatapnya sinis. Ya, siapa lagi kalo bukan Oik?
“Agni ikut Oik ya.” Kata Agni.
Oik
menatap Agni tajam. “Muntah gue jalan ama lo.” Kata Oik seraya
meninggalkan Agni. Mobil honda jazz itu pun perlahan meninggalkan rumah.
Ya,
lebih baik naik bemo saja. Meski uang yang ia bawa pas-pasan. Agni
berjalan pelan menuju jalan raya. Lalu, ia menyetop bemo. Tampaknya,
bemo itu penuh. Namun, si supir memperbolehkan Agni masuk karena Agni
langganan bemo itu.
“Agni ya?” Tanya seorang cewek berpenampilan sederhana.
“Iya. Kamu anak SMA Vega juga?” Jawab+Tanya Agni.
“Iya. Namaku Ify.”
Sepertinya
cewek itu cocok banget jadi sahabatnya selain Zevana. Agni pernah
merasa melihat Ify sebelumnya. Dimana ya? Oya, bukannya Ify itu ikut
photograper dan majalah Andindha?
“Lo jago motret ya?” Tanya Agni.
“Ya. Dan lo jago maen basket ya?”
Mereka
jadi akrab. Benar. Ify cocok jadi sahabatnya. Menurutnya, Ify anak yang
baik dan nggak ngesok ataupun sombong seperti Oik dan lainnya. Agni
ingin punya sahabat yang keadaannya seperti dirinya.
Sesampai
di sekolah, Agni dan Ify berpisah karena kelas mereka berbeda. Agni di
kelas 2IPA-3, dan Ify sendiri di kelas 1 D. Wah, Ify jadi punya kakak
kelas yang ramah nih. Mungkin kakak kelas itu bisa jadi sahabat
dekatnya. Beruntung lho sahabatan ama kakak kelas yang baik, dan tidak
pelit.
“Napa lo senyum? Abis ditembak ama kak Rio?” Tanya Sivia.
“Nggak. Tadi gue ketemu ama kak Agni.” Jawab Ify.
“Terus?”
“Kayaknya kak Agni orangnya baik deh.”
“Lho? Bukannya kak Agni sepupuan ama kak Oik?”
“Ohya?”
“Iya. Beda banget ya sifatnya ama kak Oik.”
Pelajaran
pertama dimulai. Para murid mendengar penjelasan dari Pak Zaenudin yang
memegang mata pelajaran sejarah. Dapat disimpulkan. Nggak ada satupun
murid yang connect ama pelajaran Pak Zaenudin yang bisa bikin mata merem
aja.
***
@Kantin
“Makasih ya atas teraktirannya.” Kata Agni.
Keempat
cewek itu makan bersama di kantin yang paling ujung. Alasannya, biar
nggak diganggu ama geng cewek yang suka nguasain kantin.
“Sama-sama kak.” Jawab Sivia.
Ify,
Sivia, Agni dan Zevana. Itulah keempat cewek tadi. Cepat banget ya
mereka akrab. Padahal Ify paling nggak berani yang namanya kakak kelas.
Tapi, nggak semua kan kakak kelas itu jahat atau sok. Ada kok kakak
kelas yang baik macam kak Agni dan kak Zevana.
“Kak Agni kenapa? Kok makanannya nggak dimakan?” Tanya Ify melihat perubahan Agni yang tadinya ceria menjadi murung.
“Eh, nggak ada kok.” Kata Agni. Ia pun memakan soto yang masih panas itu.
“Psst, ceritain deh ama mereka.” Bisik Zevana di telinga Agni.
“Jangan deh. Kapan-kapan aja.” Balas Agni.
Tapi,
bisikan itu didengar oleh Ify dan Sivia. Dan mereka berdua nggak berani
ikut campur atau apa. Agni kan baru kenal mereka dan mustahil sekali
langsung menceritakan kisah hidup Agni pada mereka.
“Gue perlu bicara serius sama elo.” Kata sebuah suara. Nggak tau ngomongnya ke siapa. Tapi kayaknya penting deh.
***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja
Ohya, yang berbaik hati Follow ya twitter sayaa @uny_fahda19 , follback just mention (:
Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604
Free Contact me : 083129582037 ( axis )
Makasiiii (:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar