expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 02 Juli 2016

Get Your Heart On!: ( 2 ) Can't Keep My Hands Off You



Casting:

All Time Low as theirselves

Lisa Gaskarth as herself

Simple Plan as theirselves

.

            Saat dimana kau mabuk karena cinta dan melupakan segalanya.”

***

            51 Messages From: Jack
           
30 Messages From: Rian

            42 Messages From: Zach

            75 Missed Call From: Jack

            54 Missed Call From: Rian

            46 Missed Call From: Zach

            Gue tersenyum saat membuka Blackberry gue yang entah kapan terakhir kali gue pegang. Tapi baterainya berada di ujung kematian. Malam ini gue ada di bar sambil berusaha mencari gadis yang akhir-akhir ini membuat gue gila. Bagi gue, gadis itu tampak nakal tapi itulah hal yang gue sukai dari dia. Nama gadis itu adalah Lisa. Dia bekerja di bar ini. Gue sering senyum ke dia tapi dia cuek saja.

            “Lo mau nambah lagi?”

            Gue ga kenal tuh orang. Tapi katanya dia itu vokalis band Simple Plan yang selain nge-band kerjaannya di bar mulu. Sebenarnya gue jarang dateng di tempat ini. Tapi ini demi Lisa akhirnya gue maksain diri buat dateng. Lagipula, ternyata bar ini mengasyikkan. Kalau gue stress gue bisa mempelampisakan kestresan gue di bar ini.

            “Nama lo siapa?” Tanya gue.

            Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya. Mungkin dia heran karena gue yang tidak tau siapa namanya. Tapi sumpah gue tidak tau siapa dia.

            “Lo Alex kan? Gue Pierre.” Jawabnya.

            Gue hanya meng’o’kan saja. Tiba-tiba gue ga sengaja melihat sosok gadis berpakaian seksi yang langsung membuat gue melongo. Kalau begini caranya gue bisa gila. Bahkan gue sudah tidak mempedulikan semuanya. Yang ada dipikiran gue hanyalah Lisa, Lisa dan Lisa. Satu hal yang ingin sekali gue lakukan pada Lisa. Yaitu gue ingin meluk dia sampai puas meskipun ga ada habisnya. Bagi gue, pelukan itu lebih dahsyat ketimbang ciuman karena bagi gue ciuman itu hanya bisa mengundang nafsu sedangkan pelukan tidak. Kok gue terkesan alim gini ya?

            “Biar gue tebak. Lo naksir gadis itu kan?” Tanya Pierre.

            Sepertinya Pierre tau kalau selama ini gue selalu memerhatikan Lisa. Tidak ada salahnya menceritakan perasaan gue tentang Lisa pada Pierre. Siapa tau kan dia kenal baik dengan Lisa dan mau ngenalin gue ke Lisa?

            “Gue datang kesini hanya untuk melihat Lisa. Gue akui gue suka sama Lisa. Bahkan gue cinta sama Lisa.” Ucap gue.

            “Well, lo tepat banget jatuh cinta sama Lisa. Sepertinya gadis itu suka lo juga.” Ucap Pierre.

            Mata gue membulat mendengar ucapan Pierre. Apakah dia bohong? Bahkan Lisa ga ngenal gue sama sekali. Apa Pierre sedang mabuk? Tapi dia kelihatan baik-baik saja.

            “Sebaiknya lo ungkapin aja perasaan lo ke dia.” Ucap Pierre.

            Malam semakin larut, bahkan sudah memasuki dini hari. Kepala gue amat berat karena terlalu banyak menghabiskan alkohol. Orangtua gue ga mempedulikan gue karena mereka terlalu asyik sama dunianya. Gue itu anak tunggal. Tapi gue beruntung memiliki tiga sahabat yang selalu ada untuk gue, siapa lagi kalau bukan Jack, Rian dan Zach?

            Kepala gue bertambah pening. Tiba-tiba terlintas wajah cantik yang gue harap apa yang gue lihat adalah benar.

            “Lo ga apa-apa?”

            Suaranya sangat lembut. Sebisa mungkin gue menormalkan keadaan tubuh gue. Ya, gadis itu memang Lisa. Dia tersenyum manis dan rasanya gue ingin sekali memilikinya. Gue udah dibuat buta sama Lisa tapi gue ga peduli. Bahkan gue sampai melupakan sahabat-sahabat gue dan diri gue sendiri.

            “Gue ga apa-apa.” Jawab gue.

            “Gue Lisa.” Ucap Lisa.

            “Gue Alex.” Ucap gue.

            Kedua tangan kami menyatu. Rasanya seperti tidak ingin melepaskan tangan gue dari tangannya. Gue jadi penasaran mengapa gadis selembut Lisa berani bekerja di bar itu. Apa Lisa bekerja disana hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya? Gue bisa melihat dari luar kalau Lisa itu bukanlah seorang jalang.

            “Kalau gitu gue pulang dulu ya. Lo kalo minum alkohol jangan sampai kebanyakan. Ga sehat buat tubuh lo.” Ucap Lisa lalu pergi dari tempat itu.

            Gue tersenyum kecil. Lisa saja perhatian sama gue. Tadi itu gue emang kebanyakan minum tapi gue ngerasa baik-baik saja. Umur gue sudah dua puluh enam tahun. Gue udah dewasa dan minum seperti itu udah biasa bagi lelaki seperti gue.

            Akhirnya gue tiba di rumah dan langsung menghempaskan tubuh di atas kasur. Sedikit informasi, gue tinggal sendiri karena gue rasa lucu di usia seperti ini gue masih tinggal dengan orangtua.

***

            Malam ini gue ke bar lagi. Gue nemu Lisa. Dia langsung ngajak gue ngobrol di luar bar yang jauh dari keraiaman. Gue ngerasa bahagia banget bisa dekat dengan Lisa. Gue curiga kalau-kalau Lisa juga naksir sama gue. Kalau iya, alangkah indahnya hidup gue.

            “Sebenarnya gue kerja disini karena terpaksa. Adek gue sedang sakit parah dan gue harus ngebiayain adek gue yang sakit.” Jelas Lisa.

            Dada gue terasa sesak mendengar penjelasan Lisa. Ternyata hidupnya berat juga sedangkan gue berlebihan. Orangtua gue sangat kaya dan selama ini gue bergantung pada mereka. Gue salut sama Lisa.

            “Tapi gue bukan gadis jalang.” Ucap Lisa.

            Iya, gue percaya sama Lisa. Tiba-tiba saja gue menggenggam tangan Lisa dengan erat. Wajah gadis itu tampak kaget. Gue tau yang gue lakukan salah tapi gue ga bisa menahannya.

            “Lo tau, hanya karena lo gue ngelupain semuanya. Bahkan gue lupa kapan terakhir kali gue ganti baju.” Ucap gue.

            Lisa terlihat berusaha menahan tawanya. “Lo kenapa sih? Apa karena gue lo memaksakan diri datang ke bar?” Tanyanya.

            “Iya. Gue kesini hanya ingin bertemu dengan lo. Tapi selama itu gue ga berani nyapa lo. Malah lo yang nyapa gue duluan. Rasanya gue ga ada gunanya jadi cowok.” Ucap gue.

            “Lo cowok yang sempurna, Lex..” Ucap Lisa.

            Gue harap gue ga salah dengar. Lisa bilang gue adalah cowok sempurna? Entah apa yang membuat jarak kami semakin dekat lalu tanpa sadar kami berciuman sambil berpegangan tangan. Gue tau ini bukan first kiss gue tapi gue harap ini menjadi last kiss gue.

***

            “Ya Tuhan! Selama ini lo kemana aja?” Tanya Jack.

            Gue tersenyum melihat tiga sahabat gue yang ternyata khawatir sama gue. Mereka ngira selama ini gue menghilang. Tau tidak, kemarin itu adalah malam terbaik gue. Ternyata Lisa suka sama gue dan dia mengatakan secara malu-malu. Tentu saja kami memutuskan untuk pacaran. Lisa… Dia adalah bidadari gue yang bisa membuat gue gila dan melupakan segalanya. Kemudian gue bercerita tentang Lisa ke sahabat-sahabat gue.

            “Gue benar-benar minta maaf ke kalian karena Lisa gue jadi melupakan segalanya.” Ucap gue.

            “Lo benar-benar terobsesi sama gadis itu.” Ucap Zach.

            “Tapi ga apa-apa ketimbang lo jomblo.” Ucap Rian.

            Gue tertawa. Gue emang sudah resmi menjadi kekasih Lisa dan gue ingin membantu adiknya yang sakit. Gue ingin adiknya cepat sembuh agar Lisa ga susah-susah kerja di bar. Gue takut ada lelaki hidung belang yang nyiska Lisa walau gue yakin Lisa sudah bisa menghadapi berbagai macam lelaki hidung belang itu.

            “Nanti malam lo semua harus pergi ke bar sama gue!” Ucap gue dengan semangat.

***

            Alunan musik mengalun di bar itu. Gue sama sahabat-sahabat gue akan pesta disini sampai fajar. Gue ketemu Lisa disana. Gue langsung meluk dia. Setiap hari Lisa selalu kelihatan cantik sekalipun tanpa make-up. Lisa itu cantik apa adanya.

            “Kenalin ini sahabat-sahabat gue. Jack, Rian dan Zach.” Ucap gue sambil ngenalin Lisa ke sahabat-sahabat gue.

            Diantara ketiganya, Jack yang paling jahil seakan-akan dia ingin merebut Lisa dari tangan gue. Jangan! Jack itu raja playboy. Sudah banyak gadis yang menjadi korbannya. Kalau gue sih enggak. Bahkan mantan gue hanya tiga, itupun mereka yang ninggalin gue bukan gue yang ninggalin mereka.

            Tiba-tiba saja musik yang tadinya mengalun lembut berubah menjadi keras. Gue tersenyum lebar melihat Pierre dan teman-temannya yang sepertinya ingin membawakan sebuah lagu. Mereka emang keren! Gue sih sebenarnya punya band juga tentunya sama sahabat-sahabat gue. Tapi gue ngerasa band gue ga sekeren seperti mereka.

            Halaman bar semakin ramai karena Simple Plan. Gue menggenggam tangan Lisa dan ikutan nimbrung sambil joget-joget ga jelas. Tapi lagu yang dibawa mereka enak banget.

            Cause on the street, or under the covers

We're stuck like two pieces of Velcro

At the park, in the back of my car

It don’t matter what I do,

No, I can’t keep my hands off you..”

            Sepertinya Lisa juga seneng. Ini adalah salah satu malam terbaik gue. Jika ada Lisa disamping gue, setiap harinya akan selalu menjadi hari terbaik bagi gue.

            “Gue cinta banget sama Lo Lis dan gue harap lo yang terakhir buat gue.” Ucap gue selepas Simple Plan berhasil membawakan lagu itu.

            “Gue juga cinta sama elo Lex dan beruntung bisa mendapatkan lo.” Ucap Lisa.

            Gue meraih tangan Lisa lalu menggenggamnya dengan erat tanpa harus melepaskannya. Lisa menjatuhkan kepalanya tepat di atas bahu gue. Cinta itu emang indah.. Batin gue sambil tersenyum.

***

END

Song for this part

Simple Plan – Can’t Keep My Hands Off You


Oh oh oh let’s go


My Fender Strat sits all alone, collecting dust in the corner

I haven’t called any of my friends, I’ve been MIA since last December

My blackberry’s filled up with E-mail

My phone calls goes straight through to voice mail


'Cause on the street, or under the covers

We're stuck like two pieces of Velcro

At the park, in the back of my car

It don’t matter what I do,

No, I can’t keep my hands off you

(can’t keep my, can’t keep my)

Can’t keep my hands off you

(can’t keep my, can’t keep my)


There’s fungus growing in the icebox, all I got left are Fruit Roll-Ups

My clothes are six months old, but I don’t care, no, no, no, I don’t notice

My bills pile is so high, it is shocking

The repo man just keeps on knocking


'Cause on the street, or under the covers

We're stuck like two pieces of Velcro

At the park, in the back of my car

It don’t matter what I do,

No, I can’t keep my hands off you

(can’t keep my, can’t keep my)

Can’t keep my hands off you

(can’t keep my, can’t keep my)

Can’t keep my hands off you


Sorry to all my friends and to anyone I offend

But I can’t help it, no, I can’t help it


Can’t keep my, can’t keep my (can’t keep my hands off you)

Can’t keep my, can’t keep my (can’t keep my hands off you)

Can’t keep my, can’t keep my (can’t keep my hands off you)

Can’t keep my, can’t keep my (can’t keep my hands off you)


'Cause on the street, or under the covers

We're stuck like two pieces of Velcro (stuck like two pieces of Velcro)

At the park, in the back of my car

It don’t matter what I do,

No, I can’t keep my hands off you

(can’t keep my, i can’t keep my)

I Can’t keep my hands off you

(can’t keep my, I can’t keep my)

I Can’t keep my hands off you

(can’t keep my, I can’t keep my)

I can't keep my hands off you

(can’t keep my, i can’t keep my)

I can't keep my hands off you

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar