Epilog
.
.
.
Makam
itu mulai sepi. Disana hanya ada enam orang. Dua orang masih duduk
bersimpuh di dekat makam itu. Rio, salah satu dari orang itu mengusap
lembut batu nisan Acha. Ia tau, bidadarinya itu kuat dan tegar dalam
menghadapi cobaan. Disampingnya ada Ify. Air mata cewek itu nggak mau
berhenti turun sejak pemakaman mulai dilaksanakan.
“Bahagia disana ya Cha. Rio janji tidak akan mengingkari janji Rio untuk menjaga Ify.” Kata Rio.
Sementara
Cagni, Shiel dan Alvia tersenyum sedih menyaksikan hal itu. Sekarang
mereka tau mengapa Rio berubah menjadi pemurung. Tentu, jawaban yang
sangat misterius pasti dapat terpecahkan. Dan Shilla sangat menyesal
karena pernah memaksa Rio untuk menjadi pacarnya. Ia berjanji nggak akan
mengulangi lagi. Ada Gabriel yang selalu mengajarinya banyak hal.
“Balik yuk!” Kata Alvin memecahkan keheningan.
Finally,
Rio mencium batu nisan itu lalu ia berdiri. Rio dan lainnya tidak
mengetahui ada sepasang mata yang melihat mereka dengan senyuman. Mata
indahnya berkaca-kaca. Namun pelangi di atas sana yang selalu
menemaninya. Ah ya, pelangi. Sampai kapanpun ia tidak akan melupakan
pelangi, dan keajaibannya yang telah menyatukan Rio, dan juga menyatukan
Rio dengan Ify.
Mereka pun meninggalkan makam itu walau
sesungguhnya mereka tidak mau meninggalkannya. Mata yang tadi melihatnya
mengikuti, dan terus mengikuti beriringan warna pelangi yang pudar. Dan
bayangan mata itu mulai menghilang, kembali ke asalnya.
***
( Flasback )
“ACHA!!
Tolong Cha, jangan tinggalkan Rio!!” Kata Rio tersengal-sengal. Walau
ia sedikit bahagia karena sahabat Acha adalah Ify, Rio sungguh tidak
rela Acha meninggalkannya.
Disampingnya,
ada Ify. Cewek itu tidak menyangka. Selama ini sahabatnya pergi karena
ingin berobat di Singapura. Oh Acha, mengapa kamu tidak memberitahu
sejak dulu?
Mata itu kembali terbuka, namu mata itu ingin segera tertidur kembali. Rio lega dan langsung menggenggam tangan dingin Acha.
“Ri.. Rio..” Lirih Acha.
“Iya Cha, ini Rio. Rio kangen sama Acha. Jangan tinggalin Rio ya. Kamu kan janji nggak akan tinggalin Rio?”
Acha tersenyum lemah. Ia beralih menatap cewek disamping Rio. “If.. Ify ya?” Tanya Acha.
“Iya Cha, kenapa Acha nggak memberitahu Ify sejak dulu?” Kata Ify menangis.
“Ja..Jangan nangis. Per..Percuma Ify nangis.” Hibur Acha.
Tuhan..
Mengapa seperti ini skenario-Mu? Apa skenario ini tidak bisa diubah
lagi? Rio maupun Ify tidak rela Acha meninggal. Walau Acha kembali
bersama Rio, Ify berjanji untuk tidak cemburu. Ia rela membunuh
kebahagiaannya demi Acha.
“Fy.. If..Ify ingat du..dulu? Ka..kalo Acha per..pergi.. Acha ingin meni..menitipkan seseorang un..untuk Ify?”
Ify mengangguk. Dulu, ia nggak terlalu mempedulikan kalimat itu. Namun sekarang ia tau siapa seseorang itu.
“Ka..Kalian ditakdirkan un..untuk bersama.” Kata Acha tersenyum melihat Rio dan Ify.
“Tidak Cha! Acha lebih berhak mendapatkan Rio, bukan Ify!” Kata Ify.
“A..Acha.. Acha ingin ka..kalian bahagia selepas keper..kepergian Acha..”
Apa
ini pertanda Acha akan segera pergi? Apa pertahanan gadis itu sudah
hancur? Ify tidak bisa berhenti menangis. Ia lebih memilih menggantikan
posisi Acha.
“Pe..Pelangi..”
Setelah
mengucapkan sebuah kata itu, matanya tertutup dan tidak bisa terbuka
lagi. Tangis Ify semakin kencang. Ia tidak rela sahabatnya itu
meninggalkannya. Di sampingnya, Rio memeluknya tuk sekedar menguatkan
hatinya.
“Biarkan Acha pergi, mungkin ini jalan terbaiknya.” Bisik Rio di telinga Ify.
Tangis
Ify mulai reda. Rela tidak rela, ia harus rela. Pertemuan singkat ini
menjadi pertemuan terakhirnya dengan Acha, ya, sahabatnya.
“Fy, kamu mau kan jadi bidadari Rio?” Bisik Rio sambil tersenyum.
***
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar