Part 11
.
.
.
Ketiga
anak kecil itu berlari ria mengelilingi lapangan luas itu. Mereka
adalah sabahat yang saling menyayangi satu sama lain. Salah satu dari
anak kecil itu terjatuh karena tersandung batu. Anak lainnya menolong
temannya yang jatuh.
“Nggak papa?” Tanyanya.
“Agni nggak papa kok Kka.” Kata anak itu yang bernama Agni.
Anak
laki-laki itu membantu Agni bangun dari jatuhnya. Sementara, anak yang
daritadi diam menatap Agni dengan perasaan tidak suka. Agni lagi Agni
lagi.. Emang Agni anak yang paling beruntung di dunia ini. Sedangkan ia?
“Kita duduk disana aja yuk Ag!” Ajak Cakka, anak laki-laki tadi.
“Ayo!” Kata Agni semangat.
Agni
dan Cakka berlari ria menuju tempat yang ditujukan Cakka, tanpa
mengajak Oik, anak perempuan yang tadi menatap Agni tak suka. Bisa
dibilang, kehidupan Agni itu perfect. Punya Mama dan Papa yang sayang
pada Agni, dan mempunyai Cakka yang sangat menyayangi Agni.
Kalo
dilihat dari penampilan, Oik jauh lebih cantik dibanding Agni. Tapi,
mengapa Cakka jauh lebih memerhatikan Agni dibanding dirinya? Bukannya
semua ini tidak adil? Papanya sudah lama meninggal, saat ia ada di dalam
kandungan. Sedangkan Mamanya sibuk bekerja dan jarang mempedulikannya.
Satu-satunya wanita yang sering membantunya adalah Tante Mia, mama Agni.
Ya, Tante Mia emang baik padanya.
Dari
jauh, Oik menatap Agni dengan tatapan iri. Cakka, cowok itu
mengelus-elus rambut Agni yang nggak panjang-panjang. Maksudnya, Agni
nggak suka panjangin rambut. Batas rambutnya sampai bahu aja. Nggak
pernah rambut Agni melebihi bahu.
“Agni, mengapa hidupmu sempurna?”
Pertanyaan
yang tidak ada jawabannya. Tapi Oik berujar dalam hati. Ia bertekad
menjauhi Cakka dari Agni. Ya, ia ingin hidupnya seperti Agni. Bahagia
dan sempurna. Harus ada sebuah perjanjian demi menjauhkan Cakka dari
Agni.
***
“Lo..” Kaget Agni.
Cakka
tersenyum seraya duduk disamping Agni. Tentu Agni nggak suka dengan
kedatangan Cakka yang tiba-tiba. Mau apa lagi cowok itu?
“Lo
cantik Ag..” Puji Cakka. Ia tidak melihat Agni, melainkan melihat
pelangi di atas sana. Yang katanya Rio dapat memberikan sebuah
keajaiban. Ya, Cakka percaya pelangi itu mampu memberikan keajaiban kalo
usahanya kali ini ada hasilnya.
“Lo.. Lo masih ingat masa lalu lo?” Tanya Agni.
Kenapa
gue bertanya tentang hal itu? Bodoh banget gue! Cakka mengalihkan
pandangan dan sekarang ia melihat wajah Agni yang sedikit pucat. Hmmm,
Rio benar. Pelangi itu mampu memberikan sebuah keajaiban. Lihat! Agni
tidak membentaknya.
“Masa lalu? Kayaknya enggak. Kata
dokter, gue nggak bisa mengingat sedikitpun tentang masa lalu gue.
Emangnya kenapa? Masa lalu nggak perlu dibahas. Masa datang yang perlu
kita bahas sekarang.”
“Emangnya lo sakit apa sih?” Tanya Agni.
“Gue nggak sakit kok.” Jawab Cakka. Ia mengalihkan pandangannya lagi ke atas langit.
“Rio suka banget pelangi.” Kata Cakka.
Agni
mengikuti Cakka melihat ke atas langit. Pelangi itu memang indah. Tadi
Cakka sempat menggodanya menggunakan pelangi itu. Hah! Cantik apanya
dia?
“Lo tau kenapa Rio itu berubah?” Tanya Agni.
“Nggak. Dia sahabat gue yang paling aneh. Apa hanya sebuah pelangi sikap dan sifatnya berubah?”
“Pelangi? Maksud lo?” Tanya Agni tak mengerti.
“Ya.. Gue juga nggak tau sih.” Jawab Cakka.
Keduanya
pun terdiam. Sama-sama berkutat dengan pikiran masing-masing. Cakka
masih setia memandangi pelangi yang warnanya mulai pudar. Ya, mungkin
Rio benar. Pelangi itu mampu memberikan keajaiban. Buktinya, sampai
detik ini Agni tidak membentaknya. Apa ini cuman kebetulan aja ya?
“Lo kok nggak bentakin gue?” Tanya Cakka.
“Ng..” Agni bingung mau jawab apa. Pasalnya, sore ini ia begitu malas bentaki orang. “Gue bosan.” Jawab Agni.
Cakka
tersenyum lalu mengacak poni Agni. “Lo cewek pertama yang membuat gue
mengetahui arti di balik kehidupan ini. Dan gue ngerasa gue deket banget
sama lo. Apa masa lalu gue ada hubungannya sama lo?”
Tidak!
Apa Cakka bisa kembali mengingat itu semua? Oh, mana janjinya pada Oik?
Mana Ag? Lo jangan diam saja. Buang rasa itu dan lo harus bisa
menyatukan Cakka dengan Oik.
“Sebaiknya lo pacaran sama Oik.” Kata Agni pelan.
“Kenapa? Gue sukanya sama elo, bukan Oik.”
“Pokoknya,
lo nggak boleh suka sama gue. Maaf Kka, gue harus pergi. Maaf.” Kata
Agni dengan suara yang sedikit bergetar. Ia meninggalkan Cakka dengan
hati yang tertusuk-tusuk. Oh, apa yang harus aku lakukan?
Cakka
melihat punggung Agni sedih. Mengapa Agni berharap agar ia jadian sama
Oik? Jawabannya ada pada Oik. Ya, Oik harus menjelaskan semuanya.
***
“Sebenarnya, Shilla bisikin lo apa sih?” Tanya Pricilla pada Febby.
Sore
itu, Febby, Pricilla dan Oik jalan-jalan ke taman tanpa Shilla.
Katanya, Shilla lagi banyak kerjaan. Sok sibuk dia! Padahal Shilla nggak
pernah nolak kalo diajak jalan-jalan ama mereka.
“Pokoknya ada hubungannya dengan Rio.” Jawab Febby.
“Rio? Apa Shilla udah nggak ngejer Rio lagi?” Tanya Oik.
Jika
Febby memberitahu kepada Pricilla dan Oik, jangan harap hidupnya
tenang. Amukan dan amarah Shilla yang ia takutkan. Tapi menurutnya, ide
Shilla itu nggak bagus. Febby merasakan ada resiko besar kalo ide itu
berhasil dilakukan.
“Feb..” Kata Pricilla.
“Eh, nggak tau. Ntar kalian juga tau.” Kata Febby.
“Yah, masa’ gue nggak boleh tau sekarang sih?” Kesal Oik.
“Sorry. Gue udah janji ama Shilla untuk nggak memberitahu ke siapapun. Ohya, gue mau minta bantuan kalian.”
“Apa?” Tanya Shilla dan Febby.
Febby tersenyum misterius. Lalu ia membisikkan sesuatu di telinga Oik dan Pricilla. Dan, apa yang terjadi selanjutnya?
“GILA !!” Teriak Oik dan Febby bersamaan.
***
Di
kamar, Sivia bingung mau pake baju apa. Tadi, ia ditelpon Alvin.
Katanya, Alvin ingin mengajaknya makan malam, dan Sivia nggak bisa
menolak ajakan Alvin. Duh, ntar kak Alvin mau apain gue ya? Kok jantung
gue dek-dekan gini? Jangan, jangan itu deh.
Akhirnya,
Sivia memilih gaun pesta yang simpel aja. Gaun itu satu-satunya gaun
pesta yang ia miliki. Sivia emang nggak pernah ngedate ama cowok. Baru
kali ini ia diajak malmingan ama Alvin. Alvin?
“Kamu mau kemana sayang?” Tanya Mama melihat putrinya yang berpaiakan rapi. Bahkan sangat cantik.
“Ng..”
Tit..Tit.. #anggap bunyi klakson mobil#
“Siapa itu? Nah lho, kamu udah punya pacar ya?” Goda Mama.
Pipi
Sivia memerah. Nggak mungkin ia jadian ama Alvin. Kalo emang jadian
gimana ya? Sebelumnya, Sivia nggak pernah pacaran. Emangnya, gimana sih
rasanya pacaran itu? Ada untungnya nggak?
“Malam Vi..” Kata seorang cowok yang tak lain adalah Alvin.
Apa
gue salah lihat? Batin Sivia. Alvin.. Manusia atau malaikatkah dia?
Malam ini, Alvin berbeda dari biasanya. Mama melongo melihat cowok yang
barusan datang itu. Sedikit ia menyenggol bahu Sivia dan berbisik.
“Itu pacar kamu?” Bisik Mama.
“Eh..”
Sivia tersadar. Yang ia lihat hanya senyuman Alvin yang sangat manis.
Oh, mengapa harus ada senyum itu sih? “Kak.. Kak Alvin..” Kata Sivia.
“Ya? Janji gue ngajak lo malmingan.” Kata Alvin senang.
“Vi..Via kan bukan pacar kak Alvin..”
“Nggak
papa. Yuk pergi!” Kata Alvin menarik tangan Sivia. Dan saat itulah ia
baru sadar kalo disamping Sivia ada Mama Sivia. Alvin jadi salah
tingkah. “Mmm, maaf tan. Alvin boleh ajak Via jalan-jalan kan?” Tanya
Alvin.
Mama Sivia tersenyum. “Boleh, asalkan anak tante dikembalikan.”
“Ih Mama..” Kata Sivia sedkit kesal.
Malam
itu emang malam yang paling sempurna bagi Alvin. Cinta sejatinya udah
ia temukan. Ya, Sivia. Cewek itu telah menyadarkannya dari kesalahan.
Dan malam ini juga Alvin bertekad menembak Sivia. Sangat cepat bukan?
Begitulah Alvin. Ia tidak suka menunda-nunda.
Mobil honda
jazz itu berhenti di sebuah restaurant yang merupakan salah satu
restaurant termahal di Kota Bandung ini. Sivia begitu kaget atas
pemberhentian mobil yang dinaikinya ini. Bercanda kan Alvin mengajaknya
ke restaurant ini?
“Yuk turun.” Kata Alvin seraya membuka pintu mobil sebelah kiri. Sivia berasa seperti Putri Raja. Oh, malam yang paling aneh!
“Kak, kak Alvin bercanda kan ajak Via makan disini?” Tanya Sivia.
“Kalo
kakak bercanda, ngapain kakak ajak turun kamu? Nggak papa kok Vi. Kan
sekali-kali kita ke restorant ini. Biarpun mahal selangit, kakak nggak
bakal bangkrut deh.”
Ternyata, Alvin nggak bercanda!
Via... Apa cewek seperti dirimu pantas makan di restoran ini bersama
cowok incaran sekolah? Semua ini hanyalah mimpi. Ya, mimpi buruk, bukan
mimpi indah. Tapi, kok rasanya nyata gitu ya?
“Kok bengong? Ayo masuk.” Kata Alvin menarik tangan Sivia yang dingin.
Restorant
ini emang cocok dikunjungi ama orang kaya. Nggak heran restoran ini
sering dijadikan di tempat khusus oleh artis-artis. Sivia duduk di kursi
yang letaknya dipinggir jendela, agar keindahan malam bisa ia lihat.
Suasana hatinya mulai tenang saat ia melihat jutaan bintang di atas
sana. Ya, Sivia menyukai bintang.
Seorang waiters #betul
nggak?# mencatat pesanan yang dipesan Alvin dan Sivia. Sivia bingung mau
pesan apa. Masalahnya, daftar menu di kertas itu terdiri dari
makanan-makanan asing. Dan akhirnya Sivia ikut Alvin aja. Nggak peduli
makanannya enak apa enggak.
Setelah waiters itu pergi,
Alvin menatap Sivia tanpa mengalihkan pandangan ke arah lain. Yang
ditatap nunduk aja. Gila Vi! Malam ini malam yang paling gila. Kenapa
juga sih lo nuruti ajakan Alvin?
“Lo cantik. Bukan wajah
lo aja yang cantik. Tapi hati lo juga cantik. Dan semua sifat lo. Itu
yang membuat gue merasakan perasaan yang berbeda.” Kata Alvin.
Sivia
terdiam mendengar ucapan Alvin barusan. Sebisa mungkin ia mentulikan
pendengarannya. Sivia tidak mau perasaan itu semakin lama semakin kuat.
Ia emang suka ama Alvin. Tapi Sivia masih ragu. Bagaimana kalo Alvin
masih playboy? Apa ia sanggup tidak menangis saat melihat Alvin
gandengan ama cewek lain?
Setelah makanan yang mereka
pesan ludes, ( Ternyata, makanannya enak juga, walau nama makanan itu
aneh ) Alvin memulai pembicaraannya yang sudah tak sabaran ia ungkapkan
ke Sivia. Ayolah Vin, jangan ragu, lo pasti bisa!
“Vi..” Kata Alvin pelan.
Sekuat tenaga ia mengangkat kepalanya. Alvin, cowok itu.. Seperti...
“I love you.” Kata Alvin. Ia meraih tangan Sivia lalu menggenggamnya.
“Eng..” Sivia nggak berani berkata apapun.
“Vi, gue benar-benar mencintai lo. Lo harus tau itu.” Kata Alvin.
Tuhan..
Mengapa harus Alvin? Mengapa? Alvin begitu sempurna. Kenapa Alvin
menyukainya? Sekarang, apa Alvin akan menembaknya? Oh, no! Jujur, Sivia
belum siap. Tapi hatinya mantap menerima Alvin. Bukannya ia juga
menyukai Alvin?
“Vi, would you be my girl?” Tanya Alvin.
Seperti
ledakan keras yang dapat mengagetkan dunia. Jantung Sivia berdetak
lebih cepat dari biasanya. Inilah pertama kali seorang cowok
menembaknya. Alvin? Mengapa harus Alvin?
“Jawab Vi, jawablah dengan hatimu.”
Terima,
tidak, terima, tidak , terima, tidak.. Oh, apa yang harus gue jawab?
Ayo Via, jawab! Jawablah dengan hatimu. Kalo dilihat dari wajah Alvin,
cowok itu emang mencintainya dengan sepenuh hati. Bukan untuk
mempermainkan perasaannya.
“Vi..”
Oh
jawaban, datanglah.. Sivia seperti ngobrol ama makhluk gaib. Kasian tuh
Alvin, dia kelamaan nunggu jawabannya. Tuhan.. Apa yang harus aku jawab?
Terima atau tidak?
“Via..Via..”
***
Part 12
.
.
.
Ayam
jantan berkokok demi membangunkan siapa saja yang sedang tertidur
lelap. Tidak dengan hari ini. Kalian tau ini hari apa? Minggu! Hari yang
paling ditunggu oleh cewek itu. Bukannya ia ingin bangun kesiangan,
tapi ia ingin jalan-jalan sambil memotret pemandangan pagi. Ya, Ify suka
hari Minggu!
Kasur yang acak-acakan ia benahi. Jendela
yang tertutup ia buka dan goden di jendela itu ia pinggirkan.
Benar-benar hari yang sempurna. Pagi ini Ify bertekad mengunjungi
perumahan Bintang Jaya yang tak jauh dari rumahnya. Jalan kaki cukup
daripada naik motor.
“IFY !!” Teriak Sivia dari luar sana.
Ify
yang sudah siap membawa kamera terlonjak kaget. Sivia? Tumben cewek itu
meneriakinya. Ada apa ya? Tapi sih kalo di dengar, suara Sivia sedikit
seperti habis menangis. Sepertinya Sivia sedang ada masalah serius.
“Ada apa Vi?” Tanya Ify heran.
“Fy.. Gue.. Gue..” Jawab Sivia diputus-putuskan.
“Ada apa sih Vi? Lo kenapa sih?”
“Gue.. Gue udah nyakitin hati kak Alvin.”
Jadi
itu masalahnya! Sivia sudah menyakiti Alvin. Tunggu, menyakiti dalam
artian apa? Selama ini, Sivia cuek-cuek aja tuh ama Alvin.
Jangan-jangan...
“Gue nolak cinta kak Alvin.” Kata Sivia.
“Hah?” Kaget Ify.
Bukan.
Ify bukan kaget karena Sivia menolak cinta Alvin. Sivia biasa menolak
cowok yang menembaknya. Tapi, ini bukan cowok sembarangan. Alvin nembak
Sivia? Sahabat cowok nomor satu itu menembak Sivia yang adalah
sahabatnya sendiri? Keajaiban dunia keberapa tuh?
“Fy, apa yang harus gue lakukan?” Tanya Sivia sedih.
Jujur
saja, Ify juga tidak tau. Ia nggak pernah ditembak ama cowok dan tentu
nggak bisa menghadapi masalah seperti ini. Yang menjadi pertanyaan,
mengapa Alvin nembak Sivia? Dan mengapa Sivia menolak Alvin?
“Kak Alvin suka lo?” Tanya Ify memastikan.
Sivia mengangguk.
“Terus, lo cinta kak Alvin juga?”
Lagi-lagi
Sivia mengangguk. Oh, keputusan yang baginya sangat menyakitkan, dan
bagi Alvin juga. Kemarin, Sivia mengatakan kalo ia belum siap menjadi
pacar Alvin. Entah dorongan mana yang menyuruhnya menolak cinta Alvin.
“Kenapa lo tolak sih Vi?”
Sivia
menggeleng. Pasalnya, ia juga nggak tau kenapa menolak cinta Alvin.
Sadar Vi, Alvin udah tobat dan berjanji akan terus setia padanya. Bahkan
Alvin memberi garansi #kayak barang elektronik aja#, dan garansi itu
bukan satu tahun atau dua tahun, melainkan selama-lamanya. Itu mah bukan
garansi.
“Gue nggak bisa ngasih lo nasehat ato apa. Maaf
Vi, gue mo pergi dulu.” Kata Ify seraya meninggalkan Sivia. Ya, saat ini
ia ingin menyendiri.
‘Gue tau, gue emang salah.’ Batin Sivia lalu meninggalkan tempat itu.
***
“Asyik, lo ditolak sama cewek.” Kata Gabriel pada Alvin.
Pagi
ini, tepatnya di lapangan basket di dekat rumah Rio. Alvin terdiam
mendengar ucapan Gabriel. Benar. Baru kali ini ia ditolak ama cewek dan
baru kali ini hatinya terasa perih. Oh, apa gue buruk di mata Via? Apa
cowok macam gue nggak pantas jadi pacar Via?
“Kalian
berdua nggak main?” Tanya Gabriel pada Rio dan Alvin. Dua cowok itu
masing-masing memikirkan masalah sendiri. Sementara Cakka sedang asyik
mendribel bola dan menshoot bola.
“Gue males.” Jawab Alvin.
Gabriel
menghela nafas panjang. “Lo baru sekali ditolak sama cewek yang lo
cintai, dan lo lemesnya bukan main. Gue? Berjuta kali ditolak sama
Shilla dan gue fine-fine aja tuh.”
“Artinya, lo nggak mencintai Shilla sepenuh hati.” Kata Rio mulai angkat bicara. Alvin mengangguk setuju dengan ucapan Rio.
“Gitu
ya? Gue nggak peduli. Intinya, gue sangat, sangat mencintai Shilla dan
harus mendapatkannya. Bantu gue ya Yo? Lo kan cowok yang diincar sama
Shilla.” Kata Gabriel memohon pada Rio.
“Belakang-belakangan ini Shilla jarang deketin gue. Udah bosen kali ya.” Kata Rio.
“Ohya? Terus, kejadian waktu itu apa? Hah? Saat lo gendong Shilla ke UKS?”
Kejadian
yang paling memalukan dalam hidup Rio. Apa Shilla sedang membuat suatu
rencana? Cewek itu jago dalam membuat ide dan rencana. Dan ide
rencananya itu selalu saja berhasil, namun tak jarang menimbulkan dampak
yang dahsyat.
“Hy all! Gue balik dulu. Gue mo nyari Oik.” Kata Cakka. Ia melempar bola itu ke Rio dan berlalu begitu saja.
“Cakka mo nyari Oik?” Tanya Gabriel heran.
“Whatever.
Hidup-hidup dia.” Kata Alvin lalu berdiri. Tempat ini bukan tempat yang
cocok untuk tempat menenangkan hatinya. Kini, tinggal Rio dan Gabriel
saja.
“Lo nggak pergi?” Tanya Gabriel. Yang ditanya menggeleng.
“Ya udah. Kalo gitu gue pergi aja.” Kata Gabriel meninggalkan Rio.
Sepi.
Tempat ini berubah menjadi sepi. Sepert hatinya yang gundah.
Semesteran.. Kapan liburan semesteran? Rio tak sabaran menunggu liburan
tiba dan langsung terbang ke Singapura. Ia kangen banget ama ceweknya
disana. Oh, kapan ceweknya itu kembali ceria lagi seperti dulu? Kapan?
Rio tidak sanggup menunggu.
Lama-lama, bosan juga ya.
Pagi-pagi Rio udah boring. Sahabat-sahabatnya yang lain lagi diributkan
ama cinta. Cinta? Hmmm, sebegitu dahsyatnya ya cinta. Ia saja tidak
sanggup menghadapi cinta dan segala tetek bengeknya.
Rio
bangkit dari duduknya sambil membawa bola yang tadi dilempar Cakka.
Perlahan, Rio mendribel bola dan berjalan mendekati ring. Ia
bersiap-siap melakukan gerakan lay-up. Satu.. Dua.. Tiga.. Perfect! Rio
melakukannya dengan sempurna #sumpah, gue nggak bisa bayangin#. Lalu Rio
melakukan gerakan lain seperti slam dunk dan jump shoot. Ya, Rio udah
mahir dengan semua itu.
Karena terlalu serius bermain
bersama pikirannya, Rio tak sadar. Ia tidak sadar ada cewek yang
sedaritadi memerhatikannya dan memotretnya. Siapa dia?
***
‘Gue
nyesel tinggalin Via. Harusnya gue ajak ngobrol Via agar hatinya
tenang.’ Batin Ify. Cewek itu berjalan keluar perumahannya dan menuju
perumahan Bintang Jaya yang dihuni orang-orang kaya. Sambil membawa
kameranya, Ify memotret pemandangan yang ada. Hasilnya nggak bagus-bagus
amat sih menurutnya. Ia cuman iseng aja motert pemandangan
disekitarnya.
Tak terasa, ia udah berada di perumahan
Bintang Jaya. Apa? Kenapa gue bisa ada disini? Kaki..Oh kaki.. Mengapa
dirimu tega membawaku menuju tempat ini? Ini kan tempat tinggal Rio.
Tapi Ify nggak tau mana rumah Rio. Ya, ia tidak perlu tau dimana rumah
Rio. Tugasnya sekarang adalah memotert pemandangan yang bagus dimatanya.
Kedua
kakinya berjalan pelan mencari tempat yang enak untuk beristirahat.
Dan, di bawah pohon yang rindang itulah yang menjadi tempat
istirahatnya. Hanya sepi yang menemaninya. Ify membuka kamera itu dan
melihat hasil gambarannya. Hmmm, not bed lah. Gambar yang paling ia
sukai adalah pelangi. Oh, pelangi! Mengapa ia bisa mengingat hal itu
lagi? Ify tidak bisa menahan air matanya jika teringat pada pelangi.
Hei!
Sepertinya Ify tak asing lagi ama cowok di lapangan itu. Kedua matanya
memerhatikan cowok yang sedang asyik bermain basket. Siapa ya? Jarak
tempat duduknya dengan lapangan itu nggak dekat, karena itulah Ify tidak
bisa menyimpulkan siapa cowok itu. Tapi, kok rasanya cowok itu
seperti... Rio?
Memang benar! Ia nggak salah lihat. Cowok
itu adalah Rio. Diam-diam, Ify bersembunyi di tempat yang aman, yang
jaraknya cukup dekat dengan lapangan itu. Hah! Di kameranya belum ada
satupun foto Rio. Jadi.. Apa ia bermaksud mengambil foto Rio? Tapi, Ify
nggak terlalu jago motret orang. Ditambah lagi yang ingin difotonya
nggak mau diam. Pasti deh hasilnya nggak memuaskan. Hei! Mengapa ia
ingin sekali mengambil gambar Rio?
Harus! Walau ia rasa
hal ini cukup gila, ia harus melakukannya dibawah resiko kalo-kalo
sampai ketahuan Rio ia mendapat omelan dari Rio karena motret Rio tanpa
pake izin. Dan mulailah aksi Ify. Meski ia sedikit takut dan gemetaran,
Ify sukses memotret Rio dan hasilnya memuaskan. Dua puluh foto Rio sudah
ada di kameranya. Yes! Ada gunanya juga ya ngambil ekskull photograper.
Ajaibnya
lagi, Rio nggak sadar kalo ada cewek yang diam-diam memotretnya. Ify
tersenyum kecil seraya meninggalkan tempat itu dan kembali pada tempat
semulanya. Yaitu dibawah pohon rindang tadi. Yeah! Pagi ini Ify puas
melihat foto-foto Rio yang sangat sulit didapatkan oleh semua cewek.
***
“Ag, Oik mau bilang sesuatu ama kamu.” Kata Oik pelan.
Dua
gadis kecil itu sedang duduk santai di sebuah tempat yang luas. Itulah
tempat kesayangan mereka ditambah Cakka. Namun, Oik ingin mengakhiri
semuanya.
“Ngomong apa Ik?” Tanya Agni.
Sedikit
ia ragu untuk mengatakannya. Setelah ia mengatakan segala deritanya,
apa Agni mau mengalah? Apa Agni mau memberikan sedikit kebahagiaan
untuknya?
“Cakka sayang ya sama kamu?” Tanya Oik.
Agni
menoleh ke arah Oik tak paham. “I..Iya sih. Cakka juga sayang kok ama
kamu. Dia sahabat Agni yang paling baik dan pengertian.” Kata Agni
membayangkan sosok Cakka.
“Tapi Ag, Cakka nggak perhatian ama Oik. Cakka cuman suka merhatiin kamu dan cuekin aku.” Kata Oik sedih.
Memang
benar apa yang dikatakan Oik. Cakka lebih suka memerhatikannya
dibanding Oik. Pernah dulu saat ada kegiatan belajar bersama. Cakka
lebih suka kerja sama ama Agni dan Oik ia cuekkan. Apa karena Agni
pintar? Atau apa karena ia cantik? Tidak. Justru Oik lebih sempurna
dibanding dirinya.
“Iya.. Emang kenapa Ik?” Tanya Agni.
“Oik..
Oik pengen kayak kamu. Selalu diperhatikan ama Cakka. Hidup kamu enak
Ag, punya ortu lengkap, rumah mewah, dan Cakka. Aku? Papa nggak ada,
Mama yang entah kemana dan jarang pulang. Oik pengen seperti kamu Ag..”
Segala
iri dan ketidaksukaan ia keluarkan. Oik berharap, Agni memahami semua
perkataannya. Ia ingin sekali hidup bahagia seperti Agni.
“Mmm, emangnya kamu berharap apa?” Tanya Agni.
Waktu
inilah yang paling ditunggu Oik. Walau keinginannya dapat menyakitkan
hati Agni maupun Cakka, namun ia harus mengatakannya. Apa ia nggak boleh
bahagia seperti Agni?
“Oik pengen Agni jauh dari Cakka. Dan Oik pengen Cakka perhatian ama Oik. Agni mau kan melakukannya?”
Permintaan
yang sangat sulit ia terima. Jujur, Agni nggak mau pisah ama Cakka, dan
ia nggak mau membiarkan Oik menderita. Ia ingin Oik bahagia. Jadi, apa
ia mengangguk saja?
“Baiklah. Agni janji kok nggak akan deketin Cakka lagi. Tapi kamu juga harus janji, jadilah sahabat baik Cakka. Gimana?”
Oik
tersenyum senang. Agni sangat baik. Sahabatnya yang satu itu memang
simpati ama keadaannya. Oh Ag, aku janji suatu hari nanti akan membalas
kebaikanmu. Aku janji.
“Ya udah, kita temui Cakka yuk!” Ajak Agni.
“Yuk!” Jawab Oik semangat sambil menggandeng tangan Agni.
***
Masa
lalu itu kembali hadir, membuat pikirannya menjadi kacau. Agni
bersembunyi di dalam kamarnya dan diam-diam mendengar percakapan antara
Cakka dan Oik. Dan, ada sederet kalimat yang membuat hatinya serasa di
hantam oleh benda yang keras.
“Gue cinta Agni. Kenapa lo buat Agni menderita?” Kata Cakka sedikit emosi.
Oik
tenang-tenang aja menghadapi segala omelan Cakka. Namun, air mata yang
ia bendung sejak tadi rasanya ingin keluar. Oh, gue belum siap
mengatakannya. Cakka benar-benar amnesia ama masa lalunya.
“Dulu, Agni udah janji untuk jauhin lo. Dan lo yang harus jadi pacar gue.” Kata Oik menahan air matanya agar tidak keluar.
“Kapan Agni membuat janji gila itu?” Tanya Cakka.
Dulu
Kka.. Sepuluh tahun yang lalu, dan lo nggak bisa mengingatnya kembali,
batin Agni. Ya, ia sadar kalo Cakka suka padanya. Seperti janji Cakka
dulu untuk selalu menjaga dan menemaninya. Tapi, sejak Oik menyuruhnya
menjauhi Cakka, ia tak pernah lagi bertemu Cakka. Ia sengaja
meninggalkan Jakarta demi kebahagiaan Oik.
“Lo nggak bakal
ingat karena ingatan lo payah!” Kata Oik mulai emosi. Ia ingin Cakka
meninggalkan tempat ini dan ia bisa secepatnya menangis di dalam
kamarnya.
“Ohya? Akan gue usahain agar ingatan gue kembali. Permisi.” Kata Cakka meninggalkan Oik.
Air
matanya mulai keluar. Oik menatap Cakka nanar. Oh, andaikan semua itu
tidak terjadi. Andaikan ia tak mengenal Cakka ataupun Agni. Dengan
langkah yang buru-buru, Oik berlari memasuki kamar. Lalu, ia kunci
kamarnya itu. Argh! Ia benar-benar frustasi.
“TUHANN.. APA GUE NGGAK BERHAK MEMILIKI CAKKA???”
Bukan
karena Agni atau apa. Ada sebuah alasan yang kuat yang menjadikan ia
dan Cakka tidak bisa bersatu. Apa ia harus merelakan semua? Apa ia rela
memberikan Agni pada Cakka seperti dulu?
“MAMAAAA... MAMA JAHAT!! MAMA JAHAT!!” Teriak Oik frustasi.
Teriakan
itu membuat tenaganya menghilang. Nyawanya saat ini tidak sepenuhnya
berkumpul menjadi satu. Oik memejamkan mata. Berusaha mencari jalan yang
tepat untuk melewati semuanya. Semua masalahnya, termasuk Ibu
kandungnya sendiri yang sangat ia bencikan, tapi dulu...
***
“Huaa.. Kak Rio keren amat!” Teriak Ify tanpa sadar.
Berkali-kali
ia melihat foto yang barusan ia ambil itu. Foto itu sangat berharga
baginya, walau cewek seperti dirinya nggak berhak menyimpan foto itu.
Kalo saja Shilla tau, pasti nyawanya udah nggak ada.
“Ini.. Kok gue bisa ya motret kayak gini?” Tanya Ify pada dirinya sendiri.
Foto
Rio yang sedang bermain basket! Gila! Keren amat Kak Rio! Seandainya ya
kalo ia sebarin dua puluh foto itu, bakal riuh deh di seluruh penjuru
sekolah. Jarang lho sekaligus susah mencari atau menemukan foto-foto
itu.
Lha? Kok gue lebay gini ya? Ify membongkar semua foto
yang ada di dalam kamera itu. Senyumnya mengembang saat ia melihat foto
Rio tadi, dan ia nggak bisa nggak teriak.
“AAA... Kak Rio...” Teriak Ify lagi. Teriakannya itu keras sekali. Dijamin, yang baca ini dapat dengar deh, wkwkwk..
“Wau! Seorang photograper sejati.” Kata sebuah suara.
***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja
Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604
Free Contact me : 083129582037 ( axis )
Makasiiii (:
Follow : @uny_fahda19
@nistevadit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar