expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 12 Oktober 2013

Miracle of Rainbown ( Part 8 )

Part 8

.

.

.

KRINGG !!!!

Bel tanda keluar main pun berbunyi. Semua murid SMA Vega berhamburan keluar kelas. Mereka bosen banget dikurung di kelas sambil mendengarkan ocehan bapak dan ibu guru. Demikian pula dengan Ify dan Sivia.

“Fy, ke kantin yuk!” Ajak Sivia semangat. Kayaknya, dia lapar banget deh.

“Mmm, gue libur aja deh ke kantinnya. Lo aja ya sendiri.” Jawab Ify.

“Kenapa libur? Lagi puasa ya?”

“Enggak kok. Cuman malas aja.”

Sivia nurut aja. Cewek itu pergi ke kantin sendirian. Ify memandangi sahabatnya itu dengan senyuman. Cerita Sivia tadi membuatnya cekikikan. Jadi, pemilik nomor HP itu Kak Alvin? Wau! Bayangkan, kemarin kak Alvin yang antar Sivia pulang. Kalo mereka jadian, Ify bakal dukung mereka kok. Hebat kan, cewek sederhana seperti Sivia dapat pacar cowok keren yang menjadi idola para cewek?

Enaknya kemana ya? Timbul niatnya untuk mengunjungi ruang musik. Ya, Ify ingin sekali pergi ke tempat itu. Ada satu alat musik yang paling disukainya. Yaitu piano.

Setelah ia berada di dalam ruang musik yang sepi itu, Ify menemukan sebuah piano. Ingin sekali ia memainkan piano itu. Rasa inginnya itu mengalahkan segalanya. Nggak ada salahnya kan mainin alat musik itu? Kan piano itu milik SMA Vega yang bebas digunakan oleh siapapun.

Nada-nada indah diciptakannya. Udah lama lho Ify nggak main piano. Dan sekarang ini ia berada di dalam dunia yang sesungguhnya. Dunia yang paling ia sukai selain photograper. Alasannya untuk nggak ikut ekskull musik masih nggak jelas. Ia malu banget jika ditunjuk guru untuk bermain piano dipanggung. Ya, cukup photograper saja yang menjadi kegiatannya.

Hampi semenit ia berada di dalam dunianya. Suara-suara atau hal lain tidak didengarnya. Yang ia dengar hanya nada-nada indah yang diciptakannya sendiri. Tapi nada itu kalo didengar seperti lagunya Marcell yang berjudul Takkan Terganti.

Telah lama sendiri dalam langkah sepi

Tak pernah ku kira bahwa akhirnya

Tiada dirimu disisiku...

Suara itu.. Seperti suara seorang cowok. Antara sadar dan tidak sadar, Ify tetap memainkan piano itu bersama suara indah itu hingga lagu habis.

Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan

Semua takkan mampu mengubahku

Hanyalah kau yang ada direlungku

Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta

Kau bukan hanya sekedar indah

Kau tak akan terganti...

Sungguh, suara cowok itu membuat jiwanya terasa seperti berada di sebuah tempat yang sangat indah. Ify berharap suara itu tidak nyata. Karena ia takut. Permainan pianonya yang menurutnya tidak jelas itu didengar oleh seseorang.

Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta

Kau bukan hanya sekedar indah

Kau tak akan terganti...

Kau tak akan terganti...

Lagu itu berakhir dan permainannya selesai. Ify mencoba menenangkan hatinya yang sedikit gemetaran. Ah, kenapa aku? Kenapa aku merasa ada seseorang yang mendengarkan permainanku?

“Hai! Permainan pianomu bagus. Aku suka.” Kata sebuah suara.

Jantungnya berdegup kencang. Jadi.. Jadi.. Suara itu.. Suara itu nyata? Ada cowok yang sekarang ini berada di dalam ruang musik ini? Ify tak berani menoleh kanan kiri ataupun membalikkan badannya.

“Kenapa kamu nggak ikut ekskull musik aja?” Tanya cowok itu yang tiba-tiba udah ada duduk disampingnya.

Tuhan.. Apakah aku berani melirik ke samping kananku? Suara itu.. Sepertinya ia mengenali suara itu. Ify hanya bisa diam sambil menemukan jawaban itu.

