expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 11 )



Part 11

.

            Waktu berjalan begitu cepat. Menyisakan kenangan-kenangan yang indah. Tidak terasa Disty sudah naik ke kelas sembilan dengan nilai yang memuaskan meski ada beberapa mata pelajaran yang nilainya tidak memuaskan seperti Matematika. Michael juga naik ke kelas sepuluh. Ukuran kelas yang sudah dianggap dewasa.

            Hubungannya dengan Rio baik-baik saja. Bagi Disty, Rio adalah tipe cowok yang pengertian dan setia. Memang Rio pernah bergaul dengan teman ceweknya tetapi hanya sebatas teman saja dan Rio sering meminta maaf padanya kalo dia digosipkan dekat dengan cewek lain. Disty bisa mengertikan Rio. Di sekolah Rio anaknya terkenal dan banyak sekali yang mengidolakannya.

            Setelah James lulus, nama Rio semakin disebut-sebut. Kakak teruta Disty sudah lulus dengan nilai yang memuaskan. Yang Disty sedihkan, James tidak berkuliah di Inggris melainkan di Amerika. Artinya ia dan James pasti akan jarang bertemu. Itu sudah menjadi keputusan James. Tetapi James berjanji akan menyempatkan diri pulang ke Inggris.

            “James pintar ya Dis bisa kuliah di Amerika.” Ucap Donna. Ya. Mereka sekelas lagi.

            “Tentu. Kakakku itu memang pintar. Yaa walau rasanya sedih sih tidak bisa melihat James setiap hari tapi itu sudah menjadi keputusannya.” Ucap Disty.

            “Tenang Dis kan masih ada Rio.” Ucap Miley sambil tertawa.

            Rio. Disty selalu tersenyum jika mengingat nama itu. Rio. Hubungan mereka sudah tujuh bulan dan Disty senang tidak terjadi apa-apa diantara ia dan Rio. Disty juga hampir melupakan perasaan anehnya ketika pertama kali bertatapan dengan Rio yang ia merasa sudah tidak asing lagi dengan wajah Rio. Satu lagi. Sikap Ayahnya yang seperti tidak suka akan hubungannya dengan Rio. Disty pernah curhat dengan Bella tetapi Bella tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah Disty ingin menanyakan hal ini pada Thomas tetapi ia ragu.

            “Hubungan kami semakin baik. Hanya saja aku heran dengan sikap Ayah yang seakan-akan tidak menyukai aku pacaran dengan Rio.” Ucap Disty.

            “Aku kan sudah bilang Dis mungkin itu hanya perasaanmu saja.” Ucap Donna.

            Miley berpikir sesuatu. “Tapi aku heran juga sih. Pasti ada sesuatu yang terjadi antara Ayahmu dengan Rio.” Ucapnya.

            “Tidak. Rio mengatakan kalau dia sama sekali tidak punya masalah dengan Ayahku. Juga keluarganya.” Ucap Disty.

            “Sudah ah tidak usah membahas hal itu. Terpenting aku ingin memperbaiki nilaiku. Kemarin nilai-ku anjlok dan Mamaku sempat marah.” Ucap Donna.

            Tiba-tiba Disty teringat dengan nilai matematika-nya yang amat menyedihkan. Disty memang lemah di pelajaran matematika. Sudah hitung-hitungannya banyak, bikin kepala pusing, sakit perut dan lain-lain. Mungkin yang jago matematika IQ-nya ribuan kali ya?

            Sepulang sekolah, Disty tersenyum senang melihat Rio. Namun sayang kali ini ia tidak bisa pulang dengan Rio karena Rio ada urusan di sekolahnya dan selesainya sore nanti. Otomatis Disty akan pulang sendiri karena Michael sudah duluan pulang. Semenjak James tidak di sekolahnya, Michael suka bawa motor sendiri. Donna dan Miley juga sudah pulang.

            “Maafkan aku ya Dis. Tapi aku benar-benar sibuk hari ini. Seharusnya aku tadi mengirim-mu pesan jadi kau bisa pulang sama Michael.” Ucap Rio dengan wajah yang bersalah.

            Disty mencoba untuk menampilkan senyumnya. “It’s okay. Disty bisa pulang sendiri kok.” Ucapnya.

             “Tidak meminta jemput Ayah atau Mama?” Tanya Rio.

            “Tidak. Kali ini Disty mau pulang sendiri. Disty mau mandiri. Rio tenang aja. Disty akan baik-baik saja kok.” Ucapnya meyakinkan Rio dan akhirnya Rio yakin dengan ucapan Disty walau sejujur-jujurnya ia khawatir dengan Disty.

            Setelah Rio kembali ke sekolah, Disty melihat-lihat ke arah jalan raya. Disana masih ramai. Ada beberapa siswa yang pulang naik angkutan umum. Haruskan ia naik angkutan umum juga? Tiba-tiba senyumnya melebar tatkala melihat seorang cowok yang sudah tidak asing lagi. Disty pun berlari menuju cowok itu.

            “Luke!” Seru Disty.

            Merasa dipanggil, Luke menoleh ke belakang. “Disty? Belum pulang?” Tanyanya.

            “Ya belumlah kan aku masih di sekolah. Rio tidak bisa mengantarku pulang jadi aku pulang sendiri.” Jawab Disty.

            Luke menatap Disty heran. “Seharusnya Rio memberitahumu sejak awal agar kau tidak pulang sendiri.” Ucapnya.

            “Ah sudahlah. Bagaimana kalau kita pulang bersama? Atau gimana kalau kau ajak aku makan di pinggiran? Aku ingin sekali seperti anak-anak yang lain yang hidupnya sederhana. Aku bosan makan di restoran terus.” Ucap Disty.

            Luke terdiam sesaat, lalu tersenyum. “Oke.”

***

            Luke memang berubah. Cowok itu sudah tidak menyebalkan lagi dan lebih banyak tersenyum. Meski Luke masih tidak suka bergaul atau bicara banyak, tetapi bagi Disty perubahan sikap Luke lumayan meningkat. Rambutnya sih tetap sama seperti dulu dan entah kapan Luke akan merubahnya. Luke sekarang masih sama seperti Luke yang dulu. Luke yang mempunyai poni miring dan berambut pirang.

            Tubuh Luke juga semakin tinggi dan tingginya hampir menyamai James. Luke memang tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan Rio, Luke lebih tinggi di banding Rio. Tapi Luke agak kurusan. Mungkin karena cowok itu terlalu keras berpikir dan jarang memikirkan makanan, begitu pikir Disty.

            Di dalam angkutan umum ini, Disty menikmati suasananya yang sangat berbeda. Ternyata seru juga. Tetapi Disty merasakan sesuatu yang tidak enak. Kebanyakan penumpangnya adalah teman sekolahnya dan seangkatannya yang mengenalnya. Mereka memandanginya dengan tatapan heran sekaligus tatapan tidak ramah. Tentu saja mereka heran melihat Disty pulang naik angkutan umum bersama Luke!

            Mungkin mereka mengira Disty selingkuh. Mereka mengira Disty bermain-main di belakang Rio dan hanya memanfaatkan Rio. Ada satu gadis yang adalah teman kelasnya yang agak membenci Disty. Namanya Henna. Sejak Disty dan Luke masuk ke dalam angkutan umum ini, tak sekalipun Henna mengalihkan pandangan dari keduanya. Ditambah lagi sikap Luke pada Disty yang memperlihatkan penuh pengertian dan perhatian. Luke lebih memilih berdiri dan membiarkan Disty duduk. Juga seakan-akan Luke tengah menjaga Disty agar Disty tidak diganggu oleh lainnya.

            “Sstt.. Luke dan Disty…” Bisik Emma di telinga Henna.

            “Kenapa? Kau mengira Disty selingkuh? Kalau iya, bitch banget dia. Sudah bahagia punya pacar seganteng Rio malah selingkuh dengan cowok aneh dan primitif seperti Luke.” Ucap Henna.

            Sayangnya Luke bisa mendengar ucapan Henna tetapi Luke memilih untuk diam. Kemudian Luke memencet bel pertanda dia akan turun.

            “Kita turun disini? Jaraknya masih jauh lho.” Ucap Disty heran.

            “Katanya mau mencoba menjadi gadis biasa.” Ucap Luke dan dibalas senyum oleh Disty.

            Tanpa Disty sadari, Luke tengah menggenggam tangannya dan turun dari angkutan itu. Tentu saja Henna langsung meraih ponselnya dan memofo setiap adegan itu dan akan ia laporkan pada Rio sehingga Rio dan Disty bisa putus.

            “Kau memang pintar dalam hal seperti itu. Biar aku tebak. Kau ingin Rio putus dengan Disty kan?” Ucap Emma.

            Sementara itu, Disty dan Luke berlari menuju pinggir jalan. Disana wajah Disty terlihat ceria sekali. Selama ini hidupnya begitu mewah. Pulang-Pergi selalu diantar dengan supir pribadi, kalau malas makan makanan rumah selalu pergi ke restoran yang mewah. Coba bayangkan jika hidupnya sederhana maybe seperti dulu? Ya. Disty rindu dengan kehidupan lamanya yang sederhana. Ia tidak pernah naik mobil dan kalau sekolah selalu diantar menggunakan motor.

            “Luk, kau merasa ada yang aneh tidak?” Tanya Disty.

            Luke refleks melepas genggaman tangannya. “Tidak. Memangnya ada apa?”

            “Itu tatapan mereka. Mereka menatapku dengan tidak suka. Padahal aku hanya pulang denganmu. Artinya aku tidak selingkuh. Aku masih milik Rio dan hanya mencintai Rio.” Ucap Disty.

            Luke terdiam. Ia benar-benar tidak memikirkan akibat pulang bersama Disty. Gadis itu sudah mempunyai pacar dan pacarnya bukan cowok biasa. Bagaimana jika Rio tau dan salah paham? Apa Rio dan geng-nya akan mengeroyoknya hanya karena ia pulang bersama Disty? Sebenarnya Luke merasa risih dengan tatapan mereka. Mereka seperti menyindirnya karena cowok seperti dirinya bisa bersama Disty di saat Disty sudah bersama cowok yang sangat-sangat berpengaruh di sekolah. Ia memang suka lepas diri jika bersama Disty.

            “Jadi kita makan? Tuh di dekat sana ada penjual makanan.” Ucap Disty sambil menunjuk ke arah utara.

            “Mungkin lain kali saja. Kita pulang saja. Jaraknya sudah dekat kok.” Ucap Luke.

            “Tapi aku lapar. Seenggaknya kita memakan makanan ringan saja semisal burger atau roti apalah. Aku juga haus. Es disana kelihatan segar.” Ucap Disty.

            Benar juga. Sedari tadi Luke berusaha menahan rasa hausnya dan ia juga lapar. Akhirnya Luke mengangguk menuruti permintaan Disty. Keduanya pun berjalan ke tempat yang ditunjukkan Disty. Sebuah tempat seperti penjual pedagang kaki lima yang ada di pinggiran jalan tapi cukup ramai. Apalagi jika sore hari.

            “Es-nya segar sekali.” Ucap Disty saat menerima segelas plastis es berwarna oren yang berisi cream vanilla.

            Luke memerhatikan gadis itu meminum es orange itu dengan nikmat. Dan entah mengapa ia jadi enggan meminum pesanannya tadi yang sama seperti Disty. Luke terus saja menatap wajah gadis itu. Tiba-tiba dadanya menjadi sesak.

            “Dis..” Ucap Luke dengan suara pelan.

            “Hmm..” Jawab Disty.

            Never mind. Lupakan.” Ucap Luke lalu meminum es-nya.

            Tidak lupa juga Disty membeli roti goreng yang rasanya sedap. Dulu di rumahnya banyak sekali yang menjual roti goreng dan Disty sangat menyukainya. Ya. Sudah setahun lebih ia berada di London dan ia rindu Indonesia. Bagaimana Indonesia sekarang? Bagaimana keadaan rumahnya dulu? Dan bagaimana kabar teman-teman lamanya? Dan Lintar….

            Kenapa ia harus mengingat nama itu lagi? Tapi jujur. Disty penasaran dengan Lintar dan hatinya masih tidak tenang sebelum mendengar alasan Lintar yang tidak pernah membalas emailnya dan tidak memberinya kabar. Haruskah ia pergi ke Indonesia hanya untuk bertemu Lintar? Lantas bagaimana jika perasaannya pada Lintar yang sudah lenyap tumbuh lagi?

            “Kau pernah jatuh cinta?” Tanya Disty tiba-tiba. Mereka sedang dalam perjalanan pulang.

            Luke sedikit kaget mendengar pertanyaan Disty. “Pernah. Tapi hanya sebatas suka. Tidak lebih.” Jawabnya.

            Disty tersenyum. “Ku kira kau cowok yang tidak normal. Ternyata dugaanku salah.” Ucapnya.

            Setelah tiba di rumah, Disty memaksa Luke masuk ke dalam rumahnya dan Luke tidak bisa menolak. Kebetulan di teras ada Michael yang sedang bermain gitar. Tumben, batin Disty. Michael yang melihat kedatangan Disty bersama Luke tampak kaget. Seharusnya Disty pulang bersama Rio, bukan Luke.

            “Kenapa kau pulang dengan Luke? Rio mana?” Tanya Michael.

            Disty duduk di samping Michael diikuti Luke. “Rio lagi ada urusan di sekolah jadi Disty pulang sama Luke.” Jawabnya.

            “Urusan? Jangan-jangan dia pacaran lagi di belakang dengan cewek lain.” Ucap Michael.

            Langsung saja Disty menatap tajam wajah kakaknya. Michael kenapa sih mengucapkan kalimat yang jelek? Atau Michael hanya menggodanya saja?

            Sorry-sorry. Just kidding.” Ucap Michael dan jarinya melambangkan huruf ‘V’.

            “Tumben main gitar di teras. Di lihat Luke tuh.” Ucap Disty.

            “Memangnya kenapa?” Tanya Michael.

            “Ya udah Disty masuk dulu ya. Ohya Luk makasih ya udah temani aku pulang. Nice trip.” Ucap Disty lalu masuk ke dalam.

            Setelah masuk ke dalam, Michael menatap Luke. “Kau rindu dengan rumah ini? Aku yakin sekali Disty sudah tidak menganggapmu sebagai anak yang menyebalkan. Lihat. Dia mau berjalan denganmu.” Tiba-tiba Michael seperti teringat sesuatu. “Lalu kalian dilihat oleh banyak orang? Bagaimana jika fans fanatik Rio yang melihat kalian pulang berdua? Wah sebentar lagi kau dalam masalah besar. Rio sangat mencintai Disty dan dia tidak ingin kehilangan Disty sekaligus tidak suka jika Disty berdekatan dengan cowok lain. Ku lihat sejak dulu Rio tidak suka denganmu. Memangnya kalian punya masalah ya?”

            Butuh waktu lama untuk memahami ucapan Michael. “Aku tidak pernah punya masalah dengan Rio. Mungkin begitulah sifatnya. Sama seperti yang lain, yang selalu tidak suka denganku karena aku sombong, sok pintar atau apalah.” Ucap Luke.

            “Tapi dia seperti takut kalau kau merebut Disty darinya.” Ucap Michael.

            “Sekali lagi ya Mike, aku tidak menyukai Disty. Maksudku bukan membenci Disty. Aku suka Disty sebagai teman dan Disty sudah ku anggap sebagai adikku sendiri.” Ucap Luke.

***

            “Mama prihatin dengan nilai matematika-mu.” Ucap Bella.

            Keluarga Clifford sedang makan malam bersama. Kali ini mereka makan malam tanpa James karena James sudah terbang ke Amerika. Mendengar ucapan Bella, Disty menghentikan makannya.

            “Terus Mama mau menyuruh Disty mengikuti kelas tambahan matematika? Kalau begitu Disty tidak mau. Disty pusing disuruh belajar terus.” Ucap Disty.

            “Aku tau!” Seru Michael tiba-tiba yang membuat seluruh mata memandang ke arahnya.

            “Tau apa?” Tanya Disty tidak mengerti.

            “Aku tau siapa yang bisa membuatmu jatuh cinta dengan matematika.” Jawab Michael sambil tersenyum.

***

Minggu, 28 Juni 2015

Like Rain of Hearts ( Part 10 )



Part 10

.

            Mimpikah ia? Perlahan Disty membuka kedua matanya. Baru saja ia memimpikan hal indah tentunya bersama Rio. Rio? Bukankah ia dan Rio sudah pacaran? Disty tersenyum. Gadis itu megecek ponselnya. Wallpapernya adalah foto Rio yang sedang bermain gitar dan itu adalah foto favoritnya. Ada beberapa pesan masuk. Disty tidak berhenti tersenyum saat menemukan nama My Prince ‘Rio’ mengirimnya pesan.

            Good morning my princess! See you soon. I will come to your house and we go to school together J

            Disty menaruh ponsel di atas meja belajar lalu bergegas untuk mandi. Setelah mandi dan berpakaian rapi, Disty berjalan menuju ruang makan. James orang pertama yang menggodanya pagi itu.

            “Adik cantikku sudah punya pacar. Selamat ya. Kau beruntung bisa mendapatkan Rio. Kau memang selalu mendapat cowok yang keren dan terkenal.” Ucap James.

            Disty tersenyum. “Rasanya seperti mimpi. Ternyata nyata. Baru kali ini Disty dibuat kaku dan seperti sudah mati karena cowok. Rio memang romantis. Sangat romantis. Semoga hubungan Disty dengannya baik-baik saja.” Ucapnya.

            Diantara keluarganya, hanya Thomas yang tidak menampakkan wajah ceria. Wajah Thomas tampak berbeda dari lainnya. Ada apa dengan Ayah? Disty sempat melihat gaya makan Ayahnya yang seperti tidak berselera. Apa Ayahnya sakit? Atau jangan-jangan.. Apa Ayahnya tidak suka jika ia berhubungan dengan Rio?

            Setelah selesai sarapan, ternyata Rio sudah ada di luar. Aneh. Jantungnya sedaritadi berdetak tak karuan dan Disty seperti malu bertemu Rio. Tapi Disty mencoba untuk baik-baik saja dan tenang. Di luar sana, Rio sama dengan biasanya dengan penampilan yang sangat keren.

            I bet you had a beautiful dream about me.” Ucap Rio sambil mengacak-acak rambut Disty.

            And I bet you had a beautiful dream about me too.” Balas Disty kemudian naik ke motor Rio dan motor itu melaju meninggalkan rumah Disty.

            Sementara itu, di teras Michael kebingungan karena Luke tidak datang ke rumahnya. Apa Luke tidak sekolah? Tapi menurutnya Luke itu anak yang rajin dan selalu hadir meski sakit. Apa Luke tidak mau ikut dengannya seperti biasanya? Apa Luke tidak sanggup melihat kemesraan Disty dengan Rio?

            “Kau telpon saja Luke.” Ucap James sambil melihat jam tangannya.

            “Percuma. Luke tidak mengangkat telponku.” Ucap Michael.

            James menghela nafas panjang. “Artinya kali ini dia tidak ikut dengan kita.” Ucapnya dan bersiap-siap masuk ke dalam mobil.

***

            7.15…

            Cowok itu masih tertidur lelap di meja belajarnya. Entah apa yang membuat cowok itu betah dengan cara tidur seperti itu. Duduk di kursi sambil menjatuhkan wajahnya di meja. Parahnya lagi, laptop yang kemarin ia buka belum dimatikan dan koneksi internet belum ia matikan juga. Otomatis modem yang ia gunakan habis pulsanya dan error.

            Tangan kanannya bergerak sehingga membuat ponselnya terjatuh dengan keras. Seketika itu juga Luke terbangun dengan kaget. Di hadapannya ada cermin sehingga ia bisa melihat wajahnya yang mengerikan. Kemudian Luke melihat laptopnya yang masih ditancap oleh modem.

            “Oh shit! Kenapa aku bisa ketiduran?” Ucap Luke kaget lalu cepat-cepat menekan keyboard laptopnya. Tidak bisa hidup. Laptopnya sedang terkena masalah.

            Luke heran kenapa bisa setelat ini bangun. Kenapa Ayah atau Ibunya tidak mau membangunkannya? Luke teringat dengan pintu kamar yang selalu ia kunci. Tidak mungkin seseorang bisa masuk ke dalam kamarnya. Kemudian Luke menemukan ponselnya yang tergeletak di lantai. Ketika ia membuka ponselnya, ada sepuluh panggilan dari Michael dan lima pesan dari Michael. Pagi ini memang pagi yang paling buruk.

            Setelah mandi dan bersiap-siap, Luke melihat kakaknya, Jack yang sedang menonton TV. Luke merasa kesal sekali.

            “Sudah bangun? Bagaimana kau bisa telat dan mengapa kau selalu mengunci kamarmu? Aku dan Mama sudah lelah menggedor pintu kamarmu tetapi usaha kami sia-sia.” Ucap Jack.

            Luke tidak membalas ucapan Jack dan terus berjalan menuju luar. Namun Jack langsung bicara dengannya. “Sampai kapan kau begini terus? Aku tau kemampuanmu Luk dan kau jangan takut untuk melakukan hal yang kau suka asalkan itu baik.” Ucapnya yang sukses membuat Luke menghentikan langkahnya.

            “Mewakili sekolah untuk kegiatan lomba dalam berbagai mata pelajaran?” Tanya Luke.

            “Bukan. Bukan itu yang aku maksudkan.” Ucap Jack.

            “Ya terimakasih. Luke pergi dulu dan sepertinya Luke akan di hukum kali ini.” Ucap Luke tidak nyambung.

***

            “Apa yang kau perbuat dengan laptopmu?” Tanya Michael saat mendengar cerita Luke.

            Tadi Luke memang terlambat tapi karena satpam sekolah sedang malas, jadinya yang terlambat boleh masuk ke dalam kelas. Luke beruntung. Tapi Luke teringat dengan nasib laptopnya. Kalau rusak bagaimana? Jika semua file-file-nya hilang bagaimana?

            “Kemarin malam aku browsing internet dan tiba-tiba aku mengantuk dan ketiduran.” Jawab Luke.

            Michael menggeleng-gelengkan kepala. “Ternyata orang sejenius sepertimu bisa error juga.” Ucapnya. Tiba-tiba Michael teringat sesuatu. “Aku heran deh. Setiap kali aku ke rumahmu, kau melarangku masuk ke dalam dan kau hanya mengizinkanku di teras saja. Dan aku ke rumahmu di waktu tertentu saja. Memangnya ada apa? Kau kan sudah melihat seisi rumahku.” Sambungnya.

            “Setidaknya rumahku tidak ada bom atau barang-barang terlarang.” Ucap Luke.

            “Aku tidak menuduhmu seperti itu. Hanya saja kau sedikit misterius. Aku sudah menganggapmu sebagai sahabat.” Ucap Michael.

            “Dan terimakasih karena sudah menganggapku sebagai seorang sahabat.” Ucap Luke.

            Michael tidak bisa mengerti jalan pikiran Luke. Selalu. “Ohya, nanti malam kau harus ikut makan malam bersama kami karena aku tidak mau dicuekkan.” Ucapnya.

            “Makan malam dengan siapa?” Tanya Luke. Perasaannya mulai tidak enak.

            Michael tersenyum. “Rio yang akan mentraktir kita.” Ucapnya.

***

            Tidak tau mengapa Luke mau menerima ajakan Michael. Disinilah mereka. Berada di sebuah restoran nomor satu di London. Restoran itu adalah milik Ayah Rio. Pantesan saja Rio kaya karena Ayahnya mempunyai restoring sebagus ini. Biasanya restoran ini banyak didatangi pejabat-pejabat kaya atau artis-artis papan atas Kota London.

            Tentu saja Disty dan Michael kaget mengapa Rio sampai bisa membawa mereka ke restoran ini. Parahnya lagi Luke. Cowok itu memakai baju apa adanya namun terlihat tidak cocok. Tapi Rio tidak mempedulikan penampilan Luke. Tadi Rio dengan diantar supir pribadinya menjemput Disty.

            “Pacaran dengan orang kaya enak juga.” Ucap Michael. Mereka sudah duduk di tempat yang nyaman.

            “Tapi aku bukan tipe cewek yang menginginkan cowok kaya. Aku benci akan hal itu.” Ucap Disty.

            Rio tersenyum. “Aku percaya ke kamu.” Ucapnya.

            Setelah memesan pesanan, kemesraan antara Rio dengan Disty mulai terlihat. Dimulai dari Rio menggenggam tangan Disty dan selalu menampakkan senyuman terbaikknya. Kalau begini caranya, apa gunanya Rio mengajak Michael? Tetapi Rio memang ingin mengajak yang lain mengunjungi restorannya. Di lain waktu Rio bisa mengajak Disty pergi sendiri.

            “Apa yang kau rasakan?” Bisik Michael di telinga Luke.

            Luke tidak langsung menjawab. “Aku tidak merasakan apa-apa. Tetapi aku heran dengan diriku mengapa aku mau menerima ajakanmu. Kenapa kau tidak mengajak James?” Ucapnya.

            “James lagi sibuk. Ya sekali-kali kita diajak makan malam oleh orang kaya. Tidak boleh menolak rezeki.” Ucap Michael.

            “Tapi rasanya kita seperti menganggu pasangan itu.” Ucap Luke. Ia sengaja tidak menyebut nama ‘Rio dan Disty’.

            Michael tersenyum puas. Sebenarnya alasannya mengajak Luke untuk melihat bagaimana reaksi cowok itu. Tetapi Luke sama saja. Cuek dan irit bicara. Luke juga terlihat tenang dan tatapan matanya tidak menandakan tatapan kemusuhan saat melihat Rio. Apa Luke memang tidak menyukai Disty? Sebenarnya bagaimana perasaan Luke? Michael heran dengan dirinya sendiri yang ingin sekali mengetahui kehidupan orang lain. Sudahlah.

            Setelah pesanan datang, keempatnya menyantap makanan itu dengan semangat. Rio tidak segan-segan menyupai Disty. Begitu pula sebaliknya. Intinya pasangan itu sangat mesra. Tetapi selain itu Rio mempunyai maksud lain. Cowok itu ingin memanasi Luke karena diam-diam Rio curiga kalau sebenarnya Luke menyukai Disty. Tapi Luke tampak tenang-tenang saja.

            “Kau memang sangat romantis. Sudah ganteng, baik, keren, pinter nyanyi, jago main gitar, idola seisi sekolah.. Aku beruntung sekali mendapatkanmu meski nyatanya banyak yang membenciku.” Ucap Disty.

            “Dan aku juga beruntung mendapatkan cewek cantik dan spesial seperti dirimu. Jangan pikirkan kata mereka. Mereka tidak akan menganggumu.” Ucap Rio.

            Rio memang cocok untuk Disty. Bahkan sangat cocok, begitu pikir Luke. Cowok itu terus saja melahap makanan di depannya namun tanpa minat karena nafsu makannya hilang. Luke berharap semua ini cepat berakhir.

            Akhirnya, makan malam itu berakhir indah. Disty merasa bahagia sekali. Besok apalagi? Disty tidak bisa membayangkannya. Intinya dia berharap akan selalu bahagia bersama Rio dan perasaannya pada Rio tidak akan pernah hilang. Ya.

            Tetapi siapa yang akan menjamin perasaan seseorang?

***

            Hari-hari Disty begitu indah semenjak pacaran dengan Rio. Hubungannya dengan Rio sudah sebulan dan mereka semakin lengket. Banyak sekali yang iri dan membenci Disty sehingga Disty banyak mempunyai musuh. Tetapi Disty cuek. Disty masih banyak mempunyai sahabat-sahabat yang menyayanginya seperti Miley dan Donna. Dua sahabatnya itu mendukung hubungannya dengan Rio dan selalu berdoa Rio dan Disty akan selalu bersama.

            Di malam yang damai itu, seperti biasa Disty bermain gitar di balkon kamarnya ditemani semilir angin yang lembut. Tampaknya gadis itu semakin berbakat. Disty sudah banyak membuat lagu. Tapi Disty sama sekali tidak pernah menyanyi di hadapan banyak orang. Rio pernah menyuruhnya untuk tampil mengisi acara tetapi Disty menolak. Disty menyanyi hanya untuk dirinya sendiri.

            Tanpa sengaja Disty melihat stiket bertuliskan huruf ‘L’ di gitarnya. Gadis itu terdiam sesaat. Lintar. Bagaimana kabar cowok itu? Beberapa hari yang lalu Disty mengecek facebook Lintar dan tersenyum bahagia. Disana Lintar mengganti foto profil facebooknya. Lintar yang berfotoan bersama teman-temannya. Wajah Lintar sama seperti terakhir kali ia lihat. Disty menyimpulkan Lintar memang sudah melupakannya. Kalau Lintar pernah aktif di facebook saat kepergiannya, seharusnya Lintar mengirimnya pesan. Tetapi ini tidak. Barangkali Lintar sudah mempunyai pacar.

            Lintar adalah masa lalunya dan Disty sudah tidak mencintai Lintar lagi. Dulu ia memang sangat mencintai Lintar. Tetapi sekarang tidak lagi. Disty takut hal yang sama yang akan terjadi pada Rio. Bagaimana jika perasaannya pada Rio akan berubah? Atau bagaimana jika perasaan Rio yang berubah? Entah mengapa Disty menjadi galau. Rio. Cowok itu membuatnya khawatir dan takut. Disty tidak mau kehilangan Rio. Apapun yang terjadi. Bahkan jika ia harus pindah tempat tinggal Disty berjanji untuk tetap berada disini, di samping Lintar.

            “Be my forever be my forever..”

            Gadis itu kembali menyanyikan lagu yang pernah ia nyanyikan saat bersama Rio di ruang musik. Lagu favoritnya, dan Disty berharap seperti lirik lagu itu. Rio akan menjadi miliknya untuk selama-lamanya.

***