“Sini, tatap aku.” Kata cowok itu. Ia memutar kepala si cewek. Sekarang, pandangan keduanya bertemu.

“Kak..Kak.. Ri..Rio..” Kaget Ify.

Rio tersenyum melihat cewek disampingnya itu kaget. “Maaf ya, hehe.” Kata Rio.

Bukan. Yang dilihatnya bukan Rio. Apa ia terlalu mengagumi sosok Rio sehingga sosok itu sudah ada disampingnya? Mimpi Fy. Nggak ada siapa-siapa di tempat ini. Tapi, kok cowok itu keliatan nyata? Apa matanya mulai bermasalah?

“Kenapa kamu nggak ikut ekskull musik aja?” Tanya Rio lagi.

Mulutnya sangat sulit untuk berbicara. Ify masih tidak percaya. Ada Rio disampingnya? Cowok yang sangat ia sukai berada disampingnya? Sekarang? Dan telah mendengarkan permainan pianonya?

“Jangan takut. Aku cowok baik-baik kok.” Kata Rio tersenyum ramah.

Bicara Fy, bicara! Hatinya memaksa untuk berbicara walau terasa berat. Akhirnya, Ify bicara juga dengan ejaan kata yang sedikit tidak jelas karena grogi setengah mati.

“Ka..Kak Rio nya..nyata?” Tanya Ify.

Rio tertawa kecil mendengar suara Ify yang putus-putus. “Santai aja. Jangan gugup gitu. Anggap aku adalah teman dekatmu.”

Kini, suara Ify menjadi sedikit kembali jadi normal. Jantungnya yang berdegup kencang ia usahakan menjadi normal.

“Iya. Ify nggak tau kalo kakak ada disini.” Kata Ify.

Yes! Berhasil juga akhirnya. Sekarang, yang perlu ia lakukan bersikap santai. Seolah-olah yang menjadi lawan bicaramu adalah teman dekatmu. Sivia mungkin.

“Kakak selalu memerhatikan ruangan ini kok. Kakak kan ketua ekskull musik juga.” Kata Rio.

“Oo, iya.”

“Kamu jago juga ya main piano.”

Jago? Yang benar saja. Padahal tadi permainanku kacau. Batin Ify. Ia tidak suka dipuji ama orang lain. Apalagi Rio. Tapi ini...

“Kamu bakat kok main piano. Rio suka sekali mendengar nada-nada yang kamu mainkan. Cocok deh duet sama Rio dipanggung.” ( Yaiyalah, kan pas Rio nyanyi lagu Rindukan Dirimu itu )

“Ng.. Jelek kok kak. Aku nggak bisa main piano.” Kata Ify malu. Baru kali ini ada orang yang memujinya bermain piano. Dan orang pertama yang memujinya adalah Rio? Rio? Cowok nomor satu di sekolah ini memujinya yang biasa-biasa saja?

“Jangan merendahkan diri. Kamu bakat kok main piano. Ohya, nama kamu siapa?” Tanya Rio mengalihkan topik. Ia memandangi wajah Ify yang keliatan malu. Bahkan sangat malu.

“I..Ify.” Jawab Ify grogi. Lho? Bukannya tadi sudah normal?

“Ify.. Nama yang cantik. Secantik orangnya.” Kata Rio tersenyum.

Pujian atau apakah itu? Ingin saja Ify pingsan. Ia yakin, ia salah lihat. Tidak mungkin kan Rio mengatakan dirinya cantik? Oh, sebaiknya ia harus meninggalkan tempat ini. Kalo tidak, mungkin ujung-ujungnya berada di ranjang rumah sakit.

“Mmm, Ify kembali ke kelas dulu ya kak. Maaf karena udah masuk ke ruang ini tanpa seizin dari kakak.” Kata Ify seraya meninggalkan Rio.

Cewek itu menghilang dari penglihatannya. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Tapi, muncul rasa takut dalam dirinya. Ia takut. Takut karena tidak bisa menjaga cintanya yang telah lama ia pertahankan.

***

“Lo yakin melabraknya pas pulang sekolah?” Tanya seorang cewek.

“Ya. Enek tau nggak gue liat mereka.” Jawab teman dari si cewek itu.

Cewek itu merangkul sahabatnya serta memberikan sahabatnya itu sebuah dukungan. Jangan menyerah dalam hal apapun.

“Ok. Ntar gue bawa sekalian anak-anak itu.” Kata cewek itu tersenyum licik.

***

“Kenapa wajah lo?” Tanya Sivia ketika ia dan Ify berada di dalam kelas.

“Eh, nggak ada kok Fy.” Jawab Ify. Ia menyibukkan diri mengerjakan soal bahasa indonesia yang diberikan oleh bu Wati.

Sivia nggak yakin ama jawaban Ify. Pasti Ify sedang punya masalah. Lihat aja wajahnya, beda banget saat terakhir kali ia melihat Ify. Emang, pas keluar main Ify kemana aja?

“Pas keluar main, lo kemana aja sih?” Tanya Sivia.

Ify tidak menjawab. Tangan kanannya menulis-nulis ria di buku. Tidak mungkin ia menceritakan kejadian tadi, di ruang musik itu.

“Mulai pelit nih ye ama sahabat sendiri. Padahal gue kan udah nyeritain pertemuan gue ama kak Alvin. Eh Fy, ternyata, kak Alvin itu cakep lho. Sumpah Fy. Sampai kebawa mimpi kak Alvin itu. Aduh Fy.. Apa ini tanda-tanda gue jatuh cinta?”

“Hmmm, mungkin.” Jawab Ify singkat.

“Bener kan. Gue emang suka ama kak Alvin. Duh.. Piye iki? Kak Alvin kan cowok idola disini, lha gue. Cewek yang selalu dicuekin ama siapapun. Nasib.. Nasib..”

“Kalo lo berusaha, pasti lo akan dapetin kak Alvin.” Kata Ify menyemangati sahabatnya.

Sivia tersenyum. Tapi hati kecilnya berkata, Alvin bukan tipe lelaki idamannya. Baginya, Alvin melebihi kata sempurna. Dan mungkin saja Alvin tobantnya cuman sehari, terus, besoknya jadi playboy lagi? Sivia tidak mau menjadi korban cinta Alvin. Lebih baik pacaran ama cowok biasa-biasa saja asalkan cowok itu setia dan tidak mengkhianatinya.

Tapi.. Rasa cinta itu.. Rasa cinta yang datang tiba-tiba dan sulit untuk ia hilangkan. Bagaimana caranya agar perasaan itu hilang? Baru kali ini Sivia dihadapi dengan cinta yang sangat memusingkan.

Tak terasa. Bel pulang berbunyi. Sivia dan Ify membereskan buku dan alat tulis lainnya. Diantara keduanya nggak ada yang bicara. Keduanya sedang memikirkan masalah masing-masing. Masalah yang tentu ada hubungannya dengan cinta dan perasaan.

“Pulang ama siapa?” Tanya Sivia ketika berada di luar gerbang.

“Naik bemo. Ikut yuk Vi, daripada lo kekurung di lab biologi.”

“Mmm, nggak tau juga.” Kata Sivia bingung.

“Hai! Kalian sedang apa?” Tanya seorang cewek yang berpenampilan sangat girly dan cantik. Lho? Cewek itu kan.. Cewek itu kan.. Wajah Ify memucat.

“Kak Shilla, ada apa?” Tanya Sivia memberanikan diri. Walau sejujur-jujurnya ia sedikit takut.

Shilla memerhatikan dua cewek didepannya itu secara bergantian. Hmmm, tampang di bawah rata-rata. Masih berani juga deketin cowok nomor satu di sekolah ini. Terutama tuh yang lagi menunduk takut. Nggak tau diri apa cewek itu? Shilla mencoba ramah pada kedua cewek itu agar kedua cewek itu mau mengikutinya.

“Ikut kakak yuk!” Ajak Shilla ramah. Tidak ada ekspresi kemarahan atau kebencian.

Sivia berbisik di telinga Ify. “Lo mau ikut?”

“Ng..Nggak tau Vi. Emangnya kita mau diapain?”

Sepertinya, Shilla mengetahui kebimbangan dari wajah kedua cewek itu. Kuncinya adalah ramah dan selalu tersenyum agar kedua cewek itu mempercayainya.

“Santai aja. Gue orang baik kok. Ada hal penting yang harus gue bicarain. Tenang aja. Cuman bentar aja.” Kata Shilla.

Sivia dan Ify saling tatap menatap. Lalu keduanya mengangguk pelan. Dalam hati, Shilla tertawa puas. Haha.. Mudah banget bohongin adek kelas. Liat aja ntar gimana kondisi kalian setelah kalian tau apa sebenarnya yang terjadi selanjutnya.

***

Tempat rahasia itu dihuni oleh tiga cewek penguasa sekolah ini. Mereka adalah Oik, Febby dan Pricilla. Cewek yang sangat diincar oleh para cowok. Salah satu dari cewek itu seperti nggak yakin dengan rencana ini.

“Lo yakin Shilla balik kesini dan membawa dua adek kelas itu?” Tanya Oik.

“Yaiyalah. Mereka pasti mau kesini. Percayalah.” Kata Febby meyakinkan Oik.

Dan benar saja. Shilla datang bersama dua adik kelas yang berwajah sedikit ragu. Tapi Shilla meyakinkan mereka bahwa ini akan berlangsung secara baik-baik.

“Lo yakin Vi?” Tanya Ify.

Yang ditanya mengangkat bahu. Bodoh juga ya percaya ajakan Shilla. Lihat! Tempat ini mengerikan. Lebih ngerian tempat ini daripada lab biologi. Disini juga ada Oik, Febby dan Pricilla. Perasaan Sivia menjadi tidak enak. Jangan-jangan....

PLAK !!!!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ify. Ify yang tidak tau menahu langsung saja kesakitan. Ia ingin menangis, tapi ia tahan agar air matanya itu tidak keluar. Apa ini ada hubungannya dengan Rio di ruang musik itu?

“Dasar cewek yang nggak tau diri. Kenapa lo masuk ke ruang musik dan enak sekali ngobrol ama Rio?” Bentak Shilla.

Ify terdiam sambil menahan rasa sakitnya. Bukan. Rasa sakit dihatinya jauh lebih sakit dibanding tamparan keras itu. Sudah ia duga. Semua ini ada hubungannya dengan Rio.

“Kak.. Ify nggak..” Kata Sivia mencegah Shilla. Tapi perkataannya dipotong ama Febby.

“Mau apa lo? Mau belain temen lo yang nggak tau diri itu?”

Jujur saja, Sivia tidak tau masalah yang sebenarnya. Ify bertemu Rio di ruang musik? Apa itu benar ato cuman kerjaan Shilla saja yang ingin melabrak adek kelas?

PLAK !!!

Tamparan kedua kalinya. Kali ini, air matanya tidak bisa ditahan. Ify menangis karena kebodohannya. Argh! Kenapa aku pergi ke ruang musik? Dan kenapa ada Rio disana? Ify ingin menjelaskan kalo itu hanya kebetulan aja. Tapi, mulutnya terkunci rapat. Ia hanya bisa menangis dan terus menangis meratapi kebodohan yang ia lakukan.

“Gue pengen bunuh lo tau disini! Bisa-bisanya cewek kampungan kayak lo bicara akrab ama Rio! Dasar cewek yang nggak tau diri!” Bentak Shilla lagi.

“Kak..” Ify mencoba memberanikan diri untuk bersuara. “Maafin Ify. Tadi itu cuman kebetulan. Ify tau kalo Ify nggak pantas kagumin kak Rio. Maaf kak..”

“Maaf, maaf. Enak banget lo minta maaf.”

Saat ini, emosi Shilla nggak bisa dikendalikan. Secara tiba-tiba dan tanpa bisa dicegah oleh siapapun, Shilla menjambak rambut Ify dan menyiksa Ify. Sivia ingin menyelamatkan Ify. Tapi, tangannya dicengkram kuat ama Febby dan Pricilla.

“Ayo Shill.. Ayo! Terus!” Kata Febby semangat.

“Ampun kak.. Ampun..” Tangis Ify. Rambutnya acak-acakan dan ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya yang mulai lemah.

BRUAK !!!!!

Tiba-tiba ada orang yang menendang pintu markas itu dan membuat semua terdiam plus ketakutan. Termasuk Shilla!

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

@uny_fahda19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